Gus Baha: Pandemi Itu Bahaya, Tapi Mengeluh Terus Juga Berbahaya, Meski Ada Corona Tetaplah Bersyukur

31 Juli 2021, 12:50 WIB
Gus Baha: Pandemi Itu Bahaya, Tapi Mengeluh Terus Juga Berbahaya, Meski Ada Corona Tetaplah Bersyukur./* //Instagram/@nasihat_gusbaha/

MANTRA SUKABUMI - Dalam sebuah pengajian, Gus Baha menerangkan agar tetap bersyukur meski di masa pandemi.

Gus Baha menjelaskan bahwa pandemi Corona ini berbahaya sehingga perlu prokes ketat.

Disamping itu mengeluh di masa pandemi juga berbahaya menurut Gus Baha sehingga ia menyampaikan tetap bersyukur meski ada Corona.

Baca Juga: Sea Group, Shopee dan Garena Sumbangkan 1.000 Tabung Oksigen dan 1 Juta Vaksin untuk Kemenkes

Dilansir mantrasukabumi.com dari iqra, ulama ahli Qur’an dan Tafsir sekaligus Syuriah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim dalam acara Sholawat Nariyah dan Doa Untuk Keselamatan Bangsa dari Wabah pada 8 Juli 2021 menjelaskan mengenai belajar menerima ujian dari Allah dan cara bersyukur di tengah pandemi Covid-19.

Berikut penjelasan Gus Baha:

Saya akan membantu beberapa teman dari nahdliyin atau siapa saja. Saya akan menjelaskan belajar cara menerima ujian dari Allah Subhanahu wata’ala.

Sebagaimana tauhid yang kita kaji, kita ini adalah makhluk yang memang potensinya itu merusak. Bumi yang kita tempati ini potensinya tidak layak. Sehingga untuk jadi layak itu karena rahmatnya Allah Swt.

Kita tahu di atas ada benda-benda langit yang berpotensi jatuh. Di bawah kita ada magma, minyak, dan tambang yang juga berpotensi longsor.

Sehingga dengan potensi-potensi itu, kita mengalami yang sekarang ini sudah luar biasa hebat. Di sini pentingnya kita bersyukur, pentingnya tetap menjaga raja’ atau menjaga harapan terus-menerus dari kebaikan rahmatnya Allah Subhanahu wata’ala.

Saya di hadapan para habib, para kiai juga para ulama, juga para nahdliyin pada umumnya. Saya akan cerita supaya otoritatif. Cerita tafsir tentang ayat:

قُلْ هُوَ ٱلْقَادِرُ عَلَىٰٓ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِّن فَوْقِكُمْ أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُم بَأْسَ بَعْضٍ ۗ
(Q.S. Al-An’am: 65)

Jadi, di antara yang dikenalkan Allah kepada kita, bahwa Allah itu adalah zat yang bisa menurunkan azab dari sisi atas kita. Kita tahu ada meteor, benda langit yang kalau menghantam bumi pasti kita semua ‘selesai’.

أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ atau azab itu datang dari sisi bawah kita. Kita tahu kita ini menginjak bumi, suatu saat bisa gempa, bisa hancur karena di bawahnya ada magma dan lain sebagainya.

Baca Juga: Gus Baha Jelaskan Orang Baik akan Resah Jika Ilmunya Tak Disalurkan, ini Alasannya

أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا atau karena kita ini makhluk sosial, beda mazhab, beda pikiran, beda pilihan, beda politik, beda pilihan hidup, maka berpotensi gesekan. Kalau gesekan ini bisa saling bentrok.

Semua potensi tadi, secara umum tidak terjadi. Sehingga setiap membaca ayat ini Nabi berkata, “apa yang kita alami ini ringan sekali dibanding potensi yang sebenarnya.”

Kenapa saya berkata demikian, supaya orang ini tetap bersyukur di tengah pandemi dan di tengah problem-problem ekonomi dan sosial.

Di antara nasehat para leluhur kita:

وَأَفْضَلُ الْعِبَادَةِ انْتِظَارُ الْفَرَجِ
“Sebaik-baik ibadah berharap ada solusi, ada jalan keluar.”

Dan agama ini diperuntukkan لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ, agama ini bagi selalu yang punya harapan.

Dulu dalam konteks beragama, ketika orang-orang kafir tidak punya iman, Nabi masih berharap mereka tidak dihancurkan oleh malakul jibal (malaikat gunung), meskipun bapaknya belum iman.

Kata Nabi, “Saya berharap dari keturunan mereka lahir orang mukmin yang tidak syirik lagi.”

Artinya pandemi juga begitu, beberapa penyakit juga begitu. Kita diajarkan wiridan tadi sebagaimana yang diucapkan Habib Ahmad. Di antara yang kita baca terus dan selalu kita baca kalau kita mensifati Allah:

انه يَأْتِي بِالحَسَنَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا يَذْهَبُ بِالسَّيِّئَاتِ إِلَّا أَنْتَ
Hubungan kita dengan Allah, itu Allah itu siapa? Allah adalah Dzat yang selalu mendatangkan kebaikan dan yang bisa menolak keburukan.

Supaya orang itu punya harapan, meskipun secara iman kita berkeyakinan khoirihi wa syarrihi minallah, tapi dalam wiridan-wiridan yang diajarkan rasulullah, cara mensifati Allah itu:

Baca Juga: Gus Baha Ditanya Soal Ngaji Lewat YouTube: itu Tetap Barokah karena Kebaikan Tak Perlu Minta Izin

انه يَأْتِي بِالحَسَنَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا يَذْهَبُ بِالسَّيِّئَاتِ إِلَّا أَنْتَ
Jika misalnya ada pertanyaan tadi, kita mengalami penyakit, mengalami pandemi, mengalami masalah, yakin lah bahwasanya masalah itu bisa lebih dahsyat daripada yang kita alami.

Karena itu tadi di atas kita masih ada meteor dan benda langit kalau jatuh mesti kita ‘selesai’. Begitu juga di bawah kita ada magma, ada hal-hal yang mudah runtuh, kalau itu semua runtuh kita juga ‘selesai’.

Kita sebagai makhluk sosial bisa beda mazhab, beda macam-macam. Dan itu menyebabkan gesekan yang ekstrem. Alhamdulillah kita masih dijaga Allah. Kita punya empati, punya toleransi, punya saling menghormati sehingga kita semua baik-baik saja.

Nah, dari muamalah dengan Allah syukur ini, kita berharap Allah akan menambah rahmat kepada kita. Jadi kita jangan karena ada pandemi, Indonesia seakan-akan hanya masalah saja.

Sudah ada masalah kita muamalah sama Allah juga ada masalah, tidak ada syukur, mengeluh terus itu juga bahaya dalam muamalah.

Sekali kita tidak bersyukur, maka ancamannya itu “Silahkan cari Tuhan selain saya, kata Allah dan kamu jangan menempati bumi dan langit saya!”. Itu lebih ekstrim lagi.

Daripada diusir Allah, maka syukur ini dijaga.

Setelah kita bersyukur atas semua yang diberikan Allah; nikmat iman, Islam, dan sehat juga nikmat muamalah dan mu'asyarah juga belajar kepada tadi Habib Ahmad, beberapa tokoh PBNU, dan guru-guru kita, juga terus berdoa.

Berdoa ini kata banyak ulama, satu kita ingin doa kita dikabulkan. Dua, andaikan doa ini belum dikabulkan itu sudah pasti benar karena kita menunjukkan kehambaan kita. Bahwa kita yang seorang hambah bisa kena musibah yang lebih dahsyat.***

Editor: Indira Murti

Tags

Terkini

Terpopuler