Tafsir Surat Ali Imran Ayat 159 Lengkap Bacaan Arab, Latin dan Artinya

4 September 2022, 10:50 WIB
Ilustrasi Al Quran dan tafsirnya. /Pixabay/Pexels

MANTRA SUKABUMI - Berikut ini akan kami sajikan tafsir surat Ali Imran ayat 159 lengkap bacaan Arab, latin dan artinya.

Bagi anda yang sedang mencari tafsir surat Ali Imran ayat 159 beserta bacaan Arab, latin dan artinya, anda bisa menyimak artikel ini hingga akhir.

Sebagaimana tafsir surat Ali Imran Ayat 159 ini kami disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir.

Baca Juga: Link Streaming Elite Pro Academy 2022 atau EPA U14 Dewa United FC U-14 vs Persita U-14, 4 September 2022

Sehingga harapannya adalah agar ringkas dan mudah dipahami.

Dirangkum mantrasukabumi.com dari berbagai sumber pada Minggu, 4 September 2022 berikut tafsir surat Ali Imran ayat 159 beserta bacaan Arab, latin dan artinya.

Yang mana mami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya.

Kemudian diikuti juga dengan tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Latin: Fabimaa rohmatim minalloohi linta lahum. Walau kunta fadhdhon gholiidhol qolbi lanfadldluu min haulik. Fa’fu ‘anhum wastaghfirlahum wasyaawirhum fil amr. Fa,idzaa azamta fatawakkal ‘alallooh. Innallooha yuhibbul mutawakkiliin

Artinya: "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (QS. Ali Imrah: 159)

Baca Juga: TERBARU! Inilah Pembagian Grup Elite Pro Academy U-14 2022 Lengkap Jadwal Pertandingan 4 September 2022

Adapun tafsirnya adalah sebagai berikut:

1. Lemah Lembut Rahmat Allah

Pada poin pertama dari surat Ali Imran ayat 159 ini adalah karakter lemah lembut Rasulullah adalah karena rahmat Allah.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka."

Yang mana Rasulullah memiliki sifat lemah lembut. Ayat ini menyatakan, sifat lemah lembut itu disebabkan karena rahmat Allah.

"Yakni sikapmu yang lemah lembut terhadap mereka, tiada lain hal itu dijadikan Allah buatmu sebagai rahmat untukmu dan untuk mereka," demikian Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya.

Kemudian Sayyid Qutb menjelaskan bahwa manusia selalu membutuhkan naungan yang penuh kasih sayang, wajah yang teduh dan ramah, cinta dan kasih sayang, serta jiwa penyantun dan penuh kelembutan.

Yang mana itu semua ada pada diri Rasulullah karena rahmat dari Allah.

Sehingga penjelasan Sayyid Qutb itu mengisyaratkan bahwa sikap lemah lembut harus dimiliki oleh setiap mukmin, terlebih lagi jika ia seorang pemimpin.

Lalu dalam Tafsir Al Munir, Syaikh Wahbah Az Zuhaili telah mengutip hadits namun yang benar adalah atsar dari Umar bin Khattab:

إنه لا حلم أحب إلى الله من حلم إمام ورفقه ولا جهل أبغض إلى الله من جهل إمام وخرقه

Artinya: "Tidak ada sikap lembut yang lebih dicintai Allah dari sikap lembut dan murah hati seorang pemimpin. Dan tidak ada sikap kasar lagi angkuh yang lebih dibenci Allah dari sikap kasar dan arogansi seorang pemimpin."

Baca Juga: Isi Kandungan Surat Ar Rahman Ayat 33 tentang Motivasi untuk Menuntut Ilmu dan Mengembangkan Teknologi

2. Sikap Kasar Menjauhkan

Kemudian pada poin kedua dari Surat Ali Imran ayat 159 ini menjelaskan akibat bersikap keras lagi kasar.

وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

"Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Kata fadhdhan (فظا) berasal dari kata al fadhdh (الفظ) yang artinya adalah keras. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maknanya adalah keras dan kasar dalam berbicara."

Sebagaimana Ibnu Katsir menjelaskan maknanya. "Sekiranya kamu kasar dalam berbicara dan berkeras hati dalam menghadapi mereka, niscaya mereka bubar dan meninggalkanmu. Akan tetapi Allah menghimpun mereka di sekelilingmu dan membuat hatimu lemah lembut terhadap mereka sehingga mereka menyukaimu."

Sebagaimana kata-kata kasar dan keras hati adalah sikap yang secara fitrah dibenci oleh manusia.

Apabila ada pemimpin yang kata-katanya kasar dan hatinya keras, manusia akan menjauhinya.

Walaupun ada yang mendekat, maka mereka mendekat bukan karena cinta tapi karena takut dan terpaksa.

Sedangkan Rasulullah SAW adalah pemimpin yang agung. "Beliau tidak pernah marah karena persoalan pribadi," terang Sayyid Qutb.

"Tak pernah sempit dadanya menghadapi kelemahan mereka selaku manusia dan tak pernah mengumpulkan kekayaan untuk dirinya sendiri bahkan memberikans segala yang beliau punya. Kesantuan, kesabaran, kebajikan, kelemahlembutan dan cinta kasih sayangnya yang mulia senantiasa meliputi mereka."

3. Seni Memaafkan dan Sikap Demokratis

Lalu pada poin ketiga dari surat Ali Imran ayat 159 ini perintah untuk memaafkan dan memohonkan ampun serta bermusyawarah.

فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

"Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu."

Walaupun sebagian kaum muslimin berbuat salah, namun Allah memerintah Rasulullah untuk memaafkan mereka dan memohonkan ampunan kepada Allah.

Kemudian Allah juga memerintahkan untuk mengajak mereka bermusyawarah.

"Islam menerapkan prinsip musyawarah dalam sistem pemerintahan. Sehingga Rasulullah sendiri melakukannya," tegas Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran.

Sebagaimana Rasulullah selalu bermusyawarah dengan mereka.

Seperti saat perang badar Rasulullah bermusyawarah meminta pendapat para sahabat tatkala yang akan mereka hadapi adalah tentara kafir Quraisy bukan lagi kafilah dagang Abu Sufyan.

Kemudian para sahabat pun menyatakan kesiapannya untuk berperang bersama Rasulullah.

Lalu pada saat perang Uhud, Rasulullah juga mengajak para sahabat untuk bermusyawarah apakah menghadapi musuh dengan menyambutnya di luar Madinah atau bertahan di Madinah.

Saat perang Ahzab juga Rasulullah mengajak musyawarah terkait strategi pertahanan. Ketika perjanjian Hudaibiyah juga musyawarah.

Sehingga begitu banyak contoh musyawarah Rasulullah dan sahabat dalam sejarah.

Dimana dalam istilah modern, Rasulullah sangat demokratis dan tidak otoriter dalam memutuskan sesuatu.

Yang mana beliau mengajak para sahabat musyawarah kecuali dalam hal yang telah ditetapkan wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sehingga demikian pentingnya musyawarah atau syuro, Buya Hamka ketika menafsirkan Surat Ali Imran ayat 159 ini membuat sub judul "syuro sebagai sendi masyarakat Islam."

Dengan panjang lebar beliau menjelaskan contoh-contoh musyawarah di masa Rasulullah.

"Pertumbuhan syura islami itu hampir sama jugalah dengan pertumbuhan demokrasi pada kota-kota Yunani purbakala. Demokrasi sudah ada sejak semula. Tiap kota memiliki demokrasi sendiri dan semua orang berhak menghadiri pertemuan serta mengeluarkan pendapat. Kemudian demokrasi itu pun boleh berkembang menurut perkembangan zaman dan tempat, ruang dan waktu," tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

4. Tawakkal dan menyikapi Hasil Musyawarah

Selanjutnya pada poin keempat dari Surat Ali Imran ayat 159 ini adalah perintah untuk bertawakkal, terutama setelah musyawarah.

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

"Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."

Disaat menafsirkan firman Allah ini, Ibnu Katsir mengatakan:

"Yakni apabila engkau bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu dan kamu telah membulatkan tekad mu, hendaklah kamu bertawakkal kepada Allah."

Sehingga inilah yang diperintahkan Allah, apabila musyawarah telah menghasilkan keputusan, pegang keputusan itu dan bertawakkalah kepada Allah.

Maka jangan risau dengan hasilnya dan jangan menyalahkan musyawarah jika ada hal yang tidak sesuai dengan harapan sepanjang sudah menjalankan hasil musyawarah itu.

Seperti misalnya musyawarah menjelang perang uhud memutuskan pasukan Islam menghadapi pasukan kafir Quraisy di luar Madinah.

Disaat kaum muslimin kalah dan sekitar 70 sahabat syahid, kemudian orang munafik menyalahkan hasil musyawarah itu dan mengungkit pendapat mereka untuk bertahan di Madinah.

Padahal mereka ingin perang di Madinah agar tidak kelihatan ketika tidak ikut berperang.

Namun nyatanya kaum munafik itu memang tidak meneruskan perjalanan ke Uhud, berbalik pulang ke Madinah.

Sedangkan Rasulullah SAW, walaupun pendapatnya juga ingin menghadapi musuh dengan pertahanan kota di Madinah, namun beliau mengikuti keputusan musyawarah yang menyepakati menyambut musuh di luar Madinah.

Meski kemudian pasukan Islam kalah dalam perang uhud itu, tapi Rasulullah tidak pernah menyalahkan musyawarah dan tidak pernah mengungkit pendapat beliau.

Sehingga tawakkal inilah yang membuat seorang mukmin tidak menyalahkan hasil musyawarah dan tidak mengungkit pendapatnya yang ditolak saat musyawarah.

Sehingga orang yang tawakkal dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala.***

Editor: Rina Karlina

Tags

Terkini

Terpopuler