Gus Yaqut Minta Acara Kemenag Diisi Doa Semua Agama, Indra Kusumah: Toleransi Bukan Sinkretisme, Gus

- 8 April 2021, 15:54 WIB
Menteri Agama Gus Yaqut mengecam aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral pagi hari ini, Minggu 28 Maret 2021.
Menteri Agama Gus Yaqut mengecam aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral pagi hari ini, Minggu 28 Maret 2021. /Kemenag RI

MANTRA SUKABUMI – Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas meminta agar setiap acara di Kementerian Agama (Kemenag) diisi dengan doa semua agama.

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu meminta agar setiap kegiatan di Kementerian Agama tak hanya diisi doa dari agama Islam saja, namun juga memberi kesempatan dari agama lain untuk ikut serta menyampaikan doa.

Pernyataan itu disampaikan oleh Gus Yaqut dalam pembukaan kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kemenag yang digelar pada Senin, 5 Maret 2021 kemarin.

Baca Juga: Pangdam IX Udayana dan Shopee Indonesia Bantu Tuntaskan Krisis Air Bersih di NTT

Baca Juga: Tidak Pernah Shalat Tapi Rasulullah Jamin Masuk Surga, Simak Penjelasannya agar Tidak Sesat

"Pagi hari ini saya senang Rakernas dimulai dengan pembacaan ayat suci Alquran. Ini memberikan pencerahan sekaligus penyegaran untuk kita semua. Tapi akan lebih indah kalau doanya diberikan kesempatan semua agama untuk memberikan doa," ujar Gus Yaqut, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari Antara News pada Kamis, 08 April 2021.

Menurut Gus Yaqut, doa dari semua agama tersebut perlu dilakukan agar kegiatan di Kemenag tidak terkesan seperti kegiatan organisasi masyarakat (ormas) Islam.

"Jadi jangan ini kesannya kita ini sedang rapat Ormas kegiatan agama, Ormas Islam Kementerian Agama. Kita sedang melakukan Rakernas Kementerian Agama yang di dalamnya bukan hanya urusan agama Islam saja," lanjutnya.

Menurut Gus Yaqut, lebih baik jika semua agama sama-sama menyampaikan doanya, sebab menurutnya Kementerian Agama tidak hanya melayani agama Islam saja, namun semua agama di Indonesia.

"Jadikan lebih enak dilihat jika semua agama yang menjadi urusan sama-sama menyampaikan doanya. Ini otokritik, jangan sampai muncul paradoks,” tegas Gus Yaqut.

Baca Juga: Guru Besar UI: Saat Negara Sulit, yang Dibutuhkan adalah Tim Pembohong dan Tukang KLB Partai

“Jadi kita ingin kementerian ini melayani semua agama, tetapi dalam perilaku kita tidak mencerminkan itu," tambahnya.

Menanggapi pernyataan Menteri Agama tersebut, pengamat politik Indra Kusumah menyebut bahwa ada kemungkinan jika permintaan doa semua agama yang disampaikan Gus Yaqut merupakan kategori sinkretisme, atau mencampur adukkan satu agama dengan lainnya.

Menurut Indra Kusumah, tidak boleh ada paksaan untuk membaca doa dari agama yang tidak dianut seseorang.

Dirinya juga mengatakan jika setiap orang seharusnya cukup membaca doa sesuai dengan ajaran agama yang dianut oleh orang tersebut.

“Setiap orang cukup membaca doa sesuai ajaran agamanya saja, tidak boleh dipaksa membaca doa dari ajaran agama yang tidak dianutnya,” kata Indra Kusumah, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari blog.pks.id.

Selain itu, dirinya juga mengatakan bahwa ada kemungkinan lain, bahwa pelaksanaan doa semua agama tersebut akan memakan lebih banyak waktu dan anggaran.

“Waktu untuk pembacaan doa akan enam kali lebih lama, dan Kemenag setiap acara berarti harus menyiapkan enam anggaran untuk pembaca doa,” katanya.

Baca Juga: Waspada, Tak Hanya Picu Bau Badan, Jarang Mandi Ternyata Bisa Timbulkan 6 Bahaya ini Untuk Kesehatan

Menurut Indra Kusumah, masalah lain bisa muncul jika dalam acara Kemenag hanya dihadiri oleh satu atau dua perwakilan agama, sementara yang harus dibacakan adalah doa dari semua agama yang diakui di Indonesia.

“Masa harus cari orang hanya untuk pembaca doa padahal pesertanya tidak ada dari agama tersebut?” ujarnya.

Menurutnya, yang sudah berlangsung selama ini di Indonesia sudah sudah cukup, yakni pembacaan doa dilakukan oleh satu orang sesuai agama mayoritas yang hadir. Sementara itu, peserta acara lain menyesuaikan berdoa sesuai agama masing-masing.

“Misalkan di Jawa Barat pembacaan doa biasanya oleh muslim, di Sulawesi Utara biasanya oleh Kristiani dan di Bali oleh pemuka agama Hindu,” jelasnya.

“Peserta dari agama lain menyesuaikan berdoa sesuai ajaran agamanya,” lanjutnya.

Dirinya lantas menyebut hal itu sebagai toleransi, dan bisa saling menghormati tanpa mencampuradukkan beberapa ajaran menjadi satu agama.

“Itu toleransi. Semua saling menghormati tanpa harus mencampuradukan ajaran satu agama dengan agama lain,” jelasnya.

“So, toleransi itu bukan sinkretisme, Gus Yaqut!” tandasnya.***

Editor: Robi Maulana

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x