Ilmuwan Ramalkan Pandemi di Masa Depan Lebih Ganas daripada Covid-19

- 30 April 2020, 12:57 WIB
EKSPLOITASI yang merusak keseimbangan alam dan pemanasan global dituding sebagai penyebab pandemi akan sering terjadi.*
EKSPLOITASI yang merusak keseimbangan alam dan pemanasan global dituding sebagai penyebab pandemi akan sering terjadi.* /pixabay

MANTRA SUKABUMI - Pandemi covid-19 masih belum menunjukan tanda-tanda akan berakhir.

Warga di belahan dunia dibuat cemas dan khawatir akan jatuhnya korban lebih banyak terinfeksi. Ditambah lamanya pandemi yang sampai saat ini sudah masuk hampir 6 bulan.

Hal ini yang kemudian menimbulkan spekulasi dan kajia ilmiah di kalangan ilmuwan terutama dilihat dari asal muasal virus sampai pencarian vaksin terbaik.

Namun pada prinsipnya para ilmuwan telah lama memprediksi Bertambahnya virus-virus mematikan akibat pemanasan global dan perusakan alam.

menariknya, bukan cuma lebih banyak, studi terbaru meramalkan pandemi di masa depan bisa lebih parah daripada COVID-19 yang kini menginfeksi lebih dari 3 juta orang.

Baca Juga: Peneliti Tiongkok Sebut Kemungkinan Covid-19 jadi Virus Musiman dan Berkelanjutan

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Independent, penelitian itu menyebut wabah akan semakin sering, menyebar lebih cepat, lebih membunuh bila manusia tak merubah perilaku merusak keseimbangan alam.

Baca Juga: Kebenaran Mengenai Zodiak Taurus, dari Kekurangan hingga Kelebihannya

"Ada satu spesies yang bertanggung jawab atas pandemi COVID-19 -- kita," tulis ilmuwan dari Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) dalam studi itu. 

"Seiring dengan terjadinya krisis iklim dan krisis keanekaragaman hayati, pandemi ini adalah konsekuensi langsung dari aktivitas manusia," sambungnya.

Dengan penegasan yang kuat, mereka mewanti-wanti bahwa virus corona COVID-19 hanyalah awal dari pandemi ganas di masa depan.

Baca Juga: Tolak Tuduhan Sumber Covid-19, Tiongkok Ancam Dunia Kerahkan Prajurit Serigala

"Merajalelanya pembabatan hutan, ekspansi pertanian yang tak terkendali, penanaman intensif, penambangan dan pembangunan infrastruktur, eksploitasi hewan liar, menciptakan 'badai sempurna' bagi penyebaran penyakit dari makhluk liar pada manusia.

"Ini sering terjadi di wilayah yang memiliki masyarakat rentan akan penyakit menular," tutur mereka.

Dewasa ini, para ilmuwan mendapati 85 persen lahan basah telah hancur oleh manusia.

Lebih dari sepertiga lahan dan air bersih di dunia dimanfaatkan untuk pertanian dan produksi bahan pangan.

"Ditambah lagi dengan perdagangan hewan liar dan ledakan jumlah transportasi udara secara global," Dan ini menjadi cukup jelas dengan adanya virus yang dahulu menyebar tanpa bahaya di tengah kelelawar di Asia Tenggara, kini telah menginfeksi 3 juta orang.

"Membawa manusia ke dalam penderitaan tak terkira dan berhentinya roda perekonomian maupun sosial masyarakat di seluruh dunia," tulis mereka.

"Ini adalah peran manusia dalam kedaruratan pandemi," imbuh mereka.

Baca Juga: Bosan Ramadan #dirumahaja saat Corona, Ini Tips dari Putri Nelayan Palabuhanratu 2020

Artikel ini telah tayang sebelumnya di pikiran-rakyat.com dengan judul "Ilmuwan Prediksi Pandemi Ganas akan Sering Muncul jika Eksploitasi Alam Tak Berhenti"

Sekali lagi mereka menegaskan bahwa COVID-19 hanyalah awal.

"Meskipun penyakit dari hewan telah menewaskan sekitar 700 ribu orang tiap tahun, potensi atas pandemi masa depan sangat besar," tegas para ilmuwan.

Sebagian besar hewan membawa virus yang tidak membuat mereka sakit, namun pandemi disebabkan meningkatnya jumlah interaksi langsung dengan hewan tersebut.

Sebagai solusinya, para pakar ini menyodorkan sebuah konsep bernama 'transformative change'.

"Fundamental, reorganisasi sistem secara keseluruhan mulai dari teknologi, ekonomi, dan faktor sosial, termasuk paradigma, tujuan, dan nilai, mengutamakan tanggung jawab sosial dan lingkungan di berbagai sektor," jelas mereka.

Baca Juga: Simak, Lima Adab saat Puasa Ramadan Menurut Izzuddin bin Abdis Salam

"Sebanyak 1,7 juta jenis virus yang belum teridentifikasi dan mampu menular pada manusia diyakini hidup di dalam mamalia dan burung air.

"Salah satunya akan menjadi 'penyakit X' selanjutnya," kata pakar keanekaragaman hayati.**

Editor: Abdullah Mu'min

Sumber: Pikiran-Rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah