Arab Latin: Nawaitu shauma ghadin 'an ada'i sunnati 'Asyura lillahi ta'ala
Artinya: "Saya berniat berpuasa sunnah Asyura karena Allah Ta'ala."
Latar belakang sejarah
Peringatan Tasua dan Asyura sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan cucunya Imam Hussein (semoga Allah meridhoi dia). Pada hari kesepuluh Muharram tahun 680 M, Imam Husein bersama keluarga dan sahabatnya menghadapi kesyahidan yang tragis dalam Pertempuran Karbala. Peristiwa ini menandai titik balik yang signifikan dalam sejarah Islam, karena menyoroti perjuangan untuk keadilan dan kebenaran melawan tirani dan penindasan.
Puasa Tasua dan Asyura
Puasa Tasua dan Asyura tidak wajib, tetapi sangat dianjurkan bagi umat Islam untuk menjalankan puasa sukarela ini. Dipercayai bahwa puasa pada hari-hari ini membawa pahala dan berkah yang luar biasa.
Nabi Muhammad SAW sendiri menjalankan puasa Asyura dan mendorong para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama. Puasa Asyura, kata dia, tidak hanya menghapus dosa tahun sebelumnya, tetapi juga sebagai sarana untuk memohon ampunan Allah.
Refleksi Spiritual dan Disiplin Diri
Puasa Tasua dan Asyura memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk terlibat dalam refleksi spiritual dan disiplin diri. Ini adalah waktu untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Imam Husein dan para sahabatnya dan untuk merenungkan nilai-nilai keadilan, keberanian, dan ketangguhan yang mereka contohkan.
Dengan tidak makan dan minum, orang beriman diingatkan akan berkah yang biasanya mereka terima begitu saja dan mengembangkan empati bagi mereka yang kurang beruntung.