Najwa Shihab Ungkap Sosok Bung Hatta yang Ingin Sepatu Bally, Namun hingga Wafat Tak Pernah Terbeli

- 13 Agustus 2021, 06:36 WIB
Najwa Shihab Ungkap Sosok Bung Hatta yang Ingin Sepatu Bally, Namun Hingga Wafat Tak Pernah Terbeli
Najwa Shihab Ungkap Sosok Bung Hatta yang Ingin Sepatu Bally, Namun Hingga Wafat Tak Pernah Terbeli /Twitter/@MataNajwa

MANTRA SUKABUMI - Putri ahli tafsir Indonesia Quraish Shihab, Najwa Shihab mengungkap sosok Bung Hatta sang proklamator Indonesia bersama Bung Karno.

Dalam catatan yang ia unggah di akun Instagram pribadinya, Najwa Shihab mengungkap pribadi Bung Hatta yang jauh dari kesan memanfaatkan jabatan sebagai Wakil Presiden pertama.

Najwa Bahkan menceritakan kisah Bung Hatta yang ingin membeli sepatu Bally, namun hingga wafat tidak pernah terbeli.

Baca Juga: Sea Group, Shopee dan Garena Sumbangkan 1.000 Tabung Oksigen dan 1 Juta Vaksin untuk Kemenkes

Dikutip mantrasukabumi.com dari unggahan akun Instagram Najwa Shihab, berikut catatan Najwa Shihab untuk sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia.

12 Agustus. Hari lahir Bung Hatta.

Rasanya saya tidak perlu mengulang lagi cerita Bung Hatta dengan sepatu Bally. Sepatu yang sangat diinginkan Bung Hatta, yang iklannya digunting dan disimpan di laci, namun sampai wafatnya tak pernah kesampaian dimiliki.

Bung Hatta naik haji pun dari uang hasil menabung. Hatta pergi haji pada 1952, saat itu ia masih Wakil Presiden.

Bung Karno tentu saja menawarkan fasilitas negara, termasuk pesawat khusus, karena status Hatta sebagai wakil presiden.

Namun Hatta menolak. Uangnya dari mana? Sebagian dari honorarium menulis buku. Mengapa ia menolak? Sebab baginya soal ibadah adalah perkara personal antara manusia dengan Tuhan-nya.

Dan ia ingin menjadi tamu Allah di Mekkah sebagai pribadi, sebagai Hatta, bukan sebagai wakil presiden.

Baca Juga: Tampar Gaya Hidup Politisi, Najwa Shihab Kisahkan Sosok Bung Hatta yang Tolak Berbagai Fasilitas Negara

Kendati kesulitan ekonomi pasca pensiun, namun Hatta menolak menerima berbagai jabatan bergengsi dengan gaji signifikan. Alasannya: ia tak mau mengalami conflict of interest.

Pada 1960an, Bung Hatta mengalami sakit yang cukup serius. Kendati secara politik Bung Hatta adalah pengkritiknya yang paling tajam, namun Bung Karno tetap memperhatikan kesehatan koleganya itu.

Ia mendesak Hatta agar mau berobat ke luar negeri dengan fasilitas negara. Akhirnya Bung Hatta bersedia berobat ke Swedia dengan tanggungan negara.

Sepulangnya dari Eropa, Bung Hatta mengembalikan uang pengobatan dari negara yang masih tersisa.

Mengapa kita patut membicarakan lagi Bung Hatta? karena politik Indonesia kian jauh dari hidup yang sederhana.

Uang jadi prasyarat memenangkan pertarungan, politik berbiaya tinggi yang pelan-pelan menghancurkan.

Baca Juga: Dicecar Najwa Shihab, Ketua DPRD Kota Tangerang Minta Maaf Soal Baju Dinas Luois Vuitton Seharga Rp5 Juta

Korupsi telanjur menggerakkan kehidupan politik, uang negara jadi bancakan yang penuh intrik.

Sangat langka politikus yang hidup apa adanya, asketisme nyaris punah dari kamus pejabat negara. Keugaharian malah rentan dianggap pencitraan, karena kepura-puraan kadung dianggap kewajaran.

Selamat ulang tahun Bung Hatta. Selamanya, engkau akan jadi teladan bagi mereka yang menolak diperbudak harta dan jabatan.***

Editor: Robi Maulana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x