Tanggapi Soal KKB dan OPM di Papua, Senator Papua Barat: Pemerintah Harus Belajar pada Gus Dur dan Soekarno

25 Maret 2021, 11:08 WIB
Anggota DPD RI Papua Barat Filep Wamafma /dpd.go.id/

MANTRA SUKABUMI - Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT, membuka peluang untuk diusulkannya KKB dan OPM menjadi organisasi teroris.

Usulan tersebut akan diteruskan dalam ajakan diskusi bersama Komnas HAM serta perwakilan di DPR RI.

Menanggapi hal ini, Dr. Filep Wamafma, Senator Papua Barat angkat bicara., bahwa menurutnya Pemerintah memang memiliki kewenangan berdasarkan kekuasaan dan peraturan perundang-undangan, untuk menentukan suatu kebijakan terkait keamanan dan ketertiban di wilayah NKRI.

Baca Juga: ShopeePay Mantul Sale Ajak Masyarakat Lebih Cuan di Momen Gajian

Baca Juga: Ridwan Kamil Resmikan Jembatan 60 Miliar Rupiah, Penghubung Sukabumi-Cianjur

Namun Filep Wamafma menekankan bahwa kerusuhan dan kekacauan di Papua adalah persoalan kompleks.

Menurut Filep Wamafma kekecewaan masyarakat bukan hanya pada OPM tapi pada pelaku pelanggaran HAM yang juga dilakukan oleh oknum Aparat negara.

“Menurutnya saya, fokus pemerintah yang utama adalah penuntasan sejumlah kasus pelanggaran terhadap warga sipil di Papua," ujar Fillep Wamafma sebagaimana dikutip mantrasukabumi.com pada laman resmi dpd.go.id pada 25 Maret 2021.

UU HAM dan Peradilan HAM menuntut diselesaikannya berbagai pelanggaran HAM di Papua yang dilakukan atas nama penegakan keamanan dan ketertiban di Papua.

Baca Juga: Ternyata Mandi Junub dengan Istri Hari Jumat Dapat Pahala Puasa dan Sholat Setahun

Jadi fokus negara tidak sekadar menetapkan KKB/OPM sebagai teroris.

Yang utama dan yang pertama ialah berkewajiban menuntaskan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oknum-oknum militer terhadap warga sipil.

"Hal tersebut sebagaimana hasil temuan KOMNAS HAM dan pihak-pihak lain misalnya dari agama, adat, dan lembaga internasional.” ucap Filep Wamafma.

“ Mindset Pemerintah kok tidak berubah ya. Melakukan pressure terbukti gagal sejak lama. Titik tekannya adalah Pelanggaran HAM yang terjadi sudah sejak puluhan tahun. Itu yang seharusnya diselesaikan. Dari dulu kita usulkan pendekatan dialog.”, ujar Filep secara tegas.

Filep melanjutkan bahwa pemerintah harus membuka mata dan memikirkan semua hal tersebut.

Baca Juga: Berikut 3 Dosa Besar Istri Menolak Ajakan Suami, Salah Satunya Dapat Laknat Malaikat

Perspektif yang diambil menurutnya harus dari dua pihak, bukan sekadar dari cara pandang Pemerintah saja.

“Secara teoritis, harus ada keadilan sebagai kejujuran, justice as a fairness, supaya jangan ada persoalan baru lagi di mana warga sipil menjadi korban akibat pengambilan kebijakan sebagaimana usulan BNPT tersebut.” tambah Filep.

Filep menyebut bahwa upaya diplomasi pernah berhasil di era almarhum Gus dur.

Menurut Filep Wamafma bahwa, almarhum Gus Dur telah menunjukkan contoh yang patut dengan membuka ruang dialog yang egaliter, sehingga mampu menggugah rasa cinta Orang Papua terhadap Pemerintah.

Filep menyebut bahwa era tersebut bisa menjadi acuan Pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Baca Juga: Berikut 3 Dosa Besar Istri Menolak Ajakan Suami, Salah Satunya Dapat Laknat Malaikat

Baca Juga: WHO Puji Penanganan TBC di Indonesia, Kenali Gejala dan Penyebab Tuberkulosis

Baca Juga: Kabar Duka, Akademisi Ilmu Politik Wafat, Yusril Ihza Mahendra: Sempat Dirawat di RSCM Jakarta

“Belajarlah juga pada Soekarno yang melakukan diplomasi cerdas, berjumpa dengan tokoh-tokoh yang mencari keadilan.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan yang menunjukkan kewibawaan Pemerintah,” kata Filep.

Akhirnya sebagai Senator Papua Barat, Filep mempertanyakan semua janji Presiden Jokowi di berbagai forum, terkait penuntasan pelanggaran HAM di Papua.

Menurut Filep janji-janji Jokowi tersebut hanya berjalan di tempat.

“Bagaimana rakyat bisa percaya pada Pemerintah bila semua janji tersebut tidak ditepati?

Apa gunanya semua rekomendasi lembaga-lembaga independen di bidang HAM terhadap Pemerintah, bila semua hanya berpikir soal pendekatan represif?.

Baca Juga: Kabar Duka, Akademisi Ilmu Politik Wafat, Yusril Ihza Mahendra: Sempat Dirawat di RSCM Jakarta

Jika warga sipil terutama Orang Papua menjadi korban dalam kebijakan selanjutnya.

Maka sebaiknya dibuka ruang dialog yang bermartabat agar keadilan itu lebih berdampak kepada masyarakat sipil.” pungkas senator asal Papua Barat tersebut.***

 

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Tags

Terkini

Terpopuler