Atasi Sampah di Musim Buah, Ilmuwan Singapura Berhasil Olah Kulit Durian jadi Sesuatu yang Bermanfaat

26 Maret 2021, 14:00 WIB
Atasi Sampah di Musim Buah, Ilmuwan Singapura Berhasil Olah Kulit Durian jadi Sesuatu yang Bermanfaat./* //*mantrasukabumi.com/Pixabay/ TruthSeeker

 

MANTRA SUKABUMI – Di negara-negara Asia Tenggara, buah durian sudah menjadi makanan populer. Hingga memakannya di musim durian menjadi tren di kalangan pecinta durian.

Dibalik kelezatan daging buah durian dan antusiasnya para pecintanya, buah durian menyisakan sampah berupa kulit durian yang tajam, kasar, dan jumlahnya bisa menggunung.

Ilmuwan Nanyang Technological University (NTU) Singapura berhasil memanfaatkan kulit durian menjadi suatu yang bermanfaat buat kehidupan manusia dan sekaligus mengurangi beban sampah bagi lingkungan.

Baca Juga: Ada Diskon hingga 90% Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay

Baca Juga: Tak Banyak yang Tahu, Ternyata Ibunda Prabowo Subianto adalah Seorang Perawat

Prof Chen, direktur Program Ilmu dan Teknologi Pangan dari NTU, adalah ilmuwan di balik proyek sekam durian. Dia bersama timnya berhasil memanfaatkan kulit durian menjadi bahan kesehatan berupa perban hidrogel antibakteri.

Gel untuk perban yang dibuat oleh ilmuwan Nanyang Technological University, dikembangkan sejalan dengan upaya Singapura menuju nol limbah, hal itu disampaikan oleh Profesor William Chen pada Kamis, 25 Maret 2021.

“Dua belas juta durian dikonsumsi setiap tahun. Tapi kebanyakan kulit duriannya dibuang, Sekam, yang terdiri sekitar 60 persen dari durian, biasanya dibuang dan dibakar, dan menimbulkan masalah lingkungan", kata NTU dalam rilis media setempat, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari laman CNA pada Jumat, 26 Maret 2021.

Perban berupa gel dengan biaya rendah bersifat biodegradable dan tidak beracun, yang berarti memiliki jejak lingkungan yang lebih kecil dibanding perban sintetis konvensional yang mahal dan menyisakan sampah, demikian pihak universitas tersebut menjelaskan.

Prof Chen dan timnya membuat perban dengan mengekstraksi selulosa berkualitas tinggi dari kulit durian. Mereka mengubah sekam menjadi bubuk selulosa melalui proses pemotongan, pengeringan dan penggilingan, sebelum dibersihkan.

Baca Juga: Media Asing Ramai Sorot Kritik Tajam Pemain Bulutangkis Indonesia kepada BWF Usai All England 2021

Ini adalah ‘pengurangan biaya yang signifikan’ dibandingkan dengan metode tradisional yang menggunakan enzim, kata Prof Chen. Metode tradisional biayanya sekitar 27.000 USD (Singapore Dollar) per kg, sedangkan metode Prof Chen biayanya sekitar 120 SD per kg untuk mengekstraksi jumlah selulosa yang sama.

Setelah mengekstraksi selulosa, peneliti menggabungkan ekstrak dengan gliserol - produk sampingan limbah dari industri biodiesel dan sabun - untuk membuat gel lembut. Gel, yang mirip dengan lembaran silikon, dapat dipotong menjadi perban dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Para ilmuwan kemudian menambahkan molekul organik yang dihasilkan dari ragi pembuat roti, membuat perban tersebut mematikan bagi bakteri.

“Perban akan tetap berfungsi dalam kondisi cuaca ekstrim,” tambah Prof Chen.

Prof Chen memperkirakan bahwa ia dapat mengekstrak 200g bubuk sekam dari durian 3 kg, dimana 40g di antaranya adalah selulosa murni. 40g ini cukup untuk membuat 66 buah hidrogel berukuran 7 cm kali 7 cm, bahan yang cukup untuk sekitar 1.600 plester berukuran masing-masing 1 cm kali 2 cm.

“Ada berbagai aplikasi untuk memanfaatkan hidrogel, termasuk pembalut luka dan dapat dipakai untuk alat elektronik,” kata Prof Chen.

Sekitar 80 hingga 90 persen hidrogel adalah air, kata Associate Professor Andrew Tan, yang diundang ke konferensi media hari Kamis sebagai pakar independen. Dia adalah wakil dekan (fakultas) di Sekolah Kedokteran Lee Kong Chian NTU.

Baca Juga: Trailer Ikatan Cinta 26 Maret 2021: Mama Rosa Buang Semua Foto Mereka, Al Terpukul

hasil penelitian ini ‘mapan’ dalam banyak uji klinis bahwa hidrogel membantu menyembuhkan luka, tambah Assoc Prof Tan. Misalnya, air membuat area luka tetap dingin dan lembab, sehingga mempercepat penyembuhan. Hidrogel juga mengurangi jaringan parut.

Meskipun durian bukan satu-satunya pilihan yang memungkinkan untuk membuat perban ini, Prof Chen mengatakan dia memilih kulit buah tersebut karena ada ‘pasokan berkelanjutan’ dari sampah di musim buah dan kandungan seratnya tinggi.

Namun, ia mencatat bahwa ini adalah teknologi platform, dan metode ekstraksi selulosa dapat digunakan pada bahan lain.

LEBIH MURAH DARI PATCH HIDROGEL KONVENSIONAL

Menurut Prof Chen, tambalan hidrogel konvensional yang ada di pasaran terbuat dari bahan sintetis. Model perban lama memiliki sifat antimikroba menggunakan senyawa logam seperti ion perak atau tembaga.

Bahan-bahan ini membuat tambalan hidrogel konvensional lebih mahal daripada hidrogel Prof Chen, yang terbuat dari bahan limbah alam, kulit buah durian.

Baca Juga: Bikin Bangga Sandiaga Uno dan Raffi Ahmad, Produk Lokal Pasang Iklan di Time Square New York

Baca Juga: Imbau Simpatisan Habib Rizieq Shihab Tidak Hadiri Sidang Offline, Polri Kerahkan Ribuan Personel Gabungan

Namun, hambatan khas bagi penelitian universitas untuk memasarkan adalah skalabilitas dan pengurangan biaya, kata Prof Chen. Jadi penting untuk menjaga prosesnya tetap sederhana, berbiaya rendah dan ramah lingkungan, tambahnya.

Sekam durian berbiaya rendah dan metode ekstraksi Prof Chen - yang menggunakan deterjen ramah lingkungan - sederhana, sehingga proyek dapat ditingkatkan untuk produksi, katanya.

Meski saat ini hanya merupakan bukti konsep, bahwa selulosa dapat diekstraksi dengan cara yang berkelanjutan dan hemat biaya, maka ada ‘potensi besar’ bagi hidrogel berbahan dasar kulit durian untuk menggantikan hidrogel yang sudah ada di pasaran, kata Prof Chen.*




Editor: Robi Maulana

Tags

Terkini

Terpopuler