Raja Angling Dharma Muncul di Pandenglang, Harapan Dedi Mulyadi: Asal Rajanya Bisa Bangun Keadilan

28 September 2021, 09:00 WIB
Raja Angling Dharma Muncul di Pandenglang, Harapan Dedi Mulyadi: Asal Rajanya Bisa Bangun Keadilan /Tangkap layar Youtube Dedi Mulyadi

MANTRA SUKABUMI - Dunia maya kembali dihebohkan dengan kemunculan Raja Angling Dharma di Desa Pandat, Kecamatan Mandalawangi, Pandeglang.

Raja Angling Dharma membangun puluhan rumah dan memiliki tempat yang disebut rumah Angling Dharma.

Bangunan Rumah bercat putih dengan luas gapura setinggi sekitar empat meter tertulis "Indonesia Aman Tentram Gemah Ripah Loh Jinawi" dan di halaman utama berkibar bendera Merah Putih.

Baca Juga: Shopee Gandeng Bintang Internasional Jackie Chan dan Joe Taslim di Iklan Shopee 9.9 Terbaru

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dedi Mulyadi ikut memberi tanggapan dan menaruh harapan pada Raja Angling Dharma.

Dedi Mulyadi berharap dengan munculnya Raja Angling Dharma bisa membantu kebutuhan warga miskin tanpa dipungut biaya sepeserpun.

"Hari ini kan ramai tuh cerita tentang Kerajaan Angling Darma di Pandeglang ramai jadi kontroversi, banyak orang yang bertanya sama saya kata Kang Dedi gimana sih," ujar Dedi Mulyadi seperti dilihat mantrasukabumi.com dari Youtube Kang Dedi Mulyadi pada Selasa, 28 September 2021.

Hal tersebut disampaikan Dedi Mulyadi dalam sebuah video yang diunggah di kanal Youtube miliknya pada Senin, 27 September 2021.

Baca Juga: Kisah Dedi Mulyadi yang Sering Disebut Lebe atau Amil Karena Sering Adzan dan Ceramah Saat Sekolah

Kemudian Dedi Mulyadi menyebutkan bahwa Raja Angling Dharma berarti cerita tentang sebuah kerajaan yang luar biasa membangun kemakmuran, sebab fungsinya dari kerajaan adalah membangun.

Dedi Mulyadi juga mengatakan jika seseorang mengaku sebagai raja hal itu tidak menjadi masalah, sebab tidak berkaitan dengan administrasi seperti sarjana.

"Terus kemudian kalau seorang mengaku raja boleh nggak? ya silakan saja orang aku apapun boleh kan yang tidak boleh tuh mengaku sarjana tapi tanpa sertifikat, sebab sarjana itu lahir dari perguruan tinggi harus kuliah harus ada bukti otentik dia kuliahnya harus ada sertifikatnya ijazahnya," beber Dedi Mulyadi.

"Kalau dulu harus bikin skripsi harus bikin kasih harus bikin disertasi dulu ya itu saha dan itu menjadi persyaratan dari berbagai kegiatan pemerintahan yang berbasis administrasi," sambung Dedi Mulyadi.

Sementara itu lanjut Dedi Mulyadi, raja-raja tidak ada Surat Keputusan (SK) jika ingin mendirikan, kecuali jika seperti Kerajaan Kesultanan Cirebon atau Kerajaan di Jogjakarta.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Angkat Bicara Soal Kerajaan Angling Dharma di Pandeglang: Selama Tidak Langgar Hukum Sah Saja

"Itu kan memang sudah secara formal diakui dan secara administatif kan harus ada otentik administratif pengakuannya di wilayah kerajaannya atau kesultanannya.

"Kalau mendeklarasikan diri jadi Raja boleh gak? boleh kenapa sih, apa yang dilarang, yang kemarin di hukum itu kalau ada perbuatan pidananya memungut iuran, iuran kemudian uang iurannya digunakan untuk kepentingan pribadi," jelas Dedi Mulyadi.

Hal itulah menurut Dedi Mulyadi yang tidak boleh. Sebab baginya seorang Raja itu tidak boleh memungut, namun mendermakan diri.

Dedi Mulyadi bahkan dengan tegas mengatakan jika ada orang yang mengaku raja namun memungut, mereka sejatinya adalah preman.

"Jadi kalau di kerajaan Angling Dharma yang ada di Pandeglang Ini misalnya rajanya tiap hari bangun rumah rakyat miskin ya bagus, setiap hari membantu anak-anak yatim ya bagus," lanjut Dedi Mulyadi.

"Setiap hari ngurus janda-janda tua, ngurus janda muda juga boleh asal jangan bertengkar, istrinya 4 juga boleh silakan aja itu hak setiap orang yang penting kan urusan pribadi mereka yang penting diantara istrinya melaporkan ke polisi," sambungnya.

Bagi Dedi Mulyadi, jika negara tidak dirugikan oleh kerajaan itu, maka hal itu tidak apa-apa. Bahkan baginya berarti Raja itu membantu negara.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Temui Warga yang Rumahnya Digusur: Solusinya akan Saya Cari

"Di desanya Raja bangunin jalan biaya sendiri, top. Di desanya Raja bangunin rumah-rumah rakyat miskin biaya sendiri, top. Di desanya Raja menyekolahkan anak-anak yatim biaya sendiri, top ini hebat," kata Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi juga menyampaikan harapan dengan munculnya kerajaan-kerajaan akhir-akhir ini di berbagai daerah.

"Harapan saya kalau di setiap desa itu ada raja, rajanya membangun keadilan bagi lingkungannya menyelesaikan berbagai problem sosial, punya rumah yang tertata memiliki arsitektur yang keren sehingga bisa menjadi kunjungan banyak orang untuk berwisata, kemudian menata kampungnya dengan desain arsitektur yang khas kerajaan,"

"Kemudian dibangun rumah-rumah pertemuan warganya, pertemuan pemimpin biasanya dibuat dalam desain arsitektur yang keren yang memadai, top,"

"Bayangin kalau di seluruh Indonesia misalnya ada 5000 desa, di setiap desa ada tokoh-tokoh kuat yang membangun kemakmuran bagi rakyatnya, di desanya tak ada lagi kemiskinan, di desanya semuanya terterangi listrik, raja yang biayain,"

"Si desanya anak-anak orang miskin dan anak yatim pada sekolah, di desanya janda-janda tua tiap hari mendapat beras mendapat panganan yang memadai, di desanya rukun tidak ada konflik, di desanya tidak ada lagi orang yang bertengkar karena rebutan air di sawah saya pikir begini cepat maju," beber Dedi Mulyadi.

Yang penting menurut Dedi Mulyadi, rajanya tidak hanya ngomong saja. Karenanya bagi Dedi Mulyadi, Kerajaan Angling Dharma tidak menjadi masalah.

"Dipersilahkan aja mangga, selama tidak melanggar hukum, selama tidak ada undang-undang yang ditabrak

Bagi mantan Bupati Purwakarta itu, kekuatan kerajaan merupakan kultur, pengakuan. Raja itu adalah pengakuan dari warga setiap desa setiap daerah.

"Pasti ada orang yang diakui oleh warganya sebagai tokoh kemudian keberadaannya memberikan manfaat bagi lingkungan masyarakatnya, kehadirannya menguatkan desa, kehadirannya membuat desa ini seperti ada penunggunya, seperti hutan ada harimau,"

"Bukan yang terbalik, ada tokoh yang kerjanya ngutip, ada tokoh tapi kerjanya membagi tapi merusak dulu, ambil batunya dulu, ambil pasirnya dulu, barang yang bernilai di desa itu dieksploitasi baru dibangun dibagi sedikit-sedikit yang gedenya diambil yang sedikitnya dibagi itu lihat yang di depan umum mah saya nggak suka aja ya," pungkasnya.***

Editor: Ajeng R H

Sumber: Youtube Kang Dedi Mulyadi

Tags

Terkini

Terpopuler