Teladani Kisah Imam Malik, Gus Baha Ingatkan Pentingnya Hidup Kaya bagi Seorang Muslim

14 Desember 2021, 21:10 WIB
Teladani Kisah Imam Malik, Gus Baha Ingatkan Pentingnya Hidup Kaya bagi Seorang Muslim/. /Tangkapan layar Youtube Gus Baha

MANTRA SUKABUMI - Seorang ulama Syuriah PBNU Gus Baha menjelaskan tentang pentingnya hidup kaya bagi seorang muslim

Dalam tausiahnya, menegaskan bahwa penting bagi umat muslim terutama para kiai untuk setidaknya memiliki kekayaan

Karena menurut ketika kekayaan berada di tangan orang shaleh, ia akan membawanya pada kebaikan.

Baca Juga: Shopee Rayakan 12.12 Birthday Sale bersama Seluruh Ekosistem dengan Peningkatan Kunjungan 6 Kali Lipat

Namun sebaliknya, jika kekayaan dimiliki orang dzalim, maka akan menjadi masalah besar sebab akan menjadi sarana pada kemaksiatan, Ungkap Gus Baha

“Kalau pakai logika fikih, harta itu fitnah. Oke, seakan-akan harta itu masalah. Tapi kalau harta dimiliki orang dzalim, maka akan menjadi masalah besar.” Kata Gus Baha sebagimana dikutip mantrasukabumi.com dari kana YouTube Santri Muda Gus Baha pada Selasa 14 Desember 2021.

Lantas kekayaan seperti apa yang harus dimiliki orang yang shaleh? Gus Baha menerangkan kita setidaknya harus memiliki kaya ilmu seperti yang dicontohkan oleh Imam Syafi’i

Walaupun hidupnya sangat sederhana dan mengagumi orang miskin, tapi Imam Syafi’I tetap menginginkan orang saleh menguasai harta kekayaan, termasuk ilmu.

Dikisahkan ketika Imam Syafi’i bertanya kepada gurunya, Imam Malik, tentang orang yang alim selain dia.

"Jawaban Imam Malik lucu. ‘Dulu Imam Abu Hanifah, tapi sekarang orangnya sudah meninggal, ilmunya diwariskan kepada Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban’, begitu jawaban Imam Malik," terang Gus Baha.

Imam Malik adalah sosok yang alim tapi juga kaya raya, ia terbiasa dengan pakaian mewah, surban menjuntai, kendaraan yang berganti-ganti dari jenis kuda dan unta mahal, serta asesoris duniawi lainnya.

Bahkan saat hari wafatnya, Imam Malik meninggalkan harta yang cukup banyak, seperti karpet, bantal berisi bulu, dan lainnya yang ketika itu terjual dengan harga lima ratus dinar.

"Jadi Imam Malik itu kaya, dan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban juga kaya, tapi juga alim. Itu diakui sendiri oleh Imam Malik,” ucap Gus Baha.

Akhirnya Imam Syafi’i dibiayai oleh Imam Malik untuk pergi ke Irak guna menemui Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban.

Begitu tiba di kediaman dia, Imam Syafi’i kaget karena si tuan rumah juga sangat kaya, bahkan saat itu ia tengah sibuk menata uang dan emas di ruang tamunya.

Dalam hati Imam Syafi’i sempat timbul tudingan bahwa Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban adalah orang yang materialistis.

Melihat Imam Syafi’i seperti aneh saat menyaksikan hartanya begitu banyak, Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban berkata:

Baca Juga: Gus Baha Ungkap Aturan Fiqih Sholat Jenazah, Siapakah yang Paling Berhak Jadi Imam?

"Anda kagum ini, anda kaget ini. Kalau kamu menyoal orang saleh kaya, ini (harta) saya kasihkan kepada orang-orang fasik biar dipakai judi, selingkuh, maksiat, dan sebagainya," kata Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban.

Lalu Imam Syafi’i menjawab: "Jangan, jangan, harta ini harus tetap di tangan orang saleh. Kalau jatuh ke tangan orang fasik, bahaya."

Dialog antara Imam Syafi’i dengan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban ini mengisyaratkan bahwa orang orang saleh boleh memiliki harta.

Karena jika harta dikuasai orang dzalim makan akan menimbulkan mudarat dan maksiat.

"Berarti kiai boleh kaya, dan sejak saat itu ada gerakan kiai kudu sugih (harus kaya). Cuma ada yang kesampaian, ada yang tidak (kesampaian)." tambah Gus Baha.

Kebolehan bahkan keharusan orang alim kaya, juga diqiyaskan kepada kekuasaan.

Maka paradigmanya sama, yakni kekuasaan harus dipegang orang-orang shaleh.

Sebab jika kekuasaan jatuh ke tangan orang dzolim apalagi fasik, bisa akan menimbulkan bahaya.
"Maka banyaklah kiai menjadi bupati, dan sebagainya,” pungkasnya..***

Editor: Dea Pitriyani

Tags

Terkini

Terpopuler