Akankah Pasien Positif Covid-19 Bisa Terinfeksi Kembali?, Ini Penjelasan Dokter Spesialis Paru

8 Mei 2020, 01:00 WIB
PASIEN sembuh pertama di Penajam Paser Utara, Ahmad Babani (tengah).* /Humas Kabupaten Penajam Paser Utara/

MANTRA SUKABUMI - Pandemi COVID-19 masih menjadi ancaman kesehatan di belahan dunia.

Sekalipun waktunya sudah memakan hampir 6 bulan, namun tanda-tanda akan berakhir nampaknya masih jauh dari harapan.

Banyaknya korban positif terinfeksi bahkan yang meninggal menjadi indikasi kuat betapa untuk menghentikan mata rantai virus ini butuh waktu yang lama.

Akibatnya hampir seluruh aspek kehidupan terkena dampaknya.

Namun, di balik perjuangan pasien yang terkena virus tersebut, sudah banyak yang dinyatakan sembuh. 

Hal demikin perlu menjadi perhatian dan mengetahui ternyata ada beberapa kemungkinan mantan pasien penderita corona bisa tertular kembali.

Baca Juga: Viral Awan Berbentuk Lafaz Allah, Netizen Ramai-ramai Upload Sebut Lokasi di Cikidang Sukabumi

Dikutip Mantrasukabumi.PikiranRakyat.com dari situs Antara, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Dokter Andika Chandra Putra menyatakan ada kemungkinan pasien sembuh Covid-19 bisa terinfeksi kembali.

Dokter Andika mengatakan, ada beberapa kemungkinan mengapa seseorang bisa kembali positif Covid-19 setelah sempat dinyatakan sembuh dari wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

“Pertama memang ada risiko reinfeksi, sudah sembuh dua kali negatif tapi kemudian tertular lagi. Kedua, kita sebut false negative, ini misalnya karena jumlah spesimennya atau jumlah virusnya tidak begitu banyak sehingga tidak terdeteksi PCR sehingga hasilnya negatif,” kata dr Andika ketika dihubungi Antara, Rabu 6 Mei 2020.

Ketua Bidang Ilmiah dan Penelitian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu menambahkan, jumlah virus atau viral load dari bahan yang diperiksa akan mempengaruhi hasilnya.

Semakin sedikit virusnya dalam sebuah spesimen maka akan mempengaruhi hasil polymerase chain reaction (PCR).

Baca Juga: Viral Awan Berbentuk Lafaz Allah, Netizen Ramai-ramai Upload Sebut Lokasi di Cikidang Sukabumi

Kemungkinan ketiga adalah reaktivasi yaitu seperti virus 'tidur' di dalam tubuh seseorang, karena mungkin daya tahan tubuhnya sudah ada perbaikan tapi kemudian aktif kembali.

Hasil tes PCR dipengaruhi dengan spesimen pasien yang diperiksa. Spesimen yang diambil untuk PCR terkadang mempengaruhi tingkat akurasi.

Berdasarkan penelitian yang membandingkan spesimen dari pasien yang diduga terpapar Covid-19 ada beberapa jenis pemeriksaan yang memiliki akurasi lebih tinggi.

Pemeriksaan yang dibandingkan adalah bronkus, pharyngeal test atau tes swab faring, naso swab, dan juga swab dari dahak. 

“Memang kalau yang bilasan bronkus atau bilasan paru angka kepositifannya di atas 93 persen, tapi itu invasif,” kata Andika.

Baca Juga: Berikut 17 Kendaraan yang Diizinkan Melintas selama PSBB di Jawa Barat

Pemeriksaan spesimen dengan bilasan bronkus hanya dilakukan untuk kondisi tertentu karena selain invasif untuk tubuh juga berisiko karena bisa aerosol dan terhirup oleh dokter.

“Pemeriksaan tenggorokan tingkat akurasinya hanya 60 sampai 70 persen, sisa gap 30 persen itu yang memberikan kemungkinan false negative dari sebuah tes PCR,” kata dia.

Sebelumnya, ajudan Wakil Gubernur Sumatera Utara dinyatakan kembali terinfeksi Covid-19 setelah beberapa waktu dinyatakan sembuh. Ia kini sudah kembali dirawat di RS Martha Friska Medan.**

Editor: Abdullah Mu'min

Sumber: antaranews

Tags

Terkini

Terpopuler