Tragis, Muslim Rohingya Tidak Diberi Hak Suara Saat Pemilu Myanmar

- 9 November 2020, 11:40 WIB
pengungsi Rohingya./
pengungsi Rohingya./ /Al Jazeera/Mohammed Jamjoom

 

MANTRA SUKABUMI – Pemerintah Myanmar tidak memberi lebih dari 1,1 juta pengungsi Muslim Rohingya hak suara dalam pemilihan umum yang dilaksanakan hari Minggu, 8 November 2020.

Sejumlah umat muslim Rohingya yang menetap di pengungsian Cox’s Bazar dekat Bangladesh, mengatakan bahwa mereka merasa sedih setelah hak-hak mereka dicabut.

Nurul Amin, seorang pemimpin komunitas pengungsi Rohingya di kamp pengungsi Kutupalang mengaku tidak pernah bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu Myanmar.

Baca Juga: 10 Rusunawa Baru di Jakarta Ditargetkan Rampung 2021, Dinas PRKPI: untuk MBR DKI

Amin mengatakan dia bahkan tidak tahu apakah dia akan punya kesempatan memberikan suara dalam hidupnya, seperti dilansir mantrasukabumi.com dari arabnews.com.

“Hak suara ini sangat penting bagi kami, karena tanpanya, kami tidak dapat memanfaatkan hak kewarganegaraan lainnya. Tidak ada peluang untuk menjalankan bisnis apa pun dan mendaftarkan anak-anak kami di sekolah dan perguruan tinggi yang dikelola pemerintah,” tambah ayah tiga anak ini.

Amin adalah salah satu dari mayoritas pengungsi di Cox's Bazar yang menuntut pemulihan hak kewarganegaraan mereka, termasuk hak untuk memilih dalam pemilu Myanmar.

Baca Juga: Jangan Biasakan Bermalas-malasan, Berikut 5 Dampak Negatif Akibat Rasa Malas

Bangladesh menampung ratusan ribu orang Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan oleh pihak militer Myanmar di negara mayoritas Buddha itu.

Rohingya mengalami pelecehan dan trauma selama beberapa dekade di Myanmar, dimulai pada periode 1970-an, ketika ratusan ribu orang mengungsi di Bangladesh. Antara tahun 1989 hingga 1991, 250.000 orang melarikan diri ketika pihak militer melakukan pemberontakan dan Burma mengganti namanya menjadi Myanmar.

Pada tahun 1992, Bangladesh dan Myanmar menyetujui kesepakatan repatriasi yang menyebabkan ribuan Rohingya kembali ke negara bagian Rakhine.

Baca Juga: Partai Berkuasa di Korea Selatan Serukan Pertemuan Lebih Awal antara Moon dan Biden

Eksodus Rohingya terbaru dari Myanmar ke Bangladesh dilanjutkan pada Agustus 2017 menyusul tindakan keras militer terhadap kelompok etnis minoritas di negara itu.

Mengingat peristiwa masa lalu, Ayub Khan, seorang pengungsi Rohingya dari kamp Kutupalang, mengatakan dia merasa "tidak ada" setelah dikeluarkan dari proses pemungutan suara.

“Saya telah melayani komunitas saya sebagai ketua untuk dua periode, tetapi saya tidak dapat memberikan suara selama pemilihan nasional terakhir karena pemerintah mencabut hak kewarganegaraan kami. Itu adalah hak fundamental kami, dan kami menginginkannya kembali ketika repatriasi kami ke Myanmar dimulai," kata Khan.

“Ayah saya memberikan suara pada pemilihan Myanmar 1978. Bagaimana saya bisa dianggap sebagai orang luar ketika kita telah tinggal di sana selama beberapa generasi?” tambahnya.**

 

Editor: Emis Suhendi

Sumber: arabnews.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x