Dokter di New York, AS Dibuat Bingung dengan Munculnya Gejala Langka pada Pasien Covid-19

- 20 Mei 2020, 15:54 WIB
ILUSTRASI virus corona, COVID-19.*
ILUSTRASI virus corona, COVID-19.* /PIXABAY/

MANTRA SUKABUMI – Amerika Serikat tercatat sebagai negara yang menduduki tingkat tertinggi terkait dampak virus corona sehingga membuat tim medis di AS sangat kewalahan dalam penanganannya.

Dan kini tim medis di New York, Amerika Serikat sudah melaporkan beberapa gejala yang di anggap langka pada pasien yang terinfeksi covid-19.

Hal tersebut membuat bingung tim medis sehingga kasus tersebut tidak dapat mengkonfirmasi bahwa pria tersebut terpapar virus corona bahkan sampai saat sebelum ia keluar dari rumah sakit.

Para dokter mengatakan dari hasil penelitiannya bahwa pemindaian paru-paru pada pasien menunjukkan invasi jamur, sebagaimana yang di diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet pada Senin, 18 Mei 2020.

Hasil tes yang telah dilakukan juga menunjukkan tidak adanya tanda covid-19 pada saluran pernapasan yang bagian atas.

Dan juga pasien memiliki respon kekebalan yang disebut dengan badai sitokin, hanya dalam beberapa jam dari awal penyakit.

Baca Juga: Vonis Hukuman Mati Terhadap 4 Jurnalis Dikecam Dunia Iternasional

"Untuk penyakit yang tidak diketahui hanya lima bulan yang lalu, mungkin terlalu dini bagi dokter untuk memastikan manifestasi mana yang khas," ujar Timothy Harkin dari divisi paru Rumah Sakit Mount Sinai, New York, Amerika Serikat, dikutip dari laman SCMP.

Pasien pria dengan gejala misterius itu merupakan seorang ahli anestesi berusia 34 tahun dengan kesehatan yang baik.

Dia pada awalnya dinyatakan positif influenza A dan gejala-gejalanya kemudian hilang setelah rutin perawatan.

Setelah lebih dari 10 hari istirahat, pasien kembali bekerja di sebuah pusat medis di kota, namun pada sore hari dia tiba-tiba jatuh sakit dan dirawat di unit gawat darurat Rumah Sakit Mount Sinai.

Gejala-gejalanya termasuk demam, kedinginan, dan sesak napas.

Pasien juga mengalami badai sitokin, di mana ia dalam kondisi yang mengancam jiwa, ketika sistem kekebalan tubuh mula menyerang sel-sel sehat.

Harkin mengatakan sampel hidung dari pasien menyatakan negatif COVID-19.

Gejala yang dirasakan pasien juga dengan cepat membaik setelah dia diberi beberapa antibiotik dan perawatan standar lain untuk infeksi paru-paru.

Baca Juga: Hujan Es Berbentuk Menyerupai Virus Corona Gegerkan Meksiko, Dipercaya Sebagai Peringatan dari Tuhan

Namun, pada hari kelima kondisi pasien menurun dan kembali memburuk.

"(obat) diberikan, tanpa adanya perbaikan klinis," ujar Timothy Harkin.

Pemindaian paru-paru pada pasien menunjukkan tanda peradangan, pada paru sebelah kanan, yang menurut para ahli radiologi bisa jadi infeksi jamur.

"(Peradangan) itu tidak khas dari temuan CT yang dilaporkan sebelumnya untuk Covid-19," katanya.

Namun, tim rumah sakit mencurigai bahwa pasien mungkin menderita COVID-19 sehingga dia kembali melakukan tes untuk virus corona pada hari ketujuh.

Tes-tes ini juga menunjukkan hasil negatif.

Pihak rumah sakit pun memutuskan untuk mendapatkan sampel menggunakan metode yang dikenal sebagai bronchoalveolar lavage (BAL).

BAL ini melibatkan tabung yang dimasukkan ke paru-paru pasien untuk mengekstraksi cairan dan jaringan dan memakan waktu yang cukup tidak nyaman serta metode ini tidak banyak digunakan di Amerika Serikat.

Artikel terkait sebelumnya telah di Pikiran-rakyat.com dengan judul Dokter Kembali Dipusingkan dengan Gejala Langka pada Pasien Virus Corona di New York, AS

Di sisi lain juga American Association for Bronchology dan Intervensional Pulmonology menentang penggunaannya dalam pengujian COVID-19 dalam semua kasus kecuali ekstrim.

Namun, para peneliti di Tiongkok mengatakan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan akurasi deteksi virus hingga lebih dari 90 persen jika dibandingkan dengan sekitar 60 persen untuk swab test pada hidung dan 30 persen untuk swab test pada bagian mulut.

Baca Juga: AS Negara Tertinggi Terpapar Corona,Donald Trump Anggap Hal yang Baik dan Sebagai Lencana Kehormatan

"Melalui panggilan telepon lanjutan, pasien melaporkan bahwa batuk dan mialgia-nya perlahan-lahan sembuh, dan ia tidak demam lebih tinggi dari 37,8 derajat Celcius," tulis para peneliti.

Para dokter kemudian kembali dikejutkan oleh beberapa presentasi yang tidak biasa dalam gejala pasien.

Dia mengembangkan badai sitokin dalam beberapa jam setelah serangan penyakit, merupakan sesuatu yang jarang terjadi.

Para dokter juga bingung dengan tidak adanya virus dalam sampel pernapasan atas bahkan pada puncak infeksi, menambahkan bahwa ini bisa menjadi hasil dari pengobatan sebelumnya.

Kasus ini menambah satu misteri mengenai virus corona. Sebelumnya beberapa pasien di Tiongkok, misalnya hasil tes negatif pada swab oral namun positif dalam sampel anal.

Para ilmuwan juga menemukan strain virus yang tersembunyi jauh di dalam paru-paru pasien yang telah pulih.

Baca Juga: Temuan Dokter AS Waspadai 6 Gejala Baru COVID-19, Salah Satunya Menggigil

Beberapa peneliti mengatakan bahwa pertanyaan tersebut adalah hasil dari pemahaman yang tidak memadai tentang interaksi antara virus baru dan sistem kekebalan tubuh kita.

Sementara yang lain menduga bahwa virus itu mungkin telah bermutasi dan strain baru itu menyebabkan gejala yang berbeda dari yang dilaporkan dalam kasus sebelumnya.** (Rahmi Nurfajriani/ Pikran-rakyat.com)

Editor: Emis Suhendi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah