Gegara Corona, 2 Peneliti Wanita Terdampar di Kutub Utara Bertahan Hidup dalam Gubuk Kecil

17 Mei 2020, 06:17 WIB
KABIN hanya berukuran 215 kaki persegi tempat hidup Hilde Strom, dari Norwegia, dan Sunniva Sorby di Kutub Utara.* //NEWSColony

MANTRA SUKABUMIPandemi virus corona masih menjadi ancaman bagi kehidupan dunia global.

Sebagian besar masyarakat bahkan negara yang terkena dampaknya langsung yang mengakibatkan ketakutan yang luar biasa.

Disebutkan karena virus corona, dua peneliti wanita telah terdampar dan menghabiskan sembilan bulan terakhir di kabin terpencil di Kutub Utara.

Awalnya dua peneliti tersebut sejak Agustus tahun lalu sedang melakukan penelitian perubahan iklim.

Kini Hilde Strom (52) dari Norwegia dan Sunniva Sorby (59) telah bertahan di gubuk seluas 215 meter persegi di kepulauan terpencil Svalbard.

Baca Juga: Beredar Kabar Seorang Pria Bertelur Akibat PSBB, Sebut Kiamat Sudah Dekat, Simak Faktanya

Namun sekarang perjalanan mereka harus diperpanjang tanpa batas waktu karena kapal yang harusnya menjemput mereka minggu lalu tidak bisa datang karena adanya larangan perjalanan akibat Covid-19.

Mereka mengantisipasi untuk berada di sana hingga September mendatang dan berpikir akan menghabiskan musim dingin keduanya di pulau terpencil itu.

Gubuk kecil itu tidak memiliki air yang mengalir dan juga listrik terbatas. Mereka pun terpaksa harus menabur paku di luar gubuk untuk menghentikan beruang kutub masuk.

Sejak mereka datang ke kutub, mereka sama sekali tidak mandi karena untuk mendapatkan air mereka terpaksa harus melelehkan es terlebih dahulu.

Satu-satunya listrik juga hanya berasal dari angin serta tenaga surya matahari.

"Hanya ada air mata. Kamu merasa kecil di lingkungan yang sebesar ini," ujar Strom dikutip dari situs Newscolony.

Baca Juga: WHO Sebut Covid-19 Bisa Menular Lewat Udara, Benarkah? Ini Faktanya

Mereka harus bertahan di musim dingin pertama mereka tana kehadiran seorang laki-laki.

Strom yang telah menghabiskan 22 tahun tinggal di Kutub Utara, dan Sorby yang menghabiskan 23 tahun di Antartika tetap mengatakan hidup berdua di kuub itu sangat berbahaya.

Bahaya yang sangat mengancam selain dinginnya cuaca yakni adalah beruang kutub yang berkeliaran bebas di pulau tersebut.

Mereka juga harus membawa senapan ke mana pun mereka pergi, kalau-kalau salah satu binatang terlalu dekat.

Mereka setidaknya telah bertemu dengan 30 beruang sejak awal proyek mereka dimulai.

Mereka juga harus membawa senjata api dan pisau tentara Swiss untuk keadaan darurat.

“Kami berdandan untuk Natal dengan sepatu hak kami dan gaun kami di luar dengan senapan yang tersaji. Dingin sekali,” kata Sorby.

Baca Juga: Biskuit Oreo Supreme Dijual Seharga Rp 79 Juta, Seperti Apa Rasanya?

Mereka diketahui adalah tim wanita pertama yang melewati musim dingin di Kutub Utara yang telah mempelajari efek perubahan iklim serta mencoba teknologi elektronik

Sementara di Svalbard, mereka ini telah mengumpulkan data untuk berbagai organisasi penelitian termasuk NASA, Institut Kutub Norwegia, Scripps Institution of Oceanography, dan University Center di Svalbard.

Mereka juga menguji teknologi surya dan angin untuk berbagai perusahaan, yang merupakan cara mereka menghasilkan listrik.

Di atas dingin, isolasi, dan beruang kutub, pasangan ini juga harus bertahan berjam-jam tanpa henti malam dengan penuh kegelapan total.

Artikel ini telah tayang sebelumnya di tasikmalaya.pikiran-rakyat.com dengan judul "Bertahan Hidup dalam Gubuk Kecil, 2 Peneliti Wanita Terdampar di Kutub Utara Akibat Virus Corona"

Baca Juga: Lapan: ISS Terlihat dengan Mata Telanjang Tanpa Bantuan Alat hingga 21 Mei 2020, Catat Jadwalnya

Namun, mereka berusaha melihat tanda positif dari berbagai hal - mengatakan perpanjangan yang tidak terduga telah memberi mereka lebih banyak waktu untuk mendedikasikan diri pada pekerjaan mereka.

"Kami menyerahkan kehidupan normal kami untuk datang ke sini, tetapi ternyata ini lebih normal daripada kehidupan di rumah," ujarnya.**

Editor: Abdullah Mu'min

Sumber: Pikiran Rakyat Tasikmalaya

Tags

Terkini

Terpopuler