Armenia-Azerbaijan Sepakat Gencatan Senjata pada Tengah Malam, Usai Hampir 2 Pekan Bertempur

- 10 Oktober 2020, 10:45 WIB
Terobosan itu muncul setelah 10 jam pembicaraan di Moskow [Kementerian Luar Negeri Rusia / Handout via Reuters]
Terobosan itu muncul setelah 10 jam pembicaraan di Moskow [Kementerian Luar Negeri Rusia / Handout via Reuters] /

MANTRA SUKABUMI - Armenia dan Azerbaijan telah menyetujui gencatan senjata saat tengah malam Sabtu, 10 Oktober, dan berencana untuk memulai pembicaraan "substantif" atas Nagorno-Karabakh.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada hari Sabtu, setelah hampir dua minggu pertempuran sengit di wilayah yang disengketakan itu.

Terobosan itu terjadi setelah sekitar 10 jam pembicaraan di Moskow, pada Sabtu dini hari.

Diplomat senior Rusia mengatakan Palang Merah akan bertindak sebagai perantara dalam operasi kemanusiaan.

Baca Juga: 9 Manfaat Bunga Saffron yang Jarang diketahui, Salah Satunya Meningkatkan Gairah Seksual

Koresponden Al Jazeera di Moskow, Alexsandra Stojanovich-Godfroid, mengatakan perjanjian itu untuk "gencatan senjata kemanusiaan", seperti dikutip mantrasukabumi.com dari Aljazeera.

Kita harus "menunggu untuk melihat apakah gencatan senjata ini benar-benar akan terjadi seperti yang disepakati, apakah itu akan terjadi pada pertukaran tahanan, dan jika para pihak benar-benar bersedia untuk kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung puluhan tahun ini," katanya .

Sedikitnya 300 orang dilaporkan tewas dalam pertempuran itu, yang meletus pada 27 September dan merupakan yang paling serius di wilayah itu sejak bentrokan tahun 2016 yang menewaskan puluhan orang.

Baca Juga: Alhamdulillah, 618 Ribu Pekerja Terima BLT BPJS Tahap 5, Segera Cek Disini

Lavrov tidak memberikan perincian tentang pembicaraan itu tetapi mengatakan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Grup Minsk Eropa (OSCE) akan menengahi.

Menteri Luar Negeri Armenia Zohrab Mnatsakanyan dan mitranya dari Azeri Jeyhun Bayramov tidak berbicara kepada wartawan.

Pertempuran baru dalam konflik yang telah berlangsung puluhan tahun telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang yang lebih luas di Turki, sekutu dekat Azerbaijan, dan Rusia, yang memiliki pakta pertahanan dengan Armenia.

Paul Stronski, seorang rekan senior di program Rusia dan Eurasia di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Nagorno-Karabakh adalah "masalah kompleks" bagi Rusia, mencatat bahwa hal itu sudah berselisih dengan Turki di Suriah dan Libya. “Ada risiko nyata ini bisa menjadi perang proxy,” katanya.

Baca Juga: Ternyata Pangeran Harry Masih Trauma Atas Prosesi Pemakaman Ibunya Lady Diana 23 Tahun Lalu

Di bawah hukum internasional, Nagorno-Karabakh diakui sebagai bagian dari Azerbaijan.

Tetapi etnis Armenia yang merupakan mayoritas penduduk menolak pemerintahan Azerbaijan, dan telah menjalankan urusan mereka sendiri, dengan dukungan Armenia, sejak perang yang menghancurkan pada 1990-an setelah Uni Soviet runtuh.

Sedikitnya 30.000 orang tewas dan ratusan ribu lainnya terpaksa meninggalkan rumah mereka sebelum gencatan senjata yang ditengahi secara internasional disepakati pada tahun 1994.**

 

Editor: Emis Suhendi

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah