Empat sifat di anataranya yaitu bahwa beliau merasa berat atas penderitaan mereka, sangat menginginkan keselamatan mereka, amat mengasihi serta menyayangi mereka.
Al-Biqa’i menafsirkan kata “min anfusikum” dengan merujuk pada ungkapan “nafsah wahidah” di awal surat An-Nisa.
Maknanya, bahwa Nabimu sama sepertimu yang merupakan anak cucu Nabi Adam dan Siti Hawa as.
Sementara Nawawi al-Bantani dalam Marah Labid cenderung menafsirkannya spesifik orang Arab suku Quraisy, sebab konteksnya kala itu Al-Quran sedang menyapa mereka.
Namun apabila kata tersebut dibaca “min anfasikum” (fa’-nya difathah) sebagaimana qiraat Fatimah dan Aisyah ra, maka ia bermakna Rasul yang paling mulia dan paling utama dari kalian.
Hal ini selaras dengan HR. Hakim no. 6996 bahwa Nabi Muhammad Saw ialah sosok pilihan yang terbaik di antara seluruh manusia yang ada.
Di bagian akhir Surat At Taubah ayat 128 menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat menyayangi orang-orang mukmin.
Dua sifat tersebut (rauf dan rahim) juga merupakan di antara sifat Allah yang terangkum dalam al-Asmaul Husna.
Salah satu bentuk kasih sayang Nabi pada umatnya ialah pemberian syafaatul uzma kelak di yaumul hisab (hari perhitungan).***