Renungan Ramadan Versi Corona: Ibadah Ritual tanpa Kegembiraan

- 23 April 2020, 14:30 WIB
ILUSTRASI salat.*
ILUSTRASI salat.* /YUSUF WIJANARKO/PR/

MANTRA SUKABUMI - Esok hari umat Islam akan menghadapi Ramadan.  Ramadan identik dengan salat tarawih. Tarawih lazimnya dilaksanakan di masjid atau majlis.

Sungguh berat bagi seorang mu'min (bukan sekedar muslim) ketika harus memilih untuk meninggalkan Masjid, sesuai himbauan Pemerintah dan MUI walau hanya untuk sementara.

Di masjid ada "kemewahan" (kegembiraan dll) dalam bermunajat atau beribadah, ritual dan atau seremonial, sehingga "terasa" manis, gurih, nikmat, dan lezat.

Kita lebih memilih yang sesuai dengan emosi (selera) kita. Itu lumrah, karena telah mengakar dan mengkristal dalam tradisi penghambaan kita kepada Allah.

Karena itulah ibadah (ritual) kita dlm pandangan ulama tasawuf, acapkali mendapat stigma sebagai Ibadah kuli ('Ummaal) atau Tukang ibadah, bukan Ahli ibadah.

Baca Juga: Mudik di Tengah Pandemi Covid-19, Bolehkah dalam Islam?

Mungkin cocok dengan istilah Syekh Nawawi dalam kitab Qathru’l Ghaits sebagai ibadah ghulamiyah, ke-kanak-kanakan dalam konteks tauhid.

Di sisi lain, pembuktian keimanan kita disimbolkan lewat aktivitas ritual yang difasilitasi dan dibidani oleh disiplin ilmu fiqh.

Ilmu fiqih menuntut kita untuk melakukannya secara hitam putih yg terkesan sudah mapan dan final.

Halaman:

Editor: Abdullah Mu'min

Sumber: Mantra Sukabumi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah