Waspada! Ada Longsor di Bawah Laut Indonesia, Peneliti Eropa: Berpotensi Tsunami

- 24 April 2020, 10:32 WIB
ILUSTRASI Tsunami
ILUSTRASI Tsunami /Reuters/

MANTRA SUKABUMI - Di tengah bencana pandemi covid-19 yang masih berlangsung, beredar kabar tidak baik tentang adanya potensi tsunami yang mengancam Indonesia karena disebabkan adanya beberapa titik longsor bawah laut.

Informasi ini disampaikan oleh sebuah penelitian yang dilakukan di Eropa.

Berdasarkan analisis data geologis penelitian tersebut, setidaknya ada 19 titik longsor besar di bawah laut, terletak di sekitar Selat Makassar, antara Pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Beberapa titik longsor bawah laut tersebut berpotensi dapat memicu tsunami di Indonesia.

Tentu saja berita ini menjadi peringatan untuk dijadikan bahan kesiapan diri.

Baca Juga: Jurnalis yang Ungkap Covid-19 di Wuhan Kini Muncul Lagi setelah 2 Bulan Hilang

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman Daily News, longsor bawah laut rata-rata akan terjadi setiap 160.000 tahun sekali.

Jika peristiwa tersebut terjadi, wilayah yang paling berisiko terkena tsunami adalah Kota Balikpapan dan Kota Samarinda dengan total populasi gabungan yang mencapai lebih dari 1,6 juta orang.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Universitas Heriot-Watt di Edinburgh, Skotlandia mengatakan, sebuah wilayah dengan minimnya peralatan peringatan tsunami atau sistem mitigasi, memiliki risiko terkena tsunami yang diakibatkan oleh longsor bawah laut.

Salah satu peneliti tersebut, Rachel Brackenridge menjelaskan, tanah longsor terbesar dapat terdiri dari sendimen sebanyak 600 kilometer kubik, yang akan jatuh sedalam ratusan kilometer ke bawah laut.

Baca Juga: Tim Medis AS Temukan Hal Aneh di Darah Pasien Covid-19, Simak Faktanya

"Tanah longsor besar terdiri dari sedimen sebanyak 600 kilometer kubik, sedangkan sedimen terkecil yang kami identifikasi adalah lima kilometer kubik, dan jatuh ratusan kilometer ke bawah laut" ujar Rachel kepada media setempat.

Rachel mengatakan, timnya telah memetakan permukaan sendimen menggunakan data seismik dan melihat adanya sedimen besar yang tidak teratur.

"Kita bisa melihat dasar sendimen yang berlapis dan teratur, lalu ada juga sedimen besar yang tak teratur," ungkapnya.

Rachel menambahkan, sedimen yang tak teratur tersebut akan tumpah ke lereng dengan kecepatan yang tinggi.

"Kita dapat mengetahui dari karakteristik internal bahwa sedimen yang tak teratut ini akan tumpah ke lereng dengan cara yang cepat dan bergejolak. Ini akan seperti tanah longsor," tambahnya.

Baca Juga: Cara Unik Pemuda di Cisolok Bangunkan Sahur Ramadan, Gunakan Ember dan Kentungan

Para peneliti mengatakan, longsor bawah laut tersebut disebut juga dengan Mass Transfer Deposit (MTD), biasanya berada di sisi barat kanal sedalam 3.000 meter di bawah permukaan laut yang melintasi Selat Makassar.

Sebagian besar dari MTD juga berada di sebelah selatan delta sungai untuk Sungai Mahakam di Kalimantan, yang diketahui mengeluarkan sekitar 8 juta meter kubik sedimen setiap tahunnya.

Ketua dari penelitian tersebut, Uisdean Nicholson menjelaskan, longsor bawah laut merupakan efek samping dari arus deras yang mengalir melalui selat.

Uisdean juga memperkirakan akan adanya tsunamigenik terbesar yang biasa terjadi setiap 500.000 tahun.

"Kami memperkirakan akan terjadi peristiwa tsunamigenik terbesar sedalam 100 kilometer kubik yang biasa terjadi setiap 500.000 tahun," tuturnya.

Artikel ini telah tayang sebelumnya di pikiran-rakyat.com dengan judul "Peneliti Eropa: Longsor Bawah Laut Ancam Indonesia, Ada Potensi Tsunami di Ibu Kota Baru"

Baca Juga: Pendingin Udara Ruangan Dapat Sebarkan Virus CORONA, Benarkah ? Simak Faktanya !

Dirinya menambahkan, tsunami yang diakibatkan oleh lonsor bawah laut akan menggenangi Teluk Balikpapan dan juga akan berdampak terhadap calon ibu kota baru Indonesia.

"Peristiwa tsunami itu dapat dikonsentrasikan dan terjadi di Teluk Balikpapan yang termasuk ke wilayah yang dipilih untuk ibu kota baru Indonesia," tambahnya.

Menurut Uisdean, upaya yang akan dilakukan selanjutnya adalah mengukur risiko di wilayah tersebut dengan cara membangun model numerik dari kejadian longsor bawah laut dan tsunami.

"Langkah kami selanjutnya adalah mengukur risiko di area ini dengan membangun berbagai model numerik kejadian longsor dan tsunami," tegasnya.

Baca Juga: Raja Tinju MMA Wilhelm Ott Masuk Islam disaat Pandemi Covid-19

Hal tersebut dinilai dapat membantu para peneliti untuk memprediksi ukuran threshold yang dapat memicu tsunami besar.

Setelah terprediksi, para peniliti kemudian dapat menginformasikan strategi mitigasi kepada pihak berwenang setempat.**

 

Editor: Abdullah Mu'min

Sumber: Pikiran-Rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah