Teror semakin nyata di depan mereka. Para setan menampakkan diri, nyawa menjadi ancaman, dan ada kemungkinan mereka tidak punya kesempatan untuk kembali pulang.
Selain terinspirasi dari kisah nyata yang mengangkat urban legend yang terkenal di beberapa daerah pegunungan di Indonesia, khususnya diantara para pendaki gunung,
Film ini juga mengangkat fenomena cancel culture sebagai sisi social commentary yang ditawarkan.
Secara keseluruhan, film garapan Wisnu Surya Pratama ini dibuka dengan baik. Dimana saat pertama kali tayang, penonton langsung disuguhkan dengan adegan cukup menegangkan yang memicu rasa penasaran
Tanpa perlu bertele-tele, film ini juga langsung menunjukkan konflik yang menyebabkan para pemeran utama nekat mencari tempat gaib Pasar Setan yang berlokasi di kaki Gunung Salak.
Walaupun menggunakan alur maju dan mundur dan beberapa adegan diperlihatkan dari sudut pandang yang berbeda, penonton tak akan kebingungan.
Kisah film ini pun diatur dengan apik melalui teknik editing dan camera movement yang rapi meskipun konsep film ini dicampur dengan konsep vlog dan found footage.
Sementara itu, dari akting dari setiap pemeran juga patut menuai pujian. Baik Audi Marissa, Roy Sungkono, Pangeran Lantang, dan Shindy Huang sangat terampil memainkan peran mereka masing-masing.
Khusus bagi Audi Marissa, ia berhasil memberikan akting emosional yang menjadi nilai tambah bagi film ini meskipun baginya ini film horor pertamanya.