Vaksin AstraZeneca Disebut Mengandung Babi, Dosen ITB: Tidak Gunakan Tripsin Hewan

29 Maret 2021, 20:20 WIB
Vaksin AstraZeneca /ANTARA/

MANTRA SUKABUMI - Belum lama ini banyak memperbincangkan masalah vaksin AstraZeneca lantaran disebut mengandung tripsin babi.

Hal tersebut tidaklah benar dan dibantah oleh Ahli virus atau virologis dan Dosen Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Dr. rer. nat. apt. Aluicia Anita Artarini.

Anita mengatakan bahwa vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca tidak mengandung tripsin (enzim) hewani, melainkan tripsin enzim yang menyerupai jamur.

Baca Juga: Ada Diskon hingga 90% Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay

Baca Juga: Ahli Telematika Tertawakan Klarifikasi Soal Bantahan Posisi Duduk Gibran saat Bersama Menteri PUPR

Hal ini disampaikan Anita dalam bincang-bincang virtual, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari ANTARA pada Senin, 29 Maret 2021.

"AstraZeneca tidak menggunakan tripsin hewan pada proses produksinya dan di akhir, tripsin itu tidak ada," ujarnya.

Hal ini tertuang dalam dokumen AstraZeneca dan tim Oxford yang sudah melakukan uji klinis.

Tripsin tersebut juga tidak dimasukkan ke dalam formula vaksin, melainkan hanya digunakan sebagai pemotong sel mamalia yang dibeli AstraZeneca dari supplier Bank Sel.

"Itu adalah enzim yang mirip dengan aktivitas tripsin dan dari jamur yang dibuat dengan cara rekombinan," tuturnya.

Sebagai salah satu bahan pembuatan vaksin, AstraZeneca dan Oxford membeli sel HEK 923 dari supplier yang bernama Thermo Fisher.

Baca Juga: Fahri Hamzah Kesal, Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar Dikaitkan dengan Agama dan Bahasa Arab

Baca Juga: Sikapi Efek Kebakaran Kilang Minyak di Indramayu, Pertamina Pastikan Pasokan BBM Nasional 

Menurut Anita, Sifat sel mamalia sendiri menempel pada wadahnya, sehingga akan menyulitkan proses pertumbuhan jumlah sel untuk menjadi lebih banyak dan peneliti membutuhkan protein enzim tripsin untuk memotong agar sel tidak menempel pada wadah.

"Tripsin ini kalau kelamaan bersama-sama dengan selnya malah mati. Jadi kayak pisau bermata dua, itu dibutuhkan untuk memotong saja pada wadahnya, kalau sudah lepas ya sudah," kata Anita.

Anita mengatakan hingga saat ini hanya sel HEK 923 yang dapat digunakan untuk memperbanyak adenovirus.

"Mungkin kalau teknologi sudah bisa berkembang, ada sel lain yang bisa dipakai. Itu satu, dan kalau virus dari sel mamalia berarti harus pakai sel mamalia, ini bukan untuk virus COVID aja tapi virus apapun," ujar Anita.

"Nah bisa enggak kalau kandungannya diganti? Kalau kandungannya diganti, analisanya beda lagi. Proses manufaktur dan isinya diubah, ada risiko keamanan makanya akan ada uji klinis. Saya rasa yang diterima di negara maupun isinya sama," imbuh Anita.***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler