Dikenal sebagai Hari Sial, Apa Hukum Tradisi Rebo Wekasan? Berikut Penjelasannya

- 13 Oktober 2020, 21:30 WIB
Ilustrasi - Perbanyak amalam di rumah saat Rebo Wekasan tidak keluar rumah
Ilustrasi - Perbanyak amalam di rumah saat Rebo Wekasan tidak keluar rumah /Pexels

Ada beberapa ulama yang pendapat tentang hukum tradisi ini: Mubah, Sunnah, dan Bid’ah atau dilarang, Haram.

Baca Juga: Ternyata 2 Dosa Ini Akan Langsung Allah SWT Balas di Dunia, Hati-hati Jangan Sampai Melakukannya

Ada yang berpendapat haram karena mendasarkan pada beberapa argumen dan beberapa ritual yang dikerjakan didalam Rebo Wekasan.

Pertama, disebut Bid'ah karena pada dasanya Rasulullah SAW tidak mengajarkan Shalat Talak Balak pada hari itu.

Ini adalah fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta’ di Saudi dan diikuti oleh Markaz Al-Fatwa di Qatar dan menambah bahwa bacaan-bacaan doa yang khusus di hari itu juga Bid’ah, tidak ada dalam Hadits.

Kedua, Rasullullah pernah bersabda, "لا طيرة "، tidak ada pertanda buruk/kesialan/pesimisme. berdasarkan bahwa merasa naas dengan hari Rabu dan bulan Shafar itu itu sudah ada sejak zaman Jahiliyah dan telah dihapus oleh Islam.

Hadist Sahih, HR. Muslim. Dan Hadits, "لا صفر"، tidak ada naas di bulan Safar. Terjemah ini adalah yang kuat dari beberapa pendapat terjemahan yang ada.

Baca Juga: Asing Terdengar, Ternyata Buah Takokak Miliki 8 Manfaat untuk Kesehatan, Atasi Anemia hingga Kanker

Ketiga, Haditsyang menyatakan bahwa hari Rabu terakhir bulan Safar adalah hari naas (berbunyi, يوم الأربعاء يوم نحس مستمر) sangat lemah atau bahkan Maudlu’, palsu, menurut Ibn al-Jauzi dan diikuti oleh Syaikh Al-Albani.

Lebih jauh, ada yang berpendapat bahwa tradisi Rebo Wekasan adalah Mubah, yaitu boleh dilakukan boleh tidak, mengatakan bahwa memang kabar adanya balak (bencana/naas) di Rebo Wekasan itu tidak ada di Hadits.

Halaman:

Editor: Emis Suhendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x