Peneliti Prediksi 2020 Jadi Salah Satu Tahun Tersulit dan Terpanas

29 April 2020, 09:21 WIB
Ilustrasi Iklim Panas /Pexels/Anastasia Shuraeva

MANTRA SUKABUMISituasi dunia yang tidak menentu akibat beragam bencana yang terus berdatangan membuat spekulasi peneliti mengambil pandangan dan pendapatnya.

Pasalnya, tahun 2020 ini menjadi tahun tersulit yang dirasakan hampir di seluruh dunia.

Bencana alam yang terjadi di beberapa negara. Puncaknya, pandemi covid-19 yang telah mamakan waktu hampir 4 bulan sampai saat ini belum menunjukan tanda-tanda berakhir.

Kondisi ini menjadikan tiap negara disibukan dengan penanganan bencana yang sulit diatasi. Tak jarang, ada sebagian nengara sudah diambang putus asa menanganinya akibat keterbatasan medis, sumber daya, bahkan anggaran yang tidak mencukupi.

Karena itu para peneliti memprediksi 2020 akan menjadi tahun terpanas sejak pencatatan dimulai.

Ahli meteorologi telah memperkirakan ada kemungkinan 50 hingga 75 persen bahwa 2020 akan memecahkan rekor yang ditetapkan 4 tahun lalu.

Baca Juga: Dokter Meninggal Dunia, Tertular Akibat Pasien Covid-19 tidak Jujur

Di mana 2020 akan menjadi tahun terpanas di dunia sejak pengukuran suhu dimulai.

Meskipun penguncian atau lockdown yang dilakukan di banyak negara telah membersihkan langit untuk sementara waktu.

Para ilmuwan mengatakan, hal tersebut tidak membantu mendinginkan iklim dunia yang membutuhkan langkah-langkah yang lebih dalam dengan jangka panjang.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari lama The Guardian, sejak Januari lalu, tercatat rekor suhu tinggi terjadi di Antartika ke Greenland.

Hal tersebut membuat para ilmuwan terkejut, karena tahun ini bukanlah El Nino, fenomena yang biasanya dikaitkan dengan suhu tinggi.

Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat menghitung ada kemungkinan 70 persen bahwa 2020 akan menjadi tahun terpanas sejak pengukuran dimulai.

Badan AS mengatakan telah melacak tren saat ini hampir mirip dengan catatan kondisi pada 2016 silam, ketika suhu melonjak di awal tahun karena El Nino yang luar biasa intens dan kemudian terjadi penurunan.

Mereka juga mengatakan ada kemungkinan 99,9 persen bahwa 2020 akan menjadi salah satu dari lima tahun teratas untuk rekor suhu.

Baca Juga: Gadis asal Jampangtengah Meninggal, Dimakamkan dengan Protap Covid-19, Ini Kata Satgas

Di sisi lain, Direktur Intitut Goddars NASA, Gavin Schmdt untuk Studi Luar Angkasa di New York, menemukan peluang 60 persen tahun ini akan mencetak rekor dalam sebuah perhitungan terpisah.

Sedangkan kantor Met lebih berhati-hati dengan memperkirakan kemungkinan 50 persen bahwa 2020 akan menetapkan rekor baru, meskipun lembaga Inggris mengatakan tahun ini akan memperpanjang jangka tahun-tahun hangat sejak 2015, merupakan periode terpanas dalam catatan.

Cuaca Abnormal semakin menjadi norma karena catatan suhu turun dari tahun ke tahun dan bulan demi bulan.

Januari 2020 menjadi rekor terpanas, membuat banyak negara Arktik tanpa salju di ibu kota mereka.

Pada bulan Februari, sebuah pangkalan penelitian di Antartika elah mencatat suhu lebih dari 20 derajat Celcius (68 F) untuk pertama kalinya di benua selatan.

Di belahan ujung dunia lainnya, Qaanaaq, di Greenland menetapkan rekor April dengan 6 derajat Celcius padahari Minggu.

Pada kuartal pertama, pemanasan paling terasa di Eropa Timr dan Asia, di mana suhu 3 derajat Celcius di atas rata-rata.

Dalam beberapa minggu terakhir sebagian besar Amerika Serikat telah memanas, pada Jumat lalu, menurut Layanan Cuaca Nasional pusat kota Los Angeles mencapai 34 derajat Celcius.

Artikel ini telah tayang sebelumnya di pikiran-rakyat.com dengan judul "Selain Corona dan Bencana Lain, Peneliti Prediksi 2020 akan Jadi Salah Satu Tahun Terpanas"

Baca Juga: Berangkat dari Bayah Menuju Jawa, Nelayan Banten Hilang di Laut Ujung Genteng Sukabumi

Australia Barat juga telah mengalami rekor panas, hingga kebakaran hebat sempat terjadi.

Namun, tampaknya di Inggris trennya kurang terlihat, suhu harian maksimum pada bulan April sejauh ini tercatat 3,1 derajat celcius di atas rata-rata, dengan catatan ditetapkan di Cornwall, Dyfed dan Gwynedd.

Seorang ilmuwan iklim dari Universitas Oxford, Karten Haustein mengatakan pemanasan global mendorong lebih darka ke 1,2 derajat Celcius di atas tinggak pra-industri.

Ia mengatakan pelacak daringnya telah menunjukkan tingkat pemanasan 1,14 derajat Celcius yang relatif konservatif karena kesenjangan dalam data, tetapi hal tersebut bisa naik ke 1,17 derajat Celcius atau lebih tinggi setelah angka terbaru dimasukkan.

Meskipun dengan adanya pandemi secara sementara telah mengurangi jumlah emisi, Karten Haustein mengatakan bahwa penumpukan gas rumah kaca di atmosfer tetap menjadi masalah besar.

Baca Juga: 22 Orang Dibunuh Dalam Sehari, El Salvador Kumpulkan Napi Dilapangan Penjara

"Krisis iklim terus berlanjut. Emisi akan terus turun tahun ini, tetapi konsentrasinya terus meningkat. Kami sangat tidak mungkin melihat adanya penurunan GRK atmosfer," ujar Haustein.

"Tetapi kami memiliki kesempatan unik saat ini untuk mempertimbangkan kembali pilihan kami dan menggunakan krisis corona sebagai katalis untuk sarana trasportasi dan produksi energi yang lebih berkelanjutan (melalui insentif, pajak, harga karbon dll)," tambahnya.

Juru bicara iklim untuk Kantor Met, Grahame Madge bahwa perubahan iklim adalah krisis berikutnya yang akan dihadapi oleh manusia maka percaya dan bergantung pada pengetahuan adalah salah satu langkah mencegahnya.

"Ketergantungan dan kepercayaan pada sains untuk menginformasikan tindakan dari pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan keadaan darurat global adalah langkah-langkah yang diperlukan untuk menanamkan dalam rencana untuk menyelesaikan krisis berikutnya yang dihadapi umat manusia: perubahan iklim," ujarnya.**

Editor: Abdullah Mu'min

Sumber: Pikiran-Rakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler