Mengerikan Selama 2020, 1.282 Warga Sipil Tewas Mengenaskan, Afghanistan Konflik Paling Mematikan

27 Juli 2020, 21:00 WIB
Puing-puing bus yang mengangkut karyawan stasiun televisi Afghanistan dan dibom pada bulan Mei terlihat di Kabul, Afghanistan [File: Omar Sobhani / Reuters] /

MANTRA SUKABUMI - Hampir 1.300 warga sipil, termasuk ratusan anak-anak, telah tewas di Afghanistan dalam enam bulan pertama tahun ini, menurut PBB.

Dalam sebuah laporan baru yang diterbitkan pada hari Senin, misi PBB di Afghanistan (UNAMA) mengatakan negara itu tetap menjadi salah satu konflik paling mematikan di dunia untuk warga sipil.

Dikatakan pihaknya telah mendokumentasikan setidaknya 1.282 kematian warga sipil dari Januari hingga Juni, dengan 2.176 orang lainnya cedera dalam periode yang sama. Jumlah itu termasuk 340 anak tewas dan 727 lainnya terluka.

Baca Juga: Malaysia Tak Larang Warganya Mudik Idul Adha, Pemerintah: Syaratnya Harus Patuhi SOP

"Pada saat pemerintah Afghanistan dan Taliban memiliki kesempatan bersejarah untuk bersatu di meja perundingan untuk perundingan damai, kenyataan tragisnya adalah bahwa pertempuran itu terus melukai warga sipil setiap hari," kata Deborah Lyons, PBB. perwakilan khusus kepala untuk Afghanistan, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari Aljazeera.

Laporan itu mengidentifikasi kelompok-kelompok bersenjata anti-pemerintah seperti Taliban dan ISIL (ISIS) sebagai penyebab utama korban, yang merupakan 58 persen dari korban. Pasukan pro-pemerintah bertanggung jawab atas 23 persen warga sipil yang terbunuh atau terluka.

Angka-angka UNAMA mewakili penurunan 13 persen pada jumlah kematian dan cedera yang dilaporkan selama periode waktu yang sama pada tahun 2019. Laporan tersebut mengkreditkan penurunan sebagian untuk pengurangan operasi oleh pasukan internasional dalam mendukung pasukan pemerintah Afghanistan dan juga kepada sebuah penurunan jumlah serangan oleh ISIL.

Baca Juga: Fakta atau Hoaks: Viral Karyawan Citos Terpapar Covid-19, Ini Fakta Sebenarnya

Jumlah korban tewas dan terluka yang disebabkan oleh pasukan pemerintah dan Taliban tetap hampir tidak berubah, namun. Korban sipil dari serangan udara tentara Afghanistan tiga kali lipat dibandingkan dengan paruh pertama tahun 2019.

Pekan lalu, serangan udara pemerintah menewaskan sedikitnya 14 orang di provinsi Herat barat, banyak dari mereka wanita dan anak-anak.

Ratusan orang telah berkumpul di distrik Adraskan di provinsi itu untuk menyambut pulang seorang mantan pejuang Taliban yang dibebaskan dari penjara, ketika pesawat dilaporkan menggempur pertemuan itu. Pemerintah mengatakan serangan itu sedang diselidiki.

Baca Juga: Dikenai Denda Rp35 Juta, Arab Saudi Tangkap Orang yang Langgar Masuk Wilayah Masjidil Haram

"Saya mendesak para pihak untuk berhenti, untuk merefleksikan insiden mengerikan dan kerusakan yang mereka timbulkan kepada rakyat Afghanistan sebagaimana didokumentasikan dalam laporan ini, dan untuk mengambil tindakan tegas untuk menghentikan pembantaian dan sampai ke meja perundingan," kata Lyons .

Wanita, anak-anak yang terkena dampak
Perempuan dan anak-anak, yang terdiri lebih dari 40 persen dari total korban sipil, terus dipengaruhi secara tidak proporsional oleh dampak langsung dan tidak langsung dari konflik bersenjata.

Laporan itu juga mencatat bahwa anak-anak di Afghanistan sangat rentan terhadap pelecehan oleh semua pihak yang berkelahi, termasuk direkrut untuk pertempuran.

Baca Juga: ABG Pelaku Begal di Bandara Soetta, Ternyata Uang Hasil Begal Digunakan untuk Mabuk

"Selama paruh pertama 2020, UNAMA memverifikasi rekrutmen dan penggunaan 23 anak oleh Taliban," kata laporan itu.

"Insiden itu melibatkan anak laki-laki mulai dari usia 13-17 tahun," tambah laporan itu, anak-anak "dipersenjatai dan dilatih oleh Taliban untuk melakukan fungsi tempur", termasuk serangan bunuh diri terhadap pasukan keamanan nasional Afghanistan.

Pada bulan Februari, Amerika Serikat dan Taliban menandatangani perjanjian di ibukota Qatar, Doha, menyusun rencana penarikan pasukan asing dari Afghanistan dengan imbalan jaminan keamanan dari kelompok tersebut.

Namun, pertempuran telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir, didorong oleh perbedaan mengenai pertukaran tahanan antara Taliban dan pemerintah Afghanistan, karena Kabul terbukti enggan membebaskan ratusan pejuang yang dipenjara.

Baca Juga: Update Covid-19 per 27 Juli, Indonesia Negara Asia Tenggara Pertama Tembus 100.000 Kasus Positif

Kesepakatan Doha menetapkan bahwa pemerintah akan membebaskan 5.000 tahanan Taliban dengan imbalan ratusan tentara Afghanistan, yang telah menjadi rintangan utama untuk memulai perundingan perdamaian antara kedua pihak dalam upaya untuk mengakhiri perang berusia 18 tahun.

Sementara pemerintah Afghanistan telah membebaskan lebih dari 4.000 tahanan Taliban, pemerintah menolak untuk membebaskan 600 tahanan lainnya, dengan mengatakan mereka terlibat dalam pembunuhan, peredaran gelap narkoba dan serangan-serangan besar.**

Editor: Emis Suhendi

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler