Selamat Hari Ibu 22 Desember 2020, Berikut Ini Puisi Gus Mus yang Dijamin Bikin Kangen Ibu

22 Desember 2020, 08:20 WIB
Ilustrasi Selamat Hari Ibu 22 Desember 2020, Berikut Ini Puisi Gus Mus yang Dijamin Bikin Kangen Ibu /Pixabay/nastya_gepp/.*/Pixabay/nastya_gepp

MANTRA SUKABUMI – KH. Ahmad Mustofa Bisri, atau akrab disapa dengan panggilan Gus Mus, merupakan sastrawan dan ulama asal Rembang, Jawa Tengah kelahiran 10 Agustus 1944.

Gus Mus merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang ikut serta dalam mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan merancang logo partai berlambang bola dunia tersebut.

Selain itu, Gus Mus juga dikenal dalam dunia kesusastraan sebagai seorang penulis serta penyair. Sejumlah karya tulisan dan puisi sudah diterbitkan oleh pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin itu.

Baca Juga: Berani Beda, Berikut Ide Hadiah Natal Serba Orange

Baca Juga: Jubir Presiden Jokowi Tiba-tiba Sampaikan Berita Duka Mendalam, Ada Apa?

Puisi karya Gus Mus berfokus pada unsur keagamaan, sosial dan budaya. Beberapa diantaranya, Gus Mus menulis puisi tentang Ibu.

Dirangkum mantrasukabumi.com dari gusmus.net pada Selasa, 22 Desember 2020, berikut ini puisi tentang Ibu karya Gus Mus, yang cocok dijadikan sebagai ungkapan kasih sayang di Hari Ibu.

1. Ibu, karya KH. A. Mustofa Bisri

Ibu
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam

Baca Juga: Lesti Kejora Menjadi Wanita Tercantik ke 5 di Dunia, Rizky Billar: Wanita Ini Lebih Layak Menang

Kaulah, ibu, laut dan langit
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu


(Tuhan,
aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amanat-Mu
menyampaikan kasih sayang-Mu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasih-Mu
Amin).

1414


2. Nazar Ibu di Karbala, karya KH. A. Mustofa Bisri

pantulan mentari
senja dari kubah keemasan
mesjid dan makam sang cucu nabi
makin melembut
pada genangan
airmata ibu tua
bergulir-gulir
berkilat-kilat
seolah dijaga pelupuk
agar tak jatuh
indah warnanya
menghibur bocah berkaki satu
dalam gendongannya
tapi jatuh juga akhirnya
manik-manik bening berkilauan
menitik pecah
pada pipi manis kemerahan
puteranya

Baca Juga: Ferdinand Hutahaean Beri Komentar Menohok Terkait Berita Gibran Rakabuming.

"ibu menangis ya, kenapa?"
meski kehilangan satu kaki
bukankah ananda selamat kini
seperti yang ibu pinta?"
"airmata bahagia, anakku
kerna permohonan kita dikabulkan
kita ziarah kemari hari ini
memenuhi nazar ibumu."
cahaya lembut masih memantul-mantul
dari kedua matanya
ketika sang ibu tiba-tiba brenti
berdiri tegak di pintu makam
menggumamkan salam:
"assalamu 'alaika ya sibtha rasulillah

salam bagimu, wahai cucu rasul
salam bagimu, wahai permata zahra."
lalu dengan permatanya sendiri
dalam gendongannya
hati-hati maju selangkah-selangkah
menyibak para peziarah
yang begitu meriah

disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja
dan pelan-pelan dihadapkannya wajahnya ke kiblat
membisik munajat:
"terimakasih, tuhanku
dalam galau perang yang tak menentu
engkau hanya mengujiku
sebatas ketahananku
engkau hanya mengambil suami
gubuk kami
dan sebelah kaki
anakku
tak seberapa
dibanding cobamu
terhadap cucu rasulmu ini
engkau masih menjaga
kejernihan pikiran
dan kebeningan hati
tuhan,
kalau aku boleh meminta ganti
gantilah suami, gubuk, dan kaki anakku
dengan kepasrahan yang utuh
dan semangat yang penuh
untuk terus melangkah
pada jalan lurusmu
dan sadarkanlah manusia
agar tak terus menumpahkan darah
mereka sendiri sia-sia
tuhan,
inilah nazarku

terimalah."

Karbala, 1409

Baca Juga: Ingin Lihat Anak SBY Diperiksa KPK, Politikus PDIP: Harta SBY Ditelusuri Sumbernya dari Mana?

Baca Juga: Mengejutkan, Burhanuddin Muhtadi Minta Polisi Tak Proses Kasus Mimpi Haikal Hassan

3. Cinta Ibu, karya KH. A. Mustofa Bisri

Seorang ibu mendekap anaknya yang durhaka saat sekarat
Airmatanya menetes-netes di wajah yang
gelap dan pucat
anaknya yang sejak di rahim diharap-
harapkan menjadi cahaya
setidaknya dalam dirinya
dan berkata anakku jangan risaukan dosa-
dosamu kepadaku
sebutlah nama-Nya, sebutlah nama-Nya.
Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur
dan darah
terdengar desis mirip upaya sia-sia
sebelum semuanya terpaku
kaku.***

Editor: Encep Faiz

Tags

Terkini

Terpopuler