Hukum Berbuka Puasa dengan Melakukan Jimak sebelum Makan Minum, bagaimana Hukum Puasanya?  

14 Maret 2024, 18:09 WIB
Ilustrasi suami istri; Bolehkah hukum berbuka puasa dengan cara melakukan jimak antara suami istri /*/Pixabay.com

 

MANTRA SUKABUMI - Berbuka puasa adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada waktu untuk mengakhiri puasa pada bulan Ramadan. Pada bulan Ramadan, umat Muslim menahan diri dari makan, minum, dan melakukan aktivitas tertentu lainnya dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Berbuka puasa terjadi pada waktu matahari terbenam, dan tradisi umumnya adalah untuk memulainya dengan mengonsumsi kurma dan air, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Setelah itu, umat Muslim biasanya melanjutkan dengan makanan yang lebih substansial untuk mengisi perut setelah seharian berpuasa.

Lantas, bagaimana kalau cara berbuka puasa bila berbeda seperti biasanya. Berbuka puasa dengan cara jimak. Kira-kira bagaimana hukum puasanya, dan Islam memandang kebolehannya.

Baca Juga: Keutamaan Puasa dan Keistimewaan Shalat Tarawih, Ibadah Sunnah yang Dilaksanakan setiap Malam selama Ramadhan

Dikutip mantrasukabumi.com dari berbagai sumber, berbuka puasa dengan cara jimak diperbolehkan dalam Islam.

Disebutkan didalam kitab Al Mu'jamul Kabiir karya Imam Ath Thabrani, juz 12 halaman 269:

المعجم الكبير للطبراني 12/ 269:

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، قَالَ: «‌رُبَّمَا ‌أَفْطَرَ ‌ابْنُ ‌عُمَرَ ‌عَلَى ‌الْجِمَاعِ

"Dari Muhammad ibn Sirin, dia berkata "Seringkali Ibnu Umar berbuka puasa dengan melakukan JIMAK"

Disebutkan pula oleh Imam Al Ghazali didalam kitab Ihya' Ulumiddin, juz 2 halaman 29:

إحياء علوم الدين 2/ 29:

وكذلك حكى على ابن عمر رضي الله عنهما وكان من زهاد الصحابة وعلمائهم أنه ‌كان ‌يفطر ‌من ‌الصوم ‌على ‌الجماع ‌قبل ‌الأكل

“Begitupula dikisahkan tentang Ibn Umar yang merupakan sahabat yang paling zuhud serta paling alim di kalangan sahabat nabi, ia (Ibnu Umar) mengawali berbuka puasa dengan JIMAK sebelum makan”.

Melakukan jimak dengan pasangan yang sah merupakan salah satu ibadah yang bernilai sedekah dan bisa membersihkan hati sehingga mudah fokus untuk menjalankan ibadah lain, seperti shalat sunnah tarawih, tadarus, tahajud. Nabi Muhammad bersabda terkait menggauli istri bernilai sedekah:

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا

Artinya: …Hubungan badan salah seorang di antara kalian adalah sedekah. Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, apakah dengan kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Bukankah jika kalian bersetubuh pada yang haram, kalian mendapatkan dosa. Maka demikian juga jika kalian bersetubuh pada yang halal, tentu kalian akan mendapatkan pahala. [HR. Muslim 1674]

Al-Nawawi menjelaskan dalam Syarah Sahih Muslim, halaman 1446 menyebutkan:

وَفِي هَذَا دَلِيل عَلَى أَنَّ الْمُبَاحَات تَصِير طَاعَات بِالنِّيَّاتِ الصَّادِقَات ، فَالْجِمَاع يَكُون عِبَادَة إِذَا نَوَى بِهِ قَضَاء حَقّ الزَّوْجَة وَمُعَاشَرَتَهَا بِالْمَعْرُوفِ الَّذِي أَمَرَ اللَّه تَعَالَى بِهِ ، أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ صَالِحٍ ، أَوْ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ إِعْفَاف الزَّوْجَة وَمَنْعَهُمَا جَمِيعًا مِنْ النَّظَر إِلَى حَرَام ، أَوْ الْفِكْر فِيهِ ، أَوْ الْهَمّ بِهِ ، أَوْ غَيْر ذَلِكَ مِنْ الْمَقَاصِد الصَّالِحَة

Hadits ini menjadi dalil bahwa perkara mubah bisa bernilai ketaatan sebab niat. Hubungan intim /jimak bernilai ibadah apabila diniati memenuhi hak istri, menggaulinya dengan baik, berharap melahirkan anak salih, menjaga diri maupun istri terjerumus dari perbuatan tercela dengan melihat perkara haram, dan memikirkannya,

Dengan demikian boleh menyegerakan berbuka puasa dengan menjimak istri tanpa makan dan minum terlebih dahulu. Perkataan Ibn Umar di atas menjadi rujukan khususnya yang sudah tidak mampu menahan hasratnya, lebih-lebih yang masih bulan madu, agar setelah itu bisa fokus untuk melakukan ibadah yang lain.

Berbuka puasa adalah sebuah amalan keagamaan yang sakral bagi umat Muslim yang dilakukan pada bulan Ramadan setelah menahan diri dari makan, minum, dan aktivitas lainnya sepanjang hari. Ini adalah saat yang dihormati untuk memulihkan energi dengan makanan dan minuman setelah berpuasa seharian, serta untuk berdoa dan berzikir.***

 

Editor: Abdullah Mu'min

Tags

Terkini

Terpopuler