Kurban adalah peristiwa monumental yang selain memiliki nilai sejarah, juga mengandung nilai ibadah dan hikmah. Seorang Rasul yang diperintah oleh Allah menyembelih anak kesayangannya, sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam hal ini, selain memiliki nilai ibadah, Kurban yang dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah juga memiliki dimensi sosial. Yaitu, semua bergotong royong membantu prosesi penyembelihan hewan sekaligus mendistribusikannya. Selain itu, mereka yang mampu juga melaksanakan ibadah ini sebagai bentuk kepedulian juga terhadap sesama
Sebagai bagian dari ajaran agama, ada beberapa nilai pendidikan yang bisa dipetik dari peristiwa yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam ini. Di antaranya:
Oleh karena itu, sebagai manusia, seringkali kita terburu-buru berprasangka buruk kepada Allah atas apa yang menimpa kita. Padahal kita belum tahu kejutan, atau bahkan hikmah, atas apa yang digariskan oleh Allah kepada kita. Oleh karena itu, sebagai makhluk-Nya, kita harus senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Sebab, sebagaimana hadits qudsi yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Allah mengikuti prasangka hamba-Nya(أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي )
Sebagian ulama menjelaskan maknanya, yaitu Allah akan menganugerahkan ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba-Nya bertaubat. Dan, Allah akan mengabulkan doa jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba-Nya meminta kecukupan, dan seterusnya. Ini adalah hikmah pertama.
Baca Juga: PANDUAN LENGKAP! Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban Idul Adha 2023 Tersedia Bacaan Niat dan Doa
Hadirin jamaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah
Nilai pendidikan yang kedua dalam peristiwa kurban ini adalah tawakkal. Jadi, setelah beliau menunggu kehadiran buah hati selama puluhan tahun, akhirnya dikaruniai Ismail alaihissalam melalui rahim Siti Hajar. Nabi Ibrahim alaihissalam sangat berbahagia dengan karunia ini. Namun, Allah tiba-tiba memberikan ujian kepadanya yaitu menyembelih putra yang beliau cintai. Dalam Surat Ash-Shaffat, ayat 102, Allah mengabadikan peristiwa ini dengan ungkapan yang bijak, tuturan seorang ayah kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
Artinya: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu"