Hasil pengolahan data digunakan sebagai model simulasi numerik tinggi tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa jika terjadi gempa besar.
Jika deformasi GPS yang diamati lebih kecil daripada laju gerak lempeng (defisit slip), area tersebut berpotensi menjadi sumber gempa pada masa mendatang.
Widyantoro menerangkan, pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam studi ini serupa dengan yang digunakan untuk penelitian Palung Nankai di Jepang.
Dengan mengadopsi asumsi ini, area laju gerak lempeng yang tinggi bisa pecah secara terpisah atau bersamaan saat terjadi gempa.
Baca Juga: Hati-hati Jangan Lakukan ini Jika Tidak Mau Ginjal Rusak, Nyawa Taruhannya
Luas zona defisit slip di selatan Jawa Barat setara dengan gempa bumi bermagnitudo 8.9 dengan asumsi periode ulang gempa 400 tahun sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya.
Untuk periode ulang yang sama, zona dengan defisit slip tinggi di bagian timur setara dengan gempa bermagnitudo 8.8.
“Sedangkan jika kedua zona defisit slip tersebut pecah dalam satu kejadian gempa, maka akan dihasilkan gempa dengan kekuatan sebesar Mw 9.1,” kata Widiyantoro.
Untuk memperkirakan potensi bahaya tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, tim melakukan pemodelan tsunami dengan tiga skenario, yaitu pada segmen Jawa bagian barat, segmen Jawa bagian timur, dan segmen gabungan dari Jawa bagian barat dan timur.
Baca Juga: GAWAT, Pakai Masker Bisa Kurangi Asupan Oksigen, Cek Faktanya