Bahaya Badai Sitokin yang Dialami Deddy Corbuzier dapat Penyebabkan Kematian, Ini Gejala dan Penyebab

23 Agustus 2021, 07:50 WIB
Berbahaya, Badai Sitokin yang Dialami Deddy Corbuzier dapat Penyebabkan Kematian, Ini Gejala dan Penyebab./ /tangkap layar Instagram @mastercorbuzier/

MANTRA SUKABUMI - Publik dikejutkan dengan kabar Deddy Corbuzier sakit kritis karena derita Badai Sitokin.

Sempat berhenti dari segala aktivitas selama dua minggu akibat serangan Badai Sitokin yang membuat Deddy Corbuzier terkapar.

Lalu, apa itu Badai Sitokin yang dialami Deddy Corbuzier?

Baca Juga: Sea Group, Shopee dan Garena Sumbangkan 1.000 Tabung Oksigen dan 1 Juta Vaksin untuk Kemenkes

Inilah fakta Badai Sitokin COVID-19 yang berbahaya, ketahui gejala dan penyebabnya.

Sebelumnya, Deddy Corbuzier yang berhasil terselamatkan dari bahayanya Badai Sitokin menyampaikan dirinya terpapar tanpa gejala apapun, namun tiba tiba masuk ke dalam badai Sitokin dengan keadaan paru paru rusak 60% dalam dua hari.

Hal ini disampaikan Deddy Corbuzier melalui akun Instagram pribadinya pada Minggu, 22 Agustus 2021.

"Mohon maaf saya baru bisa memberitahu keadaan sebenarnya pada masyarakat,
Intinya dua minggu saya break semua nya karena saya Hrs konsentrasi pada kesehatan saya," ujar Deddy.

"Saya sakit.. Kritis, hampir meninggal karena badai Cytokine, lucu nya dengan keadaan sudah negatif. Yes it's covid," sambungnya.

Namun beruntung dirinya masih bisa terselamatkan dengan bantuan Jendral Lukman Waka RSPAD, Dr Wenny Tan hingga Dr Gunawan yang turun tangan dengan maksimal.

"Jendral Lukman Waka RSPAD, Dr Wenny Tan hingga Dr Gunawan turun tangan semaksimal mungkin tuk menstabilkan keadaan saya keluar dr masa kritis. Yes it's a life and death situation," lanjut Deddy.

Dilansir dari Krakatau Health Care, Menurut para ahli kesehatan dunia; tingginya angka kematian pada Pasien Covid-19 kemungkinan besar disebabkan oleh terjadinya Badai Sitokin (Cytokine Storm) pada tubuh pasien.

Baca Juga: dr. Tirta Ungkap Fakta dibalik Ganasnya Badai Sitokin yang Hampir Buat Deddy Corbuzier Mati

Hal ini berdasarkan pada penelitian didukung data yang diperoleh antara lain dari hasil laboratorium; bahwa ada perbedaan signifikan antara pasien yang sembuh dan yang meninggal.

Perbedaan signifikan tersebut antara lain terdapat pada jumlah sel darah putih, nilai absolut pada limfosit, platelet dan albumin, total bilirubin, urea nitrogen dalam darah, kreatinin darah, myoglobin, cardiac troponin, C-Reactive Protein (CRP) dan Inter-Leukin-6 (IL-6).

Gambar CT dan MR dari seorang pasien COVID-19 di Michigan; USA menunjukkan otak terdampak "sindrom badai sitokin"; yaitu ketika sistem kekebalan tubuh menghasilkan banjir sel kekebalan yang dapat menyebabkan kerusakan organ; termasuk otak.

Badai Sitokin dikenal juga dengan istilah Sindrom Sitokin Rilis (CRS) atau Sindrom Badai Sitokin (CSS) adalah terjadinya Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS) yang dapat dipicu oleh berbagai faktor; dan salah satunya adalah infeksi oleh virus.

Jika virus yang masuk bersifat baru (belum adanya memori dalam sistem kekebalan tubuh) dan daya patogennya tinggi; maka cenderung pelepasan sitokin menjadi tidak terkendali.

Ini terjadi ketika sejumlah besar sel darah putih diaktifkan dan melepaskan sitokin inflamasi, yang pada gilirannya mengaktifkan lebih banyak lagi keterlibatan sel darah putih.

Gejala

Gejala umum yang ditimbulkan akibat terjadinya Badai Sitokin adalah demam, kelelahan, kehilangan nafsu makan, nyeri otot dan persendian, mual, muntah, diare, ruam, pernapasan cepat, detak jantung yang cepat, tekanan darah rendah, kejang, sakit kepala, kebingungan, delirium, halusinasi, tremor, dan kehilangan koordinasi.

Penyebab

Belum diketahui secara pasti perihal penyebab terjadinya Badai Sitokine pada seseorang, namun hal ini dikaitkan dengan karkteristik dari sistem kekebalan tubuh yang dimiliki oleh seseorang.

Namun telah diketahui bahwa konsumsi makanan dengan mengandung perseferasi zat pewarna yang diawetkan; maka dalam tubuh seseorang akan memilki resiko terbentuknya sitokin rilis yang siap melepaskan sitokin kapan saja akibat makanan tersebut.

Makanan yang sehat dengan asupan gizi yang baik; banyak sayuran dan buah; istirahat yang cukup, serta faktor pengelolaan stress yang baik; tidak panik, tenang, selalu gembira, berpikiran positif dipercaya dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Sementara itu aktifitas fisik atau olahraga seseorang dikaitkan dengan kebugaraan dan faktor kemampuan dalam pengendalian stress.

Badai Sitokin (Cytokine Storm) Covid-19
Ketika seseorang yang sudah memilki potensi sitokin rilis kemudian terinfeksi dengan virus penyebab Covid-19; maka sitokin rilis seolah olah dipicu dan dibangunkan; maka terjadilah pelepasan sitokin yang tidak terkendali atau badai sitokin.

Badai sitokin menciptakan peradangan yang melemahkan pembuluh darah di paru-paru dan menyebabkan cairan meresap ke kantung udara (alveoli), membanjiri pembuluh darah dan akhirnya menciptakan masalah sistemik di banyak organ, yang dapat mengakibatkan kerusakan pada seluruh organ.

Badai sitokin di paru paru; maka paru paru akan dipenuhi oleh cairan dan sel-sel imun seperti Macrofage yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyumbatan jalan napas; kemudian menimbulkan sesak napas dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Baca Juga: Ganasnya Badai Sitokin, Kondisi Tiba-tiba Memburuk, dr. Tirta: Semua Ada Solusi jika Ditangani Sejak Awal

Pada kasus Covid-19; respons sitokin dikombinasikan dengan menurunnya kemampuan/kapasitas dalam memompa oksigen ke seluruh tubuh, dapat menyebabkan kegagalan organ. Kerusakan organ organ itu antara lain paru paru atas bengkak, jantung mengalami miokarditis, ginjal mengalami acute kidney injury, hati mengalami acute ishemic liver, otak mengalami ensefalitis; dan istilah ini kemudian dikenal dengan istilah Multiple Organ Dysfunction Syndrom (MODS), yang dapat mengakibatkan kematian.

Belum diketahui secara pasti; penyebab bahwa beberapa pasien mengalami komplikasi di luar paru-paru, tetapi itu mungkin berkaitan dengan kondisi penyakit yang telah ada sebelumnya; seperti penyakit jantung atau diabetes. Seseorang yang telah memilki penyakit sebelumnya; misalnya gangguan ginjal, kardiovaskular, diabetes; maka kejadian kegagalan organ akan cenderung lebih rentan.***

Editor: Dea Pitriyani

Tags

Terkini

Terpopuler