Bawaslu Sebut Revisi UU Pemilu Harus Perkuat Sistem Ketatanegaraan yang Demokratis

31 Januari 2021, 19:14 WIB
Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja /Bawaslu/

MANTRA SUKABUMI - Pada hari Minggu, 31 Januari 2021, acara Urgensi Pembahasan RUU Pemilu yang digelar secara virtual.

Dalam acara tersebut, anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja memberikan keterangan bahwa Revisi Undang-Undang (UU) Pemilu lebih cenderung pada kepentingan politik parlemen.

Adapun, Revisi UU Pemilu kurang membahas secara serius hal-hal penting untuk semangat memperbaiki kebutuhan substansial serta meningkatkan kualitas pemilu dan sistem ketatanegaraan yang demokratis.

Baca Juga: Brand Lokal Favorit Masyarakat Kini Hadir Jadi Merchant Baru ShopeePay

Baca Juga: Lanjutkan BLT BPJS Ketenagakerjaan, Kemnaker Angkat Bicara Soal Sisa Anggaran yang Dikembalikan Ke Kas Negara

“UU Pemilu yang dibentuk cenderung kristalisasi kepentingan politik parlemen dibandingkan untuk kebutuhan substansial, memperkuat sistem pemerintahan dan sistem ketatanegaraan yang demokratis,” kata Bagja. Seperti dikutip mantrasukabumi.com dari infopublik.id, 31 Januari 2021.

Dalam revisi UU Pemilu, umumnya lebih membahas parlementary threshold (PT), presidensial threshold, dan persoalan dapil.

Termasuk, perdebatan tentang sistem pemilu apakah terbuka atau tertutup karena ditemukan beberapa kegagalan dari sistem pemilu terbuka.

Hal-hal substansial dari revisi UU Pemilu, seperti penegakan hukum pemilu, kata Bagja, kadang dibahas terakhir dan ditempatkan terakhir.

Baca Juga: Unggah Foto Bersama Lesti Kejora, Rizky Billar Singgung Perutnya: Makin Membelendung Keluar

“Isu penegakan hukum selalu terakhir, kemudian di tempat terakhir dan dibahas terakhir. UU Pemilu didominasi oleh seperti tadi, dapil, PT, sistem terbuka atau tertutup sehingga kemduian bagaimana penegakan hukum itu terjadi yang simultan dan komprehensif, itu menjadi persoalan,” urainya.

Bagja menambahkan, UU Pemilu juga cenderung bersifat eksperimen sehingga sistem pemilu rentan berubah.

Perubahan ini tentu menjadi permasalahan tersendiri kerena akan berdampak pada teknis penyelenggaraan Pemilu.

“UU Pemilu kita cenderung bersifat eksperimen, sistem sehingga rentan selalu berubah. Memang kemungkinan perubahan itu tiap lima tahun sekali,” tuturnya.

Baca Juga: Cek Status Penerima BPUM dan Pencairan BLT UMKM Rp2,4 Juta, Segera Login eform.bri.co.id/bpum

Sebelumnya, DPR RI tengah menyusun draf revisi undang-undang tentang Pemilu. Draf tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional DPR 2021. RUU Pemilu di antaranya membahas soal ambang batas parlemen dan ambang batas presiden.

RUU Pemilu tetap mencantumkan ambang batas presiden sebesar 20 persen. Angka ini tidak berubah dari ketentuan Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Kemudian, ada ambang batas parlemen sebesar 5 persen.***

Editor: Robi Maulana

Sumber: infopublik.id

Tags

Terkini

Terpopuler