Gejala Baru Covid-19, Dokter RSA UGM Sebut Delirium: Serang Sistem Saraf pada Pasien Lansia

- 17 Desember 2020, 18:42 WIB
Petugas medis melakukan tes usap COVID-19 di Malaysia. (Foto: AP
Petugas medis melakukan tes usap COVID-19 di Malaysia. (Foto: AP /

MANTRA SUKABUMI – Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM), dr. Fajar Maskuri, Sp.S., M.Sc., mengatakan Delirium merupakan gangguan sistem saraf pusat berupa gangguan kognitif dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan.

Dokter Fajar sebut Delirium, kondisi ini terjadi akibat disfungsi otak pada beberapa pasien Covid-19. Penyakit ini diklaim banyak ditemukan pada pasien Covid-19 di usia lanjut atau lansia.

Dokter Fajar menyampaikan terdapat sejumlah gejala delirium. Salah satunya adalah kebingungan pada pasien Covid-19. Lalu, disorientasi, bicara mengigau, sulit konsentrasi/kurang fokus, gelisah, serta halusinasi.

Baca Juga: Pertajam Skill, Maksimalkan Hasil: ShopeePay Bagikan Kiat Cerdas Skill Fotografi Agar Makin Cuan

Baca Juga: Jelang Demo PA 212 ke Istana, Faizal Assegaf: Tolong Luhut Ketemu dengan Penguasa DKI

“Gejala-gejala itu munculnya fluktuatif dan biasanya berkembang cepat dalam beberapa jam atau beberapa hari,” jelas Dokter Fajar saat dihubungi Kamis, 17 Desember 2020, sebagaimana dikutip mantrasukabumi.com dari laman ugm.ac.id.

Adapun penyebab delirium pada pasien Covid-19 disebutkan Dokter Fajar karena multifaktor. Salah satunya kurangnya oksigen dalam tubuh atau hipoksia. Berikutnya, adanya penyakit sistemik dan inflamasi sistemik, gangguan sistem pembekuan darah yang terlalu aktif (koagulopati), dan infeksi virus Covid-19 langsung ke saraf.

Lalu, mekanisme autoimun pasca infeksi dan endoteliitis turut berpengaruh terhadap munculnya delirium pada pasien, namun dengan intensitas lebih jarang dibandingkan mekanisme yang lain.

Lalu, seberapa sering delirium muncul pada pasien Covid-19? Dokter Fajar menjelaskan bahwa gangguan neurologis dapat terjadi pada sekitar 42.2 persen pasien Covid-19. Sementara manifestasi gangguan neurologis tersering pada pasien Covid-19 adalah nyeri otot (44.8 persen), nyeri kepala (37.7 persen), delirium (31.8 persen), dizziness (29,7 persen).

“Secara umum, delirium dialami pada 13-19 persen pasien Covid-19,” terang Dokter Fajar.

Baca Juga: Ridwan Kamil dan Mahfud MD Saling Serang di Twitter, Ferdinand: Ridwan Kamil Sesat Pemahaman

Lebih lanjut Dokter RSA UGM itu menjelaskan, Delirium ini rentan terjadi pada orang lanjut usia (lansia) atau di atas 65 tahun, terutama pada lansia yang lebih lemah.

Terdapat beberapa kondisi lain yang menyerupai delirium Covid-19 pada lansia.

Beberapa di antaranya Delirium akibat gangguan kognitif yang bersifat fluktuatif seperti yang terjadi pada ensefalopati uremikum serta gangguan kognitif yang bersifat terus-menerus seperti pada demensia.

Walau Delirium banyak dijumpai pada pasien Covid-19 lansia, bukan berarti pasien dengan usia muda tidak bisa terkena delirium. Ditemukannya delirium pada pasien Covid-19 usia muda menandakan adanya ensefalopati akibat gangguan pernafasan yang berat.

Selain itu, Delirium juga dapat terjadi pada pasien-pasien yang mendapat obat-obatan psikotropika karena kondisi penyakit tertentu. Oleh sebab itu, peran keluarga sangat penting untuk memberikan informasi tentang riwayat penyakit dan obat-obatan yang dikonsumsi pasien kepada petugas medis saat pasien dirawat.

Delirium pada pasien Covid-19 disebutkan Dokter Fajar berhubungan dengan kegagalan sistem multi-organ. Karenanya pasien Covid-19 dengan gejala berat berisiko empat kali lipat mengalami Delirium.

Baca Juga: Tiba-tiba Fadli Zon Ucapkan Kabar Duka Ini: Turut Berduka Cita

“Delirium pada Covid-19 berhubungan dengan pemanjangan masa rawat inap (length of stay) hingga 3x lipat,”ucap Dokter RSA UGM itu.

Dalam jangka panjang Delirium berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih buruk pada pasien-pasien Covid-19 yang dirawat. Sebab, pasien membutuhkan pemantauan jangka panjang untuk menilai beban akibat delirium yang sebenarnya.

Sementara pada beberapa pasien Covid-19 dengan gejala ringan yang tidak membutuhkan rawat inap dilaporkan mengalami gangguan konsentrasi yang terus-menerus dan penurunan memori jangka pendek (‘brain fog’).

Oleh sebab itu, evaluasi sistem saraf dan kognitif menjadi penting untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut serta untuk menentukan terapi rehabilitasi yang dibutuhkan pasien.

“Karenanya kenali dan waspadai Delirium yang dapat menjadi gejala awal Covid-19. Segera periksakan ke pusat pelayanan kesehatan terdekat bila ada keluarga yang dicurigai mengalami kondisi Delirium,” tegas Dokter RSA UGM, Fajar Maskuri. ***

Editor: Encep Faiz

Sumber: UGM


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah