Tiongkok Dikabarkan Unjuk Kekuatan Militer disaat Pandemi COVID-19 Menghantui Dunia

8 April 2020, 13:01 WIB
FOTO diambil pada 2 Januari 2017. Tampak pasukan kapal laut TIongkok membentuk formasi, mengelilingi kapal induk Liaoning di Laut China Selatan.* /AFP /Pikiran Rakyat/.*(foto Pikiran Rakyat)

MANTRA SUKABUMI - Penularan Covid-19 masih terus berlanjut di seluruh dunia dan juga masih menjadi pandemi.

Masyarakat dunia merasakan ketakutan yang  amat sangat, bahkan pemberlakuan penutupan wilayah masih diberlakukan oleh sejumlah negara.

Upaya pencegahan dari penularan virus corona terus berlanjut hingga dinyatakan terbebas dari pandemi.

Disaat dunia masih merasakan ketakutan, lainnya dengan Tiongkok yang tidak disangka malah meningkakan kekuatannya dengan melakukan latihan militer di Laut China Selatan.

Baca Juga: Simak, Manfaat Mandi Air Garam salah satunya untuk Hilangkan Stres

Upaya pelatihan tersebut bagian upaya pengendalian laut yang sudah lama menjadi sengketa.

Tiongkok memanfaatkan situasi pandemi virus corona dengan mengerahkan pasukan militernya untuk lakukan latihan militer di perairan Laut China Selatan yang sedang dalam sengketa dengan negara-negara tetangga.

Analis keamanan Amerika Serikat terus amati mengamati gerakan - gerakan militer Tiongkok dalam upaya memperebutkan laut yang kaya akan bahan bakar fosil itu.

Baca Juga: Gegara Corona Ayam Dijual Murah Peternak ke Konsumen, Pedagang di Pasar Kena Imbasnya

Artikel ini sebelumnya telah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul " Saat Virus Corona Ancam Dunia, Tiongkok Dikabarkan Tingkatkan Latihan Militernya"

American Military News juga mengklaim, bahwa Tiongkok dalam perjalanan untuk memonopoli cadangan minyak dan gas yang mencakup hampir 85 persen dari Laut China Selatan, dan hingga kini bersengketa di perairan utara Kepulauan Natuna, Indonesia.

Tiongkok diklaim mengadakan latihan militernya ke perairan yang disengketekan, sementara negara-negara tetangga sibuk berurusan dengan virus corona di negaranya masing-masing.

Baca Juga: Dampak Pandemi Covid-19,  Warga Bekasi Akan Dapatkan Bantuan Paket Pangan

Pada 31 Maret 2020, media asing The New York Times juga menyoroti sengketa Laut China Selatan itu dengan artikel berjudul 'China Chases Indonesia's Fishing Fleets Staking Claim to Sea's Riches'.

Dalam artikel itu, The New York Times mewawancarai seorang nelayan lokal yang bernama Dedi.

Mereka (nelayan-nelayan Tiongkok) datang ke perairan kami dan membunuh segalanya. Saya tidak mengerti mengapa pemerintah kami tidak melindungi kami," kata dia, seperti dilansir Pikiran-rakyat.com dari The New York Times.

Baca Juga: Ini Penampakan Supermoon Tadi Malam, Ada yang Lihat?

Menurut kesaksian para nelayan yang diwawancarai oleh The New York Times, hanya sehari setelah Jokowi pergi, nelayan-nelayan Tiongkok yang dikawal kapan Garda Nasional mereka kembali menjarah perairan Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia membantah adanya gangguan olehTiongkok. Pemerintah Indonesia juga tidak menyediakan data tentang serbuan kapal-kapal nelayan asing.

Pemimpin lokal di Natuna tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di dekat pantai wilayahnya

Baca Juga: Modus Beri Bantuan Corona, Emas 30 Gram Milik Warga Palabuhanratu Lenyap

"Ada periode kosong, lalu Tiongkok kembali. Nelayan kami merasa takut," kata Wakil Bupati Kepulauan Natuna, Ngesti Yuni Suprapti.

Tiongkok mengklaim, perairan Natuna sebagai wilayah pencarian ikan tradisional dari nelayan-nelayan mereka.

Namun, Tiongkok memiliki tujuan yang jauh lebih besar, yakni tujuan strategis. Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu menetapkan sembilan titik yang dihubungkan dengan garis putus-putus (Nine Dash Line) sebagai wilayah perairan tradisional mereka. Wilayah ini mencakup seluruh Laut Cina Selatan.

Baca Juga: Besok Malam Nisfu, Simak Keutamaan Nisfu Sya'ban Berikut

Pemerintah Tiongkok sebenarnya mengakui kedaulatan Indonesia atas Natuna, tetapi Kementerian Luar Negeri Tiongkokmenggambarkan perairan sengketa itu sebagai 'daerah penangkapan ikan tradisonal' negaranya.

"Apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa Tiongkok memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada Januari 2020 lalu.**

Editor: Emis Suhendi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler