Demi Menangkan Pilpres 2020, Mantan Penasehat AS Sebut Donald Trump Meminta Bantuan Xi Jinping

18 Juni 2020, 12:15 WIB
MANTAN Penasihat John Bolton menerbitkan buku kontroversial yang mengatakan bahwa Trump sempat memohon-mohon pada Xi Jinping, rivalnya selama ini.* /AFP/Jim WATSON dan Peter KLAUNZER

MANTRA SUKABUMI – Hubungan dua negara antara Tiongkok dengan Amerika Serikat kian hari makin memanas.

Baru-baru ini bahkan diketahui armada perang dari kedua negara tersebut di Laut China Selatan hanya berjarak 100 meter, sehingga ketegangan dari kedua negara tersebut semakin tak terhitungkan.

Selain itu, Presiden ke-45 Amerika Serikat Donald Trump beberapa kali mengeluarkan pernyataan rasisme yang berkaitan dengan Tiongkok juga keturunan Asia.

Baca Juga: Cek Fakta: Jokowi Dikabarkan Pecat Anggota TNI yang Razia Buku PKI atas Perintah Megawati

Sehingga pernyataannya tersebut banyak menuai kecaman dari berbagai pihak terutama dari Tiongkok yang selama ini menjadi rival AS.

Namun, mantan penasihat Gedung Putih membongkar gelagat Trump ketika sempat memohon-mohon pada Presiden Tiongkok Xi Jinping demi memenangkan Pemilu Presiden AS 2020 mendatang.

John Bolton, mantan penasihat keamanan Presiden AS itu mengungkap peristiwa ini dalam bukunya yang berjudul 'The Room Where It Happened: A White House Memoir".

Baca Juga: Hubungan 2 Korea Makin Menegangkan Usai Korut Tolak Tawaran Korsel Terkait Pengiriman Utusan Khusus

Buku tersebut dipublikasikan pada Rabu 17 Juni 2020 kemarin dan kutipannya disebarkan The Washington Post, The New York Time, dan The Wall Street Journal.

Kutipan paling kontroversi di dalam buku itu menyebut Trump sempat bertemu dengan Xi Jinping pada Juni 2019 silam.

"(Trump) secara mengejutkan mengalihkan obrolan pada Pemilu Presiden AS kemudian ekonomi Tiongkok, pengaruhnya bagi kampanye yang sedang berlangsung, memohon Xi agar memenangkannya," tulis John dikutip Pikiran-Rakyat.com dari AFP.

Baca Juga: Serial Drama Korea Terbaru yang Diadaptasi dari BTS Universe Mulai Diproduksi

Dalam kutipan tersebut, Trump disebut-sebut menekankan pentingnya pembelian produk pertanian AS bagi dirinya di pemilu AS.

Ia meminta Tiongkok untuk meningkatkan impor kacang kedelai dan gandum dari AS agar Trump bisa menang.

"Saya mau mencetak kalimat persisnya, tetapi proses tinjauan pre-publikasi dari pemerintah berkata lain," ucap John.

Baca Juga: Cek Fakta: Dikabarkan Ribka Tjiptaning Sebut Ibu Jokowi Ketua Gerwani PKI

Naskah buku John memang telah melewati proses tinjau ulang dari salah satu badan pemerintahan AS beberapa bulan sebelum dirilis.

John mendeskripsikan setiap tingkah Trump sebagai 'orang yang menjadi pengganggu keadian'.

Pernyataan kontroversial ini diungkap berbulan-bulan setelah Trump berupaya dimakzulkan dan kini akan segera berpacu melawan Joe Biden dalam pemilu.

John Bolton sendiri merupakan figur politisi konservatif yang kontroversial. Ia telah bekerja untuk Trump selama 17 bulan hingga memutuskan keluar pada September 2019 silam.

Baca Juga: Pria Mirip Kim Jong Un Ceritakan Pengalaman, Ditangkap, Disiksa Hingga Babak Belur oleh Agen Korut

Artikel ini telah tayang sebelumnya di laman Pikiran-Rakyat.com dengan judul Mantan Penasehat Keamanan AS Sebut Donald Trump Memohon Bantuan Xi Jinping Menangkan Pilpres 2020.

Ia bungkam ketika Presiden Donald Trump diserang upaya pemakzulan dan mau memberi keterangan jika dipaksa hakim.

Usai pemakzulan, John mengatakan dirinya akan bersaksi sebelum Senat AS mengeluarkan pemanggilan, tetapi Partai Republik menghalangi upaya ini.

John secara tidak ekplisit sempat ragu pada tindakan Trump yang dijadikan argumen pemakzulan apakah benar-benar bisa dianggap pelanggaran atau tidak.

Baca Juga: 'Mantra' Hadapi New Normal di Tengah Pandemi ala Motivator Merry Riana

Ia juga menuduh Partai Demokrat telah melakukan 'malpraktik pemakzulan' dengan membatasi penyelidikan hanya pada kesepakatan Trump dan Presiden Ukraina.

"Seharusnya DPR AS tak hanya fokus pada persoalan kepentingan Trump terhadap Ukraina yang membingungkan," tulisnya.

"Di sana ada peluang yang lebih besar untuk membujuk orang lain agar menyetujui 'kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran ringan' telah dilakukan (Trump)," pungkasnya.**( Mahbub Ridhoo Maulaa/PR).

Editor: Encep Faiz

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler