Misteri Pantun Sri Sadana, Ungkap Rahasia Kitab Kejadian Masyarakat Sunda 

- 12 November 2020, 06:45 WIB
ILUSTRASI pantun. /WIKIPEDIA
ILUSTRASI pantun. /WIKIPEDIA /

MANTRA SUKABUMI – Ada misteri pada pantun Sri Sadana, pantun yang tersimpan rapat dalam sebuah kitab yang tentang Rahasia Kejadian Masyarakat Sunda. 

Kitab yang berisi naskah yang mengungkap tentang awal kejadian kehidupan masyarakat Sunda dalam bentuk pantun atau kidung. 

Mengacu pada naskah "Sanghyang Siksakandang Karesian", pantun sudah ada sebelum tahun 1518, karena naskah itu menyebutkan bahwa bila ingin tahu tentang pantun, seperti: Langgalarang, Banyakcatra, Haturwangi: tanyalah juru pantun (Danasasmita dkk, 1987:107).

Baca Juga: Habib Rizieq Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Pimpinan FPI Itu akan Dijerat UU ITE

Selanjutnya Saleh menyebutkan bahwa naskah di atas memiliki candrakala 1440 saka, sama dengan tahun 1518 M. Jakob Sumardjo memperkirakan pantun sudah dikenal sejak tahun 1400 M. ketika berkembang ajaran Hindu-Buda di Jawa Barat.

Pantun adalah produk budaya Sunda sinkronik yang berhasil mempertahankan dirinya secara diakronik dalam masyarakat Sunda. Dikutip mantrasukabumi.com dari Buku Metafisika Nusantara, Joko Siswanto dan Reno Wikandaru, GMU Press, 2017. 

Penuturan kebudayaan Sunda seperti yang termuat dalam pantun, adalah penuturan kebudaaan Sunda secara diakronik, bisa saja dianggap tidak cocok dengan alam pikiran masyarakat Sunda sekarang. 

Baca Juga: Buruan Daftar Banpres UMKM Rp2,4 Juta Sebelum Ditutup, Begini Cara Resmi untuk Dapatkannya

Akan tetapi, bagaimana pun pantun tetap penting untuk dikaji dan dipahami karena di dalamnya termuat hal-hal yang berkesinambungan (continuity), yang relatif tetap, dan hal-hal yang berubah (change) dalam kebudayaan atau alam pikiran masyarakat sunda. 

Cerita pantun umumnya memuat kisah para anak raja Prabu Siliwangi dari kerajaan Pajajaran, di tatar pasundan.

Pantun adalah seni pertunjukan yang bersifat ritus. Seni ritus bercirikan adanya berbagai persyaratan, sebelum, ketika, dan setelah pertunjukan. Seni pantun berfungsi sebagai upacara ritual untuk memanggil roh nenek moyang. 

Baca Juga: Dua Gol Tercipta Denmark Atasi Tamunya Swedia dalam Laga Persahabatan

Di dalam fungsinya sebagai upacara ritual, semua persyaratan harus terpenuhi, karena akan mengundang atau mendatangkan Dunia Atas ke buana panca tengah atau dunia.

Waktu pertunjukan pantun biasanya diselenggarakan pada malam hari. Waktu ketika pantun dilaksanakan, bukanlah merupakan waktu biasa, tetapi waktu sakral. Sebagai waktu liminal, waktu di luar waktu biasa, bukan waktu keseharian. 

Bentuk seni pantun adalah bercerita sebagai seni tutur, dari cerita-cerita putra-putra Pajajaran, namun memakai waditra pengiring berupa kecapi.

Baca Juga: Kampanye ShopeePay Deals Rp1 Lebih Meriah di 11 November

Di dalam tulisan ini tidak akan diuraikan mengenai pantun itu sendiri sebagai sosok seni, baik fungsi ritualnya maupun fungsi hiburannya, akan tetapi akan memfokuskan pembahasan pada latar belakang metafisikanya.

Dimaksudkan dengan pembahasan metafisika ialah, hal-hal yang ada di balik cerita pantun itu sendiri, yang berhubungan dengan keberadaan atau asal-usul manusia sunda. Serta sekaligus akan memberikan gambaran cara berpikir, dan unsur-unsur kepercayaan yang mempengaruhinya. **

Editor: Emis Suhendi

Sumber: Buku Metafisika Nusantara, Joko Siswanto dan Reno Wikandaru


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah