Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Syekh Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad menjelaskan:
هَمُّ الدُّنْيَا بِظُلْمِ القَلْبِ وَهَمُّ الآخِرَةِ بِنُوْرِ القَلْبِ
“Sedih karena urusan dunia maka hati menjadi gelap dan sedih karena akhirat maka hati menjadi terang.”
Kesedihan akan keterpurukan sandang, pangan, papan, dan pasangan, bila tak disikapi dengan ikhtiar, syukur, sabar, qana’ah dan tawakal hanya akan membuat hati semakin gundah gulana. Hati menjadi gelap dan bisa terjerembab dalam perbuatan maksiat.
Terbukti, di tengah pandemi ini banyak kriminalitas seperti pencurian, penipuan, penjambretan bahkan KDRT juga semakin meningkat tajam.
Namun sebaliknya, kesedihan karena perkara-perkara ukhrawi akan menjadi hati semakin bening, bercahaya dan memancarkan pesona perilaku yang mulia.
Hingga, pandemi dipahami sebagai media ujian sekaligus peringatan bagi setiap hamba. Ia sibuk memikirkan bagaimana cara meningkatkan ibadah, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Seseorang yang sedih memikirkan akhirat akan mendorong dirinya untuk tadzkiratul maut (mengingat mati), menyempurnakan shalat, memperbanyak puasa, memantapkan dzikir dan memperbanyak sedekah, serta memperkaya doa apa saja, khususnya doa dan shalawat hadapi wabah Covid – 19.
Baca Juga: Tanishq Cabut Iklan yang Menampilkan Perayaan Upacara Baby Shower Tradisional Hindu
Tafsir terhadap ayat-ayat tentang hazan (kesedihan) mengungkap bahwa sebab-sebab bersedih itu antara lain: (1) karena jauh dari Allah (2) dosa kemaksiatan (3) dan tidak mampu berbuat kebaikan.