“(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran : 163)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Al-Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Ishaq menyebutkan bahwa orang-orang yang berbuat kebaikan dan orang-orang yang berbuat kejahatan itu bertingkat-tingkat.
Menurut Abu Ubaidah dan Al-Kisai, makna derajat ialah tempat-tempat tinggal, yakni tempat tinggal mereka berbeda-beda; begitu pula kedudukan mereka di dalam surga dan yang berada di dalam neraka.
Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah pada ayat lain:
وَلِكُلٍّ دَرَجتٌ مِمَّا عَمِلُوْا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang telah dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’aam: 132)
Dalam Ma’alim at-Tanzil, Imam al-Baghawi rahimahullah mengutip pernyataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang mengikuti ridha Allah dan mendapatkan murka-Nya berada pada posisi yang berbeda di sisiNya.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili rahimahullah menambahkan dalam Tafsir al-Munir bahwa derajat tertinggi ditempati oleh Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan derajat terendah di neraka ditinggali oleh golongan orang munafik. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الْمُنفِقِيْنَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
“Sungguh orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. An-Nisaa: 145)