Duterte Siap Jebloskan Warganya ke Penjara, ini Ancaman dari Presiden Filipina bagi Mereka yang Tolak Divaksin

- 22 Juni 2021, 20:42 WIB
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan memenjarakan warganya yang menolak vaksin Covid-19.*
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan memenjarakan warganya yang menolak vaksin Covid-19.* /Reuters

MANTRA SUKABUMI – Presiden Filipina Duterte atau nama lengkapnya Rodrigo Duterte siap menjebloskan warganya sendiri ke penjara.

Ancaman menjebloskan ke penjara ini akan diberlakukan oleh Presiden Filipina Duterte apabila warganya menolak untuk di vaksin Covid-19.

Hal ini dikatakan oleh Presiden Filipina Duterte pada saat melakukan pidato pada Senin, 21 Juni 2021, yang merespon laporan yang menyebutkan rendahnya pendaftaran vaksinasi di ibu kota Manila.

Baca Juga: Terpapar Covid-19 Meskipun Sudah Vaksin, Hanung Bramantyo Sebut Penyakit Asmanya Tidak Kambuh

Saat Filipina memerangi salah satu wabah terparah Asia, dengan lebih dari 1,3 juta kasus dan 23.000 kematian, masih saja ada warga yang menolak divaksin, maka dari itu Presiden Filipina Duterte memberikan ancaman jebloskan ke penjara.

"Anda pilih, vaksin atau saya akan menjebloskan anda ke penjara," kata Presiden Filipina  Duterte, sebagaimana dikutip mantrasukabumi.com dari Antaranews pada Selasa, 22 Juni 2021.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden Filipina Duterte sangat bertentangan dengan pejabat pemerintah yang mengatakan bahwa meski masyarakat diminta untuk bersedia di vaksin, namun itu bersifat sukarela.

"Jangan salah paham, terjadi krisis di negara ini," kata Duterte. "Saya hanya jengkel dengan warga Filipina yang tidak mengindahkan pemerintah."

Baca Juga: Guru Besar UI: Vaksin Apapun tak Menjamin Sesorang tidak Tertular Covid-19, tapi Masker N95-N99 Menjamin

Hingga 20 Juni, otoritas pemerintahan Filipina telah menyuntikkan dosis lengkap kepada 2,1 juta orang, hal ini memperlambat progres menuju target pemerintah untuk memvaksin hingga 70 juta orang tahun ini. Tercatat 110 juta penduduk di negara Asia Tenggara tersebut.

Presiden Filipina Duterte, yang dikritik atas pendekatan tegas dalam menangani pandemi, mendukung keputusannya untuk tidak membuka sekolah kembali.

Selama pidato, presiden juga mengecam Mahkamah Pidana Internasional (ICC), setelah seorang jaksa ICC mengupayakan izin dari pengadilan untuk penyelidikan penuh terhadap pembunuhan perang narkoba di Filipina.

Duterte, yang pada Maret 2018 membatalkan keanggotaan Filipina dalam pakta pendirian ICC, menegaskan bahwa dirinya tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan tersebut. Ia menyebut ICC "omong kosong".

Baca Juga: Tak Cukup Bombardir Gaza, Israel Kedapatan Berikan Vaksin Covid-19 Kadaluwarsa ke Palestina

"Mengapa saya membela atau menghadapi tuduhan di hadapan orang kulit putih. Anda pasti sudah gila," ucap Duterte, yang setelah mendapatkan kursi kepresidenan pada 2016 melancarkan kampanye anti narkoba, yang menewaskan ribuan orang.

Kelompok HAM mengatakan otoritas telah mengeksekusi tersangka narkoba, namun Duterte membela bahwa mereka yang terbunuh secara sadis menolak ditangkap.

Juru bicara ICC Fadi El Abdallah mengatakan: "Mahkamah merupakan sebuah lembaga yudisial independen, dan tidak mengomentari pernyataan berbau politik."***

Editor: Robi Maulana

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah