Mengapa Disebut Sesar Lembang?, Apa Hubungannya dengan Patahan Lembang dan Gempa Bumi

- 6 Januari 2024, 06:39 WIB
Mengapa Disebut Sesar Lembang?, Apa Hubungannya dengan Patahan Lembang
Mengapa Disebut Sesar Lembang?, Apa Hubungannya dengan Patahan Lembang /Feby Syarifah -DeskJabar/

MANTRA SUKABUMI - Penggunaan istilah "Sesar Lembang" merujuk pada suatu fenomena geologis yang signifikan di wilayah Lembang, Jawa Barat, Indonesia.

Sesar ini menjadi fokus perhatian karena peran pentingnya dalam pemahaman geologi regional dan dampaknya terhadap potensi risiko gempa bumi. Penamaan "Sesar Lembang" tidak hanya mencerminkan lokasinya di sekitar daerah Lembang, tetapi juga mengacu pada keterlibatannya dalam suatu patahan yang dikenal sebagai patahan Lembang.

Sedangkan Patahan Lembang adalah salah satu jenis patahan tektonik yang terbentang di wilayah tersebut, mengalami pergeseran dan deformasi sebagai akibat dari aktivitas tektonik di bawah permukaan bumi. Penelitian dan pemahaman terhadap Sesar Lembang dan patahan Lembang menjadi esensial karena potensi dampak bencana gempa bumi di wilayah tersebut.

Hubungan antara Sesar Lembang dan patahan Lembang menjadi fokus utama studi geologi di daerah ini. Analisis terhadap sifat-sifat patahan, seperti arah pergeseran dan karakteristik deformasi batuan, membantu dalam memahami mekanisme gempa bumi dan merancang strategi mitigasi risiko yang efektif. Keterlibatan Sesar Lembang dalam proses ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman geodinamika regional.

Baca Juga: Apa Sajakah Potensi Bahaya Aktivasi Sesar Lembang? Langkah Antisipasi dan Mitigasi Risiko Berdasarkan BMKG

Studi mengenai Sesar Lembang dan patahan Lembang bukan hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk kepentingan praktis dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi risiko bencana gempa bumi di wilayah tersebut. Dengan pemahaman mendalam tentang karakteristik sesar dan patahan, dapat dikembangkan strategi yang lebih baik untuk melindungi masyarakat dan infrastruktur dari potensi bahaya gempa bumi di masa mendatang.

Sesar Lembang merupakan salah satu sesar aktif yang terdapat di wilayah Indonesia. Sesar adalah retakan atau rekahan di kerak bumi yang menyebabkan pergeseran relatif antara dua blok batuan.

Hubungan antara Sesar Lembang dengan patahan Lembang adalah bahwa Sesar Lembang adalah salah satu jenis patahan yang terdapat di wilayah Lembang. Patahan sendiri adalah suatu bentuk sesar yang terjadi akibat pergerakan tektonik di bawah permukaan bumi.

Sesar Lembang merupakan patahan yang cukup signifikan di wilayah tersebut dan memainkan peran penting dalam geologi regional.

Patahan atau sesar seringkali menjadi sumber gempa bumi karena ketika tekanan yang terakumulasi di sepanjang patahan dilepaskan, dapat menyebabkan pergeseran batuan dan melepaskan energi seismik.

Oleh karena itu, pemahaman tentang lokasi dan karakteristik patahan seperti Sesar Lembang penting untuk mitigasi risiko bencana gempa bumi di wilayah tersebut.

Studi mengenai sesar dan patahan membantu ilmuwan dan ahli geologi dalam memahami potensi risiko gempa bumi serta merancang upaya mitigasi yang lebih baik untuk melindungi masyarakat dan infrastruktur.

Baca Juga: Apa itu Sesar Lembang? Seberapa Bahayakah bagi Masyarakat, Bagaimana Antisipasi Solusi Atasi Potensi Bahaya

Dilansir dari laman BMKG, Sabtu 6 Januari 2024, disebutkan bahwa di wilayah Kota Bandung memang terdapat struktur Sesar Lembang dengan panjang jalur sesar yang mencapai 30 km. Hasil kajian menunjukkan bahwa laju pergeseran Sesar Lembang mencapai 5,0 mm/tahun, sementara itu hasil monitoring BMKG juga menunjukkan adanya beberapa aktivitas seismik dengan kekuatan kecil. Adanya potensi gempabumi di jalur Sesar Lembang dengan magnitudo maksimum M=6,8 merupakan hasil kajian para ahli.

Lebih lanjut BMKG menjelaskan hasil pemodelan peta tingkat guncangan (shakemap) oleh BMKG dengan skenario gempa dengan kekuatan M=6,8 dengan kedalaman hiposenter 10 km di zona Sesar Lembang (garis hitam tebal), menunjukkan bahwa dampak gempa dapat mencapai skala intensitas VII-VIII MMI (setara dengan percepatan tanah maksimum 0,2 - 0,4 g) dengan diskripsi terjadi kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Dinding tembok dapat lepas dari rangka, monument/menara roboh, dan air menjadi keruh. Sementara untuk bangunan sederhana non struktural dapat terjadi kerusakan berat hingga dapat menyebabkan bangunan roboh. Secara umum skala intensitas VII-VIII MMI dapat mengakibatkan terjadinya goncangan sangat kuat dengan kerusakan sedang hingga berat (Gambar di atas).

BMKG menyebut adanya hasil kajian sesar aktif oleh beberapa ahli akhir-akhir ini, maka penting kiranya pemerintah memperhatikan peta rawan bencana sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah. Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun struktur bangunan tahan gempa. Saat ini building code Indonesia mengacu kepada peraturan SNI 1726-2012. Upaya pembaharuan peraturan ini sedang dalam proses melalui Tim Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) yang melibatkan lintas bidang dan lintas sektoral dimana BMKG berperan aktif di dalamnya.***

Editor: Abdullah Mu'min


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah