5 Tradisi Unik Perayaan 1 Muharram, Salah Satunya Pawai Obor

20 Agustus 2020, 08:00 WIB
Ilustrasi pawai obor saat memperingati Tahun Baru Islam. /Dok. PMJ News

 

MANTRA SUKABUMI - Biasanya pergantian tahun baru dimulai pukul 00.00, lain halnya dengan tahun baru Islam 1 Muharram yang berlangsung selepas magrib.

Dalam Islam tidak ada aturan khusus dalam menyambut 1 Muharram, selain memanjatkan do’a agar pada tahun baru ini umat Islam menjadi pribadi yang lebih baik dan saling memperkuat ukhuwah.

Disetiap daerah di Indonesia terdapat tradisi unik untuk merayakan tahun baru Islam atau kerap kali disebut 1 suro.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Uang Baru Rp75 Ribu Tidak Bisa Dibelanjakan? Berikut Penjelasannya

Inilah 5 hal-hal unik yang menjadi tradisi perayaan tahun baru Islam  yang telah dikutip mantrasukabumi.con dari berbagai sumber, diantaranya:

  1. Pawai Obor

Beberapa daerah di Indonesia rutin melaksanakan pawai obor ketika memasuki tanggal 1 Muharram.

Ciri khas dari tradisi ini dengan membawa obor dari satu tempat berjalan menuju tempat yang telah disepakati seperti menuju masjid agung biasanya diiringi dengan suara pukulan bedug dan atau alat-alat marawis, qosidah dan lain sejenisnya.

Baca Juga: Review Laptop Lenovo Ideapad 130, BPJS 3 Jutaan yang Cocok Untuk Pelajar dan Mahasiswa

Berbagai usia tumpah ke jalan untuk merayakan tahun baru Islam ini. Makna yang dapat di ambil dari pawai obor sendiri adalah mengajak masyarakat meninggalkan kegelapan (hal buruk) menuju cahaya (kebaikan).

  1. Bubur Suro

Tradisi ini dilakukan masyarakat Jawa Barat dalam rangka menyambut Muharram. Tradisi ini juga dilakukan sebagai bentuk peringatan atas wafatnya cucu Nabi Muhammad di medan peperangan.

Pada pagi hari pada 10 Muharram, seluruh rumah penduduk menyiapkan bubur merah dan bubur putih yang disajikan secara terpisah yang dikenal sebagai bubur Suro.

Bubur ini nantinya akan dibawa ke masjid terdekat dengan beberapa makanan lainnya.

Baca Juga: Begini Amalan Doa dari Mbah Maimoen Zubair Agar Rumah Tangga Berkah dan Rezeki Berlimpah

  1. Lebaran Yatim

Bila telah masuk Muharram masyarakat pasti mengenal istilah lebaran yatim (Idul Yatama) yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram (Asyura).  

Sebenarnya bukan hari raya sebagaimana hari raya Idul Fitri atau Idul Adha.

Istilah Idul Yatama hanya sebagai ungkapan kegembiraan bagi anak-anak yatim. Karena pada tanggal tersebut, banyak orang yang memberikan perhatian dan santunan kepada mereka.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat menyayangi anak-anak yatim.

“Saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim seperti dua jari ini ketika di surga.” Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau memisahkannya sedikit. (H.R. Bukhari)

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Megawati Mau Ubah Pancasila, Simak Penjelasannya

  1. Nganggung

Nganggung merupakan adat membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju ke satu tempat pertemuan besar, biasanya berupa Masjid, Surau, Langgar, atau Lapangan pada waktu-waktu tertentu di dalam Agama Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Muharram, serta selepas shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

Nganggung sering disebut juga Sepintu Sedulang karena setiap rumah (sepintu atau satu pintu) membawa satu dulang (sedulang), yaitu wadah kuningan maupun seng yang digunakan untuk mengisi makanan dan kemudian ditutup dengan penutup dulang, yaitu Tudung Saji.

Tradisi di Bangka ini memberikan pemaknaan kekeluargaan yang kokoh di antara masyarakat Melayu dan menjadi sarana untuk mempererat silaturrahmi.

Rangkaian acara nganggung biasanya diisi dengan doa-doa maupun ceramah agama yang temanya disesuaikan dengan momen hari pelaksanaan.

Baca Juga: Presiden Palestina Sebut Negara Arab Ingkari Hak Rakyat Palestina Soal Israel

  1. Barik’an

Barik’an merupakan tradisi yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah Swt atas semua nikmat yang tercurah kepada semua masyarakat

Barik’an merupakan tradisi makan bersama yang dilakukan di tempat terbuka oleh masyarakat Jawa Timur, selain menyambut tahun Baru Hijriyah Barik’an juga mengandung maksud mengakrabkan dan membina perasaan bersatu (guyup), tumpeng (nasi) dibagi dalam wadah daun pisang kemudian untuk dimakan bersama sama.

Semoga bermanfaat.**

 

Editor: Emis Suhendi

Tags

Terkini

Terpopuler