Kisah Sumayyah binti Khayyath, Perempuan Pertama dalam Islam yang Mati Syahid

29 Mei 2020, 07:46 WIB
ILUSTRASI Kisah Sumayyah binti Khayyath, Syahidah Perempuan Pertama pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salaam /haibunda/.*/haibund

MANTRA SUKABUMI – Zaman dahulu, di masa awal  kemunculan Islam, bukahlah hal yang mudah dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.

Ketika ingin mengucapkan dua kalimat syahadat, seseorang sudah siap akan kehilangan kehidupannya, bahkan orang tercinta seperti orang tua dan kerabat.

Berbagai perlakuan tak terpuji pun harus siap dihadapi. Semua itu berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali, tanpa memandang status sosial, semua mengalami hal yang sama.

Baca Juga: Kisah Ummu Sulaim, Tutupi Meninggalnya sang Anak dari Suami dengan Diajak Berhubungan Intim

Seperti khulafaur Rasyidin Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau merupakan seorang dari kalangan bangsawan pernah mendapatkan siksaan hingga pingsan. Sebab, pada zaman itu orang yang memeluk Islam adalah orang terpilih yang siap bertaruh nyawa.

Mengutip dari situs kisahmuslim.com, ketika awal mula kedatangan Islam, ada seorang wanita mulia yang memiliki keimanan yang kuat, dia termasuk orang yang pertama memeluk Islam pada waktu itu, dan orang ketujuh yang menyambut seruan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salaam.

Baca Juga: Bangkitkan Semangat Pemuda, Millenial Talk Institute Selenggarakan Lomba Essay tingkat Nasional

Siapakah beliau? Dialah Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha adalah ibu dari Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhuma. Ia memeluk Islam ketika berada di Kota Makah, dan menjadi orang ketujuh yang menyambut seruan tauhid dari Rasulullah (Ibnu Mandah; al-Mustakhraj, 2/516).

Dalam kitab Ibnu Abdil Bar, al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-hab, 4/1864) menyatakan bahwa, “Orang pertama yang menampakkan keislamannya adalah Rasulullah, kemudian Abu Bakar ash-Ashidiq, Bilal bin Rabbah, Shuhaib,Khabab bin al-Arat, Ammar bin Yasir, dan kemudian yang ketujuh Sumayyah ibunya Ammar. Semoga Allah meridhoi mereka semua”.

Diceritakan bahwa Sumayyah mempunyai seorang suami dari negeri Yaman. Sebelumnya, Sumayyah merupakan seorang ammat atau budak pada waktu itu, kemudian dia dinikahkan oleh Abu Hudzaifiah dengan pria asal Yaman tersebut, Yasir bin Amir. Kemudian Sumayyah dibebaskan sejak Sumayyah melahirkan anaknya yang diberi nama Ammar.

Baca Juga: Beredar Aa Gym Ajak Masyarakat Lawan Kebijakan Pemerintah di Tengah Pandemi, Benarkah? Cek Faktanya

Dalam kehidupannya memeluk Islam, Sumayyah binti Khayyat mendapt siksaan demi siksaan agar kembali lagi ke agama sebelumnya. Namu, ia tetap kokoh memgang erat keyakinannya untuk tetap memeluk Islam, meski pada saat itu ia sudah berumur tua dan lemah.

Suatu ketika, Rasulullah datang menemui Sumayyah, Yasir suaminya, dan juga anaknya, Ammar yang tengah mengalami penyiksaan. Kemudian Rasulullah bersabda,

صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ

“Bersabarlah keluarga Yasir. Sungguh tempat kalian adalah surga.” (HR. Al-Hakim dalam Mustadraknya 5646).

Baca Juga: New Normal, Ini Persiapan Kota dan Kabupaten Sukabumi

Akibat dari penyiksaan yang diterima Sumayyah bersama keluarganya dari Abu Jahal bersama kaumnya, karena Abu Jahal sudah tak tahan dan berputus asa, akhirnya Sumayyah pun dihujam sebuah sangkur hingga ia wafat.

Sumayyah wafat dalam keadaan tegar di atas Islam. Di bawah terik panasnya sinar matahari dan caci maki kaum kafir Quraisy, Sumayyah tetap mempertahankan ke Islamannya, dan menjadi seorang syahidah pertama dalam Islam (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 8/207).
Maka berkatalah Jabir radhiallahu anhu:

يقتلوها فتأبى إلا الإسلام

Mereka membunuhnya. Tapi ia tolak semuanya kecuali Islam.” (Ibnu Katsir: al-Bidayah wa an-Nihayah, 3/59).

Baca Juga: Dalam Seminggu Berapa Kali Frekuensi Normal Hubungan Suami Istri? dokter Boyke Menjawab

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah Sumayyah binti Khayyath

Dari sepenggal kisah tersebut dapat kita maknai bahwa Islam adalah solusi kebahagiaan kehidupan dunia maupun akhirat. Namun, masih ada banyak orang yang tidak memahami akan hal tersebut.

Kebahagiaan itu adalah bersumber dari hati. Meskipun tubuh kita mengalami penderitaan, ketika hati bahagia, maka semua itu akan tak terasa menyakitkan.

Seorang ulama besar, Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah dipenjara selama tujuh kali semasa hidupnya. Tidak hanya itu, ia pun mendapatkan siksaan ketika berada di dalam penjara. Dia disiksa hingga tak sempat menikah hingga ajal menjemputnya.

Baca Juga: Beredar Kabar Seorang Ulama Dianiaya oleh Petugas Kepolisian di Surabaya, Simak Faktanya

Ibnu Taimiyah pernah berkata:

ما يصنع أعدائي بي أنا جنتي وبستاني في صدري أين رحت فهي معي لا تفارقني ، أنا حبسي خلوة ، وقتلي شهادة ، وإخراجي من بلدي سياحة .

Apa yang bisa diperbuat musuh-musuhku padaku? Karena surgaku dan kebahagiaanku berada di hatiku. Kemanapun aku pergi ia tetap bersamaku. Tak terpisah dariku. Kalau mereka menahanku, maka aku berduaan menyepi bersamanya. Kalau mereka membunuhku, itulah syahadah (syahid). Kalau mereka mengasingkanku dari negeriku, itu adalah rekreasi.” (Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini: Ghidza-u al-Albab fi Syarhi Manzhumati al-Adab, Hal: 496).

Jadi sebetulnya, makna dari Islam itu sendiri adalah kebahagiaan. Jika seorang memahami Islam dengan baik, maka bagaimanapun keadaannya ia akan selalu mendapatkan kebahagiaan di dalam hatinya.** (Penulis: Nurfitri Hadi/kisahmuslim.com).

Editor: Encep Faiz

Sumber: Kisah Muslim

Tags

Terkini

Terpopuler