Meski Masuki Liburan Tahun Baru Thingyan, Aktivis Myanmar Tetap Lakukan Protes dengan Cara Unik

- 13 April 2021, 17:29 WIB
ilustrasi/ aksi aktivis Myanmar
ilustrasi/ aksi aktivis Myanmar /REUTERS/Stringer

MANTRA SUKABUMI – Aktivis pro-demokrasi Myanmar pada Selasa, 13 April 2021, berjanji untuk mengadakan serangkaian protes, meski pekan ini masuk liburan tahun baru agama Buddha tahun ini. Liburan tahun baru Thingyan diperingati selama lima hari sejak Selasa ini.

Peringatan tahun baru Thingyan biasanya dirayakan dengan berbagai ritual diantaranya doa, pembersihan patung Buddha di kuil, dan penyiraman air yang meriah di jalan-jalan. Namun para aktivis mendesak orang-orang, pada tahun baru Thingyan tahun ini untuk tetap melakukan protes dengan cara simbolis.

Protes dilakukan  dengan cara melukis simbol ‘penghormatan tiga jari’ yang digunakan oleh para demonstran di pot tradisional Thingyan yang diisi dengan bunga, yang biasanya dipajang pada saat perayaan tahun baru ini.

Baca Juga: Pangdam IX Udayana dan Shopee Indonesia Bantu Tuntaskan Krisis Air Bersih di NTT

Baca Juga: PKB Diguncang Isu Muktamar Luar Biasa, Eks Ajudan Gus Dur: Gak Heran Kader Dikelabui untuk Kepentingan Pribadi

"Dewan militer bukan pemilik Thingyan. Kekuasaan rakyat ada di tangan rakyat," tulis Ei Thinzar Maung, pemimpin kelompok protes Komite Kolaborasi Pemogokan Umum Myanmar, di Facebook-nya.

Dilansir mantrasukabumi.com dari Antara pada Selasa, 13 April 2021, Ei Thinzar Maung mengatakan beberapa aksi protes lainnya yang direncanakan terhadap junta pada hari liburan ini, termasuk percikan cat merah di trotoar dan pembunyian secara bersama klakson-klakson mobil.

Para aktivis juga menyerukan hari hening untuk mengenang para korban kekerasan dan untuk hari ketaatan agama pada Sabtu (17 April), dengan umat Buddha didesak untuk mengenakan pakaian keagamaan dan membaca doa bersama, dan komunitas Kristen diminta untuk mengenakan pakaian putih dan membaca mazmur Alkitab.

Baca Juga: Bolehkah Salat Tarawih Empat Rakaat dalam Satu Kali Salam, Begini Penjelasan Buya Yahya

Sementara para pengikut agama lain di negara yang mayoritas beragama Buddha itu didesak untuk mengikuti panggilan para pemimpin agama mereka.

Ini akan menjadi liburan tahun baru kedua berturut-turut yang terganggu setelah pandemi virus corona telah membuat acara perayaan tahun lalu dibatalkan.

Kudeta yang dilakukan kelompok militer pada 1 Februari telah menjerumuskan Myanmar ke dalam krisis setelah 10 tahun langkah tentatif menuju demokrasi ketika militer mundur dari politik dan memungkinkan Aung San Suu Kyi untuk membentuk pemerintahan setelah partainya memenangi pemilu 2015.

Kelompok militer mengatakan pihaknya harus menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi karena pemilu November yang dimenangkan lagi oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) telah dicurangi. Namun, komisi pemilihan Myanmar telah menepis tuduhan kelompok militer tersebut.

Baca Juga: KPK Gagal Geledah Kantor PT Jhonlin Baratama, Refly Harun: KPK Sudah Tak Bernyali

Kudeta tersebut telah memicu protes harian yang dilakukan oleh para penentang pemerintahan militer. Namun, para demonstran itu harus membayar dengan harga yang mahal, di mana pasukan keamanan Myanmar telah membunuh 710 pengunjuk rasa, menurut penghitungan oleh kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Angka itu termasuk 82 orang yang tewas di kota Bago, sekitar 70 kilometer di timur laut Yangon, pada Jumat (9 April).

Rincian mengenai tindak kekerasan oleh pasukan keamanan sulit diverifikasi karena pembatasan sambungan internet dan layanan data seluler secara luas yang diterapkan junta. Namun, juru bicara junta tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Suu Kyi, 75 tahun, yang memimpin perjuangan Myanmar melawan kekuasaan militer selama beberapa dekade dan yang memenangi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991, telah ditahan sejak kudeta tersebut dan didakwa dengan berbagai pelanggaran.

Pelanggaran yang dituduhkan terhadap Suu Kyi termasuk tindakan melanggar aturan rahasia resmi negara, yang berlaku pada masa kolonial, yang dapat membuatnya dipenjara selama 14 tahun.

"Kami tidak merayakan tahun baru Myanmar, Thingyan, tahun ini karena lebih dari 700 jiwa pemberani kami yang tidak bersalah dibunuh oleh pasukan junta yang tidak manusiawi secara tidak sah. Kami yakin kami akan memenangkan revolusi ini," kata salah satu pengguna Twitter yang diidentifikasi sebagai Shwe Ei.***

 

Editor: Robi Maulana

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah