Polisi Hong Kong Bubarkan Demontrasi Terbesar sejak Wabah COVID-19 Gunakan Tembakan Gas Air Mata

26 Mei 2020, 07:15 WIB
POLISI antihuru-hara menggunakan peluru karet untuk membubarkan aksi menentang rencana Beijing menerapkan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong, Tiongkok, Minggu 24 Mei 2020.* /ANTARA/

MANTRA SUKABUMI - Aksi demontrasi terbesar sejak mewabahnya virus Corona (COVID-19) melanda dunia terjadi baru-baru ini di Hong Kong, tepatnya pada Minggu 24 Mei 2020.

Warga Hong Kong melakukan aksi tersebut sebagai bentuk protes terhadap rencana yang akan dilakukan Beijing tentang pemberlakukan undang-undang keamanan nasional di Kota tersebut.

Protes yang dilakukan para pengunjukrasa merupakan yang pertama sejak Beijing mengusulkan tentang undang-undang keamanan nasional pada Kamis 21 Mei 2020 lalu.

Baca Juga: Pandemi, Wisatawan di Pantai Citepus Dibubarkan Polisi

Teriakan "Revolusi zaman kita. Bebaskan Hong Kong," "Berjuang untuk kebebasan, Dukung Hong Kong," dan "Kemerdekaan Hong Kong, satu-satunya jalan keluar" terdengar bergema dari kerumunan yang tampak memadati distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay. 

Demonstrasi yang dilakukan warga sempat dibubarkan kepolisian Hong Kong dengan menembakkan gas air mata dan semprotan merica untuk membubarkan ribuan orang pendemo.

Rangkaian aksi unjuk rasa telah menimbulkan tantangan baru bagi Presiden Tiongkok Xi Jinping ketika pihak berwenang berupaya menjinakkan penentangan publik terhadap pengetatan kontrol Tiongkok di pusat keuangan global itu.

Baca Juga: Inggris Alami Penurunan Kasus Virus Corona Sangat Signifikan, Peneliti Sebut Penelitiannya Sia-sia

Demonstrasi tersebut berlangsung di tengah kekhawatiran atas nasib formula "satu negara, dua sistem", yang telah berlaku di Hong Kong sejak bekas koloni Inggris itu dikembalikan kepada pemerintahan Tionngkok pada 1997.

Pengaturan tersebut menjamin kebebasan luas di Hong Kong yang tidak akan ditemui di Tiongkok daratan, termasuk dalam hal pers bebas dan peradilan independen.

Aksi unjuk rasa pada Minggu pada awalnya diselenggarakan untuk menolak RUU lagu kebangsaan yang kontroversial, yang dijadwalkan untuk pembahasan kedua di badan pembuat undang-undang kota pada Rabu.

Baca Juga: Raffi Ahmad Ungkap Penyesalan Terbesar dalam Hidup, Ceritakan Saat Sang Ayah Wafat

Usulan undang-undang keamanan nasional memicu seruan agar lebih banyak orang turun ke jalan.

Pemerintah kota pada Minggu berusaha meyakinkan investor publik dan asing atas undang-undang keamanan keras, yang menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan serta mendapat teguran keras dari kalangan pemerintah asing, kelompok pembela hak asasi manusia internasional dan beberapa lobi bisnis.

Petugas polisi melakukan operasi pemeriksaan di Causeway Bay dan memperingatkan orang-orang untuk tidak melanggar larangan pertemuan lebih dari delapan orang, yang diberlakukan untuk mengendalikan penyebaran virus corona.

Artikel ini telah terbit sebelumnya di Pikiran-Rakyat.com dengan judul "Beijing Diprotes, Tembakan Gas Air Mata Bubarkan Demonstrasi Terbesar sejak Wabah COVID-19."

Baca Juga: Beredar Kabar MUI Keluarkan Fatwa Rapid Test Corona adalah Modus Operasi PKI, Berikut Faktanya

Para personel kepolisian menembakkan gas air mata dan semprotan merica untuk membubarkan kerumunan di tengah adegan kacau yang membangkitkan ingatan tentang protes antipemerintah, yang terkadang diwarnai aksi kekerasan, yang mengguncang kota itu tahun lalu dan menarik dua juta orang turun ke jalan. Beberapa pengunjuk rasa mencoba memasang penghalang jalan.

"Saya khawatir bahwa setelah penerapan undang-undang keamanan nasional, mereka akan mengejar orang-orang yang didakwa sebelumnya dan polisi akan semakin tak terkendali," kata Twinnie, 16, seorang siswa sekolah menengah yang menolak memberikan nama belakangnya.

"Saya takut ditangkap tetapi saya masih harus keluar dan memprotes demi masa depan Hong Kong."

Baca Juga: Viral Setelah Terpisah 12 Tahun, Ayah dan Anaknya Berencana Menikah

Tiongkok telah mengabaikan keluhan negara-negara lain tentang usulan undang-undang itu dan menyebutnya sebagai tindakan "campur tangan."

Tiongkok mengatakan undang-undang yang diusulkan itu diperlukan dan tidak akan membahayakan otonomi Hong Kong ataupun investor asing.

"Klaim radikal dan kekerasan ilegal ini sangat mengkhawatirkan," kata Kepala Sekretaris Matthew Cheung dalam sebuah posting blog.

Ia merujuk pada serangan balik terhadap undang-undang yang diusulkan serta protes antipemerintah yang berkembang di kota itu selama berbulan-bulan sejak Juni tahun lalu.**(Ari Nursanti/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Encep Faiz

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler