Gus Baha Jelaskan Hukum Bayar BPJS Namun Tidak Pernah Sakit: Diniati Sedekah, Jika Dapat Itu Rezeki

- 11 Oktober 2021, 07:57 WIB
Gus Baha jelaskan hukum membayar iuran BPJS
Gus Baha jelaskan hukum membayar iuran BPJS /Tangkap layar/Instagram @ngajigusbaha

MANTRA SUKABUMI - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan terkait hukum membayar BPJS namun tidak pernah sakit.

Gus Baha berpesan agar ketika membayar BPJS diniatkan untuk bersedekah, sehingga jika nanti mendapat manfaatnya anggap sebagai rezeki.

Hal tersebut disampaikan Gus Baha dalam sebuah ceramah yang diunggah kanal YouTube Kalam - Kajian Islam pada 5 Oktober 2020.

Baca Juga: Gus Baha: Rasulullah Minta Jangan Jadikan Rumahmu Seperti Kuburan, Begini Caranya

Baca Juga: Tata Cara Mandi Junub Menurut Gus Baha: Tidak Boleh Ada Sabun atau Sampo, Bisa Jadi Tidak Sah

"Saya mau cerita kitab-kitab dulu, kitab-kitab kuno. Dulu itu ada Kafaalatul-Badan, jadi asuransi jiwa, asuransi macam-macam dulu juga sudah ada," ujar Gus Baha.

"Tapi dijamin perorangan, kalau sekarang kan dijamin perusahaan atau dijamin PT atau begitu,

Gus Baha kemudian menjelaskan adanya potensi gharar (tipuan) dalam BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) menurut Fiqh.

"Anda membayar BPJS misalnya baru bayar dua bulan, kemudian anda jatuh sakit dan ternyata habis 100 juta, yang bayar terus menerus, gak sakit-sakit," lanjut Gus Baha.

Itulah beber Gus Baha yang menurut fiqh dihukumi gharar, karena ada yang baru bayar dua kali sudah menggunakan, sudah sakit.

Sementara yang lain yang sudah membayar terus tidak pernah sakit atau menggunakan pelayanan BPJS tersebut.

"Makanya, fatwa MUI kan dasarnya haram, nah supaya gak haram yang membayar itu disuruh niat hibah (memberi). Tapi, niat hibah kalau tidak dapat kok mengeluh," beber Gus Baha.

Baca Juga: Gus Baha Sebut Mahar Nikah Seperangkat Alat Sholat Tidak Berkah: Menurut Saya Kriminal Itu

Gus Baha juga menambahkan jika negara juga menyuruh untuk berniat hibah. Hanya saja, terkadang yang mendapat bantuan BPJS itu bayarnya belum lama, sementara yang sudah bayar lama tidak juga mendapat bantuan itu.

"Lama-lama kok, yang ikut Jasa Raharja bilang, kok saya tidak jatuh/kecelakaan. Padahal setiap kita naik bus kan pasti dikurangi (pajak) Jasa Raharja," jelasnya.

"Jadi, saya naik bus ke Yogyakarta mulai bapak-bapak dari tahun 2005 sampai sekarang, itu dapat banyak. Lha itu gak kecelakaan juga, ya repot kalau diatur begitu," sambungnya.

Murid Mbah Moen itu juga mengatakan ada ulama mentoleransi dalam hal-hal yang muamalah dengan istilahnya الرضا سيد الأحكام (kerelaan adalah pokok atau inti dari hukum-hukum).

"Sebenarnya ada solusi, kalau 'ain (bendanya) gak haram, saya ulangi lagi, bendanya gak haram, seperti khamar atau arak, maka itu masih ada solusi الرضا سيد الأحكام," kata Gus Baha.

Dirinya lantas mengutip firma Allah dalam Al Quran surat An Nisa ayat 29 sebagai berikut:

لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS An-Nisa, ayat 29).

Baca Juga: Tata Cara Wudhu yang Benar Menurut Gus Baha Agar Kelak di Akhirat Dikenali Rasulullah SAW

"Kecuali kalian saling ridha, ya saling ridha itu bisa diukur, yaitu ada rasionalnya," beber Gus Baha.

"Ada rasionalnya itu ya seperti yang sudah saya jelaskan tadi, misalnya bayarnya jangan mahal-mahal, yang dapat tidak terlalu kaget dan yang kehilangan juga tidak terlalu mengeluh," sambung Gus Baha.

Dirinya lantas berharap jika iuran Jasa Raharja itu agar tetap 50 rupiah atau 25 rupiah, sebab jika sudah lama membayar iuran dan tidak pernah jatuh, maka mengikhlaskannya akan mudah.

Gsu Baha kemudian memberikan ilustrasi orang sejak kecil bepergian sampai mati tidak pernah kecelakaan, maka mengikhlaskan uang yang tidak seberapa kan mudah, karena hanya 25 rupiah.

"Tapi, kalau misalnya 500 rupiah atau 1.000 rupiah itu kan terasa. Penjual pentol saja kalau misalnya kepotong 1.000 rupiah setiap berjualan," ucap Gus Baha.

"Misalnya setiap belanja sdi kota kepotong 1000 rupiah, padahal dia profesinya hanya penjual cilok," sambungnya.

Gus Baha juga menuturkan cara berpikir Imam Syafi’i, yang justru karena syaratnya ridha, maka harus mencari muhaqqaraatil umuur, artinya sesuatu yang sepele.

"Makanya, dalam muhaqqaratil umur dalam fikih Syafi’i dibolehkan jual beli mu'aathah yakni saling tukar menukar kemudian dianggap jual beli," katanya.

"Nah, kalau tidak begitu, kiai-kiai ya maling semua. Semua ulama ya maling. Bagaimana tidak, kalau masuk ke warung kan langsung makan pisang goreng. Tidak pamit tidak apa dulu, langsung makan,"

Baca Juga: Gus Baha Sebut Emas Makhluk yang Paling Angkuh: Nabi Adam Diusir Dari Surga Semua Sedih Kecuali Emas

"Lha yang sudah dimakan itu sudah disebut milikmu apa belum? Kamu bilang sudah dibeli, tapi belum kamu bayar. Kamu mau sebut tamu, tapi kamu bukan tamu karena masuk warung. Hayo," jelas Gus Baha.

Dirinya kemudian menceritakan ada seorang temannya menyangka makan berempat di warung menghabiskan Rp20.000, namun ternyata harganya Rp100.000, sehingga uangnya kurang.

"Lha iya, yang begitu itu rawan gharar (tipuan). Mesti asumsinya pembeli sama kepentingan penjual itu beda di warung," kata Gus Baha.

Karena itu Gus Baha berpesan agar ketika membayar iuran BPJS diniatkan untuk sedekah, sehingga jika dapat menggunakan iuran teraebut dianggap sebagai rezeki.

"Makanya, kalau kamu bayar BPJS itu diniati sedekah. Kalau dapat ya niatnya dapat rezeki, begitu saja," pesan Gus Baha.

"Pokoknya kamu jangan komplain. Kalau komplain berarti hakikatnya kamu niat bayar, karena menuntut," pungkasnya.***

Editor: Andriana

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah