MANTRA SUKABUMI – Ekonom senior Rizal Ramli menganggap bahwa sistem kepartaian yang bersifat nepotis, feodal dan terkesan milik keluarga harus diubah.
Menanggapi hal itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan perlu dilakukan penataan terpadu pada sistem Pemilu dan kepartaian.
Namun, Jimly Asshiddiqie menyayangkan karena Rancangan Undang-Undang Pemilu batal dibahas, karena dianggap bukan untuk jangka panjang.
Baca Juga: Pangdam IX Udayana dan Shopee Indonesia Bantu Tuntaskan Krisis Air Bersih di NTT
Baca Juga: Kisruh Partai Demokrat, Polri Siap Turun Tangan Antisipasi Terkait Gangguan ini
Rizal Ramli menilai bahwa sejak dulu demokratisasi yang diperjuangkan adalah dalam konteks bernegara, yakni eksekutif, legislatif dan judikatif, serta masyarakat.
Akan tetapi, dirinya menilai bahwa demokratisasi internal partai yang terkesan milik keluarga dan tidak demokratis sering dilupakan.
“Sejak dulu kita memperjuangkan demokratisasi dalam konteks negara (eksekutif, legislatif, judikatif) dan masyarakat,” ujar Rizal Ramli, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari cuitan di akun Twitter @RamliRizal pada Senin, 08 Maret 2021.
Rizal Ramli menganggap, perlu dilakukan perubahan pada demokratisasi internal partai, yang dirinya nilai sebagai nepotis, feodal dan tidak demokratis, serta terkesan milik keluarga.
“Tapi kita lupa memperjuangkan demokratisasi internal partai, yang nepotis, feodal, dan tidak demokratis, milik keluarga. Itu harus diubah,” jelas Rizal Ramli.
"Sejak dulu kita memperjuangkan demokratisasi dalam konteks Negara (eksekutif, legislatif & judikatif) dan masyakat. Tapi kita lupa memperjuangkan demokratisasi internal partai, yg nepotis, feudal, dan tidak demokratis, milik keluaga. Itu harus diubah,” https://t.co/SiZJ2xDqP3— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) March 8, 2021
Baca Juga: Anggota DPR RI: Pak Moeldoko, Saya Lihat Video Kader Demokrat yang Diiming-imingi Uang Ratusan Juta
Pernyataan Rizal Ramli tersebut ditanggapi oleh Jimly Asshiddiqie, yang menilai bahwa perlu dilakukan penataan terpadu pada sistem Pemilu dan kepartaian.
Penataan tersebut, Jimly Asshiddiqie adalah dengan merevisi Undang-Undang dengan metode Omnibus, demi membuat pelembagaan politik menjadi lebih modern.
“Makanya diperlukan penataan terpadu sistem pemilu dan kepartaian dengan revisi UU, dengan metode omnibus untuk modernisasi pelembagaan politik,” kata Jimly Asshiddiqie, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari cuitan di akun Twitter @JimlyAs pada Senin, 08 Maret 2021.
Makanya diperlukan penataan terpadu sistem pemilu & kepartaian dg revisi UU dg metode omnibus utk modernisasi pelembagaan politik. Sayang RUU Pemilu tdk jadi dibahas karena yg dipikir bukan utk jngka panjang tp sekedar kepentingan masing2 menuju pemilu 2024. https://t.co/0r69UvBW2P— Jimly Asshiddiqie (@JimlyAs) March 8, 2021
Akan tetapi, Jimly Asshiddiqie menyayangkan bahwa Rancangan Undang-Undang Pemilu yang sempat ia gagas bersama rekan-rekannya, termasuk Rizal Ramli, batal dibahas.
Menurutnya, RUU tersebut batal dibahas sebab dirinya menilai bahwa yang dipikirkan oleh Pemerintah bukanlah untuk jangka panjang, namun untuk sekedar kepentingan masing-masing menjelang Pemilu 2024.
Baca Juga: Kisruh Partai Demokrat, Polri Siap Turun Tangan Antisipasi Terkait Gangguan ini
“Sayang RUU Pemilu tidak jadi dibahas karena yang dipikir bukan untuk jngka panjang tapi sekedar kepentingan masing-masing menuju Pemilu 2024,” tandasnya.
Mengenai RUU Pemilu, sebelumnya Rizal Ramli sempat memberikan pernyataannya terkait gugatannya soal ambang batas presiden atau presidential threshold yang kerap ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Rizal Ramli mengatakan bahwa sebab MK menolak gugatannya adalah, dirinya menilai pihak MK ‘takut berat’ terhadap gugatan yang diajukan olehnya.
Menurut Rizal Ramli, jika sampai terjadi perdebatan dalam persidangan tuntutan presidential threshold, dirinya yakin argumen-argumen dari Hakim Konstitusi tidak akan memadai.
Rizal Ramli menyampaikan pendapatnya tersebut pada diskusi bersama wartawan senior Karni Ilyas, dalam video yang diunggah di kanal YouTube Karni Ilyas Club.
“Yang menuntut threshold atau ambang batas 20 persen itu, sudah ada 11 kali diproses. Ada yang dikabulkan, ada yang tidak dikabulkan,” ujar Rizal Ramli, seperti dilihat mantrasukabumi.com dari video di kanal YouTube Karni Ilyas Club.
Lihat postingan ini di Instagram