Artinya, “Siapa saja yang puasa Ramadhan dengan “IMANAN” yaitu membenarkan pahala dari Allah, bahwa pahala itu benar, dan dengan “IHTISABAN” semata karena menunaikan perintah Allah,
dengan mengharap pahala, atau berharap kepada Allah, bukan untuk tujuan riya’ Sebab, kadang seorang Mukallaf melakukan sesuatu, dia yakin bahwa itu benar, tetapi dia tidak melakukannya dengan ikhlas, namun karena takut atau riya’.”
Imam an-Nawawi Rahimahullah Ta'ala juga menjelaskan hadits di atas dengan menyatakan:
Baca Juga: Rahasia Besar Allah SWT Dibalik Usia 40 Tahun, Perbanyak Baca ini Jika Ingin Selamat Dunia Akhirat
مَعْنَى إِيْمَاناً: تَصْدِيْقاً بِأَنَّهُ حَقٌّ مُقْتَصِدٌ فَضِيْلَتُهُ، وَمَعْنَى اِحْتِسَاباً، أَنَّهُ يُرِيْدُ اللهَ تَعَالَى لاَ يَقْصُدُ رُؤْيَةَ النَّاسِ وَلاَ غَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يُخَالِفُ الإِخْلاَصَ
Artinya, “Makna “IMANAN” adalah membenarkan, bahwa itu memang benar, dengan nilai keutamaan. Sedangkan makna “IHTISABAN”
adalah dia menginginkan Allah SWT, bukan berharap dilihat manusia, dan bukan yang lain. Dengan sesuatu yang menyalahi keikhlasan.”
Al-Hafidz Ibn Jauzi menambahkan:
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا” أيْ تَصْدِيْقًا بِالمَعْبُوْدِ الآمِرِ لَهُ، وَعِلْمًا بِفَضِيْلَةِ الْقِيَامِ وَوُجُوْبِ الصِّيَامِ، وَخَوْفًا مِنْ عِقَابِ تَرْكِهِ، وَمُحْتَسِبًا جَزِيْلَ أَجْرِهِ، وَهَذِهِ صِفَةُ المُؤْمِنِ [كشف المشكل في حديث الصحيحين