Ketua PP Lesbumi NU, Agus Sunyoto: Tak Akan Ada 10 November Tanpa Kejadian 22 Oktober

9 November 2020, 20:50 WIB
KH Agus Sunyoto /Istimewa/

 

MANTRA SUKABUMI - Hari pahlawan memiliki sejarah panjang terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia.

Hari pahlawan juga dikenal sebagai peristiwa 10 November 1945 atau peristiwa Surabaya yang mengisahkan perlawanan ‘arek-arek Suroboyo’ terhadap serangan pasukan sekutu.

Namun sebagaimana yang dikutip mantrasukabumi.com dari Nu Online pada Senin, 9 November 2020 bahwa sejarawan Agus Sunyoto menyatakan tidak akan ada 10 November tanpa kejadian 22 Oktober.

Baca Juga: Nikmati Makan Kenyang dan Hemat Dengan ShopeePay Deals Rp1

Baca Juga: Buruan Sebelum Ditutup, Ini Cara Daftar dan Syarat BLT BPUM UMKM Rp2,4 Juta Hingga Dapat SMS BRI

“Ini konteksnya melawan Jepang dan tentara sekutu. Dari fatwa jihad Mbah Hasyim Asy’ari 22 Oktober 1945, pecahlah peperangan besar pada 10 November 1945 di Surabaya. Jadi, jika tak ada Resolusi Jihad yang digaungkan kaum santri, tak akan ada 10 November yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan itu,” ujar Agus pada Rabu, 14 Oktober 2019 lalu.

Dia juga menerangkan, kaum santri merupakan representasi bangsa pribumi dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa bangsa ini menegakkan kemerdekaan RI dari tangan penjajah.

Jika dirunut sejarahnya, kata Ketua PP Lesbumi NU ini, awalnya Indonesia dianggap negara boneka Jepang oleh Negara sekutu karena kemerdekaannya dinilai pemberian dari Nippon ini.

Hal ini bisa dijelaskan, menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta menyambangi Jepang untuk bertemu dengan Kaisar.

“Rapat besar di Lapangan Ikada yang kini lapangan Monas, juga dijaga ketat oleh tentara Jepang. Belum lagi naskah teks Proklamasi yang diketik oleh orang berkebangsaan Jepang, Laksamana Meida,” kata Agus.

Baca Juga: Cocok untuk Postingan Media Sosial, Berikut Kata – Kata Bijak dan Motivasi untuk Hari Pahlawan

Setelah Jepang kalah perang dengan Tentara sekutu atau NICA, lanjutnya, mereka berusaha kembali menjajah Indonesia dalam agresi militer kedua. Agus menjelaskan, ternyata tentara NICA dikagetkan oleh perlawanan orang-orang pribumi dari kalangan santri.  “Dari sinilah mereka berpikir, bahwa kemerdekaan Indonesia bukan karena pemberian dari bangsa Jepang, melainkan betul-betul didukung oleh seluruh rakyat Indonesia,” jelas penulis buku Atlas Wali Songo ini.

Sebelumnya, Presiden Jokowi sendiri telah menandatangani Keppres yang menyatakan tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional.

Presiden bukan tanpa alasan dan kajian mendalam tentang hal ini.

Karena kontribusi kaum santri dengan fatwa Resolusi Jihad mampu menggerakkan seluruh rakyat Indonesia dalam peperangan besar 10 November di Surabaya.**

Editor: Robi Maulana

Sumber: NU Online

Tags

Terkini

Terpopuler