Dikenal sebagai Hari Sial, Apa Hukum Tradisi Rebo Wekasan? Berikut Penjelasannya

13 Oktober 2020, 21:30 WIB
Ilustrasi - Perbanyak amalam di rumah saat Rebo Wekasan tidak keluar rumah /Pexels


MANTRA SUKABUMI - Rebo Wekasan adalah tradisi ritual yang dilaksanakan rutin pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Dan yang lebih mengejutkannya, ternyata Rebo Wekasan merupakan hari jatuhnya berbagai macam balak.

Balak tersebut dipercaya menjadi suatu musibah yang akan menimpa seluruh manusia dalam tradisi Jawa, Sunda dan Madura.

Baca Juga: 6 Bahaya Konsumsi Daun Kelor, Bisa Akibatkan Diare Hingga Perlambat Detak Jantung

Baca Juga: Hubungan Panas Lagi, AS Kirim 60 Pesawat Mata-mata ke Dekat Wilayah China


Oleh sebab itu hari tersebut menjadi hari yang terberat di sepanjang tahun.

Maka barang siapa yang melakukan shalat 4 rakaat (nawafil, sunnah), di mana setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kautsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali;

lalu setelah salam membaca doa, maka Allah dengan kemurahan-Nya akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.

Namun apakah hukum tradisi Rebo wekasan dalam Islam?

Berikut mantrasukabumi rangkum dari berbagai sumber

Ada beberapa ulama yang pendapat tentang hukum tradisi ini: Mubah, Sunnah, dan Bid’ah atau dilarang, Haram.

Baca Juga: Ternyata 2 Dosa Ini Akan Langsung Allah SWT Balas di Dunia, Hati-hati Jangan Sampai Melakukannya

Ada yang berpendapat haram karena mendasarkan pada beberapa argumen dan beberapa ritual yang dikerjakan didalam Rebo Wekasan.

Pertama, disebut Bid'ah karena pada dasanya Rasulullah SAW tidak mengajarkan Shalat Talak Balak pada hari itu.

Ini adalah fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta’ di Saudi dan diikuti oleh Markaz Al-Fatwa di Qatar dan menambah bahwa bacaan-bacaan doa yang khusus di hari itu juga Bid’ah, tidak ada dalam Hadits.

Kedua, Rasullullah pernah bersabda, "لا طيرة "، tidak ada pertanda buruk/kesialan/pesimisme. berdasarkan bahwa merasa naas dengan hari Rabu dan bulan Shafar itu itu sudah ada sejak zaman Jahiliyah dan telah dihapus oleh Islam.

Hadist Sahih, HR. Muslim. Dan Hadits, "لا صفر"، tidak ada naas di bulan Safar. Terjemah ini adalah yang kuat dari beberapa pendapat terjemahan yang ada.

Baca Juga: Asing Terdengar, Ternyata Buah Takokak Miliki 8 Manfaat untuk Kesehatan, Atasi Anemia hingga Kanker

Ketiga, Haditsyang menyatakan bahwa hari Rabu terakhir bulan Safar adalah hari naas (berbunyi, يوم الأربعاء يوم نحس مستمر) sangat lemah atau bahkan Maudlu’, palsu, menurut Ibn al-Jauzi dan diikuti oleh Syaikh Al-Albani.

Lebih jauh, ada yang berpendapat bahwa tradisi Rebo Wekasan adalah Mubah, yaitu boleh dilakukan boleh tidak, mengatakan bahwa memang kabar adanya balak (bencana/naas) di Rebo Wekasan itu tidak ada di Hadits.

Namun, dari ulama-ulama ‘Arifin, dekat dengan Allah. Diantara yang dikutip adalah ucapan Baba Farid (w. 1266 M, di Punjab India) Mursyid tarekat Chisti.

Baca Juga: Sayangi Orang Tua dan Amalkan Doa Berikut Ini, Lengkap Bacaan Arab dan Latin Hingga Artinya

Dan menurut pendapat ini percaya pada ilham orang sholeh itu boleh asal tidak disandaran pada Nabi dan tidak bertentangan dengan Syariat. Seperti masalah balak di Rebo ini.

Buya Yahya yang merupakan dai dari Cirebon berpendapat bahwa bagi yang tidak percaya juga boleh asal tidak menghina orang sholeh tadi.**

Editor: Emis Suhendi

Tags

Terkini

Terpopuler