MANTRA SUKABUMI - Anggota DPR RI Tifatul Sembiring angkat bicara soal terjadinya perpecahan di dalam tubuh Partai Demokrat hingga Kongres Luar Biasa (KLB) terselenggara.
Tifatul Sembiring merasa sangat ironis melihat apa yang terjadi saat ini dalam tubuh Partai Demokrat termasuk KLB. Rasa ironis itu muncul ketika terjadi pengkhianatan seorang prajurit pada bingsisnya.
Tifatul Sembiring mengibaratkan apa yang dilakukan oleh Moeldoko seperti merampas pistol dari pinggang komandannya.
Baca Juga: Kamu Senang Shopping? Coba Cari Tahu Tipe yang Manakah Kamu
Baca Juga: Mengejutkan, Wasekjen DPP Demokrat Hajar Habis Moeldoko dari Mulai Nyanyi Mars Sampai Struktur Demokrat
Hal itu disampaikan Tifatul Sembiring melalui akun Twitter pribadinya.
Di akun Twitternya itu, Tifatul Sembiring bercerita seorang prajurit sebelum menjadi jenderal diajari ketangkasan merebut senjata dari musuh.
"Mungkin waktu masih prajurit dulu, sang jenderal ini pernah dilatih cara merebut senjata dari tangan musuh," tutur Tifatul Sembiring seperti yang dikutip mantrasukabumi.com dari @tifsembiring pada Senin, 8 Maret 2021.
Mungkin waktu masih prajurit dulu, sang jenderal ini pernah dilatih cara merebut senjata dari tangan musuh. Eh, sekarang kok malah merampas pistol dari pinggang bingsisnya...????????????
*Push up seribu kali...!!— Tifatul Sembiring (@tifsembiring) March 8, 2021
Lanjut Tifatul Sembiring, setelah prajurit itu mahir merebut senjata dari musuh dan menjadi seorang jenderal.
Baca Juga: Mahfud MD Coba Tutupi Jejak Istana, Rocky Gerung: Dia adalah Orang Hukum yang Tahu Taktik
Prajurit tersebut malah merapas senjata dari pinggang yang mengajarinya atau bingsisnya tadi.
Ia mengumpamakan itu seperti yang dilakukan Moeldoko terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui KLB yang diselenggarakan di Sumatera Utara.
"Eh, sekarang kok malah merampas pistol dari pinggang bingsisnya," tutur Tifatul Sembiring.
Tifatul Sembiring mengatakan, menurutnya politik adalah pengetahuan yang lebih rumit dari matematika.
Bahkan seseorang yang tidak memiliki potensi atau dasar bisa berkontribusi dalam dunia politik.
"Politik itu lebih rumit dari soal matematika kalkulus IV. Pelawak pun jadi politisi," tuturya.
"Mereka dijadikan guyonan ketika memilih cawapres yang serius," terangnya.
"Terserah dalangnya siapa. Buat KLB ok, KLB juga monggo. Pagi ngomong ya, siang jadi mungkin, kesimpulan sorenya tidak," ucapnya***