Beredar Video Kilatan Cahaya yang Diduga Meteor Jatuh di atas Gunung Merapi, Ini Kata BPPTKG dan Lapan

- 29 Mei 2021, 06:13 WIB
Terkait Foto Kilatan Cahaya Layaknya Komet Jatuh di Gunung Merapi Viral di Medsos, Ini Tanggapan BPPTKG
Terkait Foto Kilatan Cahaya Layaknya Komet Jatuh di Gunung Merapi Viral di Medsos, Ini Tanggapan BPPTKG /Instagram @bpptkg/

 

MANTRA SUKABUMI – Beredar sebuah video di sosial media yang menunjukan kilatan cahaya jatuh yang nampak seperti meteor jatuh di atas Gunung Merapi.

Video yang berdurasi 12 detik itu menunjukan kilatan cahaya seperti benda langit yang jatuh atau meteor jatuh di Gunung Merapi.

Sehubungan dengan hal itu, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengonfirmasi tentang kilatan cahaya yang diduga meteor jatuh di atas Gunung Merapi.

 Baca Juga: Denny Darko Temukan Kejanggalan dalam Video Felicia Tissue: Dia Melihat Teks

“Hari ini di media sosial beredar foto yang ditengarai foto benda langit yang sedang jatuh di sekitar Gunung Merapi,” dikutip mantrasukabumi dari postingan Instagram @bpptkg pada 28 Mei 2021.

BPPTKG mengatakan bahwa kamera CCTV yang berada di Deles (sisi timur Gunung Merapi) sempat merekam kilatan cahaya pada tanggal 27 Mei 2021 pukul 23.08.10 WIB.

Akan tetapi, tidak terdapat sinyal yang signifikan dari data kegempaan dan tidak dilaporkan terdengar suara atau terlihat kilatan cahaya dari pos-pos pemantauan Gunung Merapi.

BPPTKG juga mengatakan bahwa tidak dapat mengonfirmasi karena itu bukan tugas dan kewenangan mereka.

“Salah satu tugas BPPTKG-PVMBG-Badan Geologi adalah melakukan mitigasi Gunung Merapi, namun kami tidak memiliki tugas untuk mengamati benda langit sehingga kami tidak bisa memastikan benda apa yang terlihat dalam gambar tersebut.” Dikutip dari @bpptkg

Maka, video kilatan cahaya itu belum dapat dipastikan sebuah meteor jatuh atau sampah antariksa.

Baca Juga: Bahaya, Sering Rebahan Ternyata Dapat Timbulkan 4 Penyakit ini, Paling Fatal Bisa Sebabkan Kematian

Lapan mengatakan Sampah antariksa adalah benda buatan yang mengitasi Bumi selain satelit yang berfungsi. Sampah ini bisa berupa bekas roket (rocket bodies), serpihan (debris) dan lain-lain.

Adapun jika benda jatuh yang ada di video kilatan cahaya itu meteor atau benda antariksa biasanya aka nada informasi mengenai hal itu.

"Biasanya, sehari sebelum benda jatuh sudah dapat diperkirakan apakah suatu daerah geografis (misalnya di Indonesia) aman dari kejatuhan sampah antariksa atau tidak," tulis LAPAN.

Adapun prediksi waktu dan lokasi jatuh yanguu diberikan di situs orbit.sains.lapan.go.id hanyalah waktu dan lokasi jatuh hingga ketinggian sekitar 120 km yaitu saat benda mengalami atmospheric reentry.

Bukan waktu dan lokasi jatuh benda atau biasanya serpihannya di permukaan.

"Sangat sulit memperkirakan kapan dan di mana serpihan sampah antariksa (atau meteor jatuh) akan menghantam permukaan Bumi," ungkap LAPAN.

Baca Juga: Link Baca Komik dan Spoiler Black Clover Chapter 295 Bahasa Indonesia, Pertarungan Miss Charlotte vs Vanica

Selain sampah antariksa, meteor jatuh atau batu meteorit yang jatuh pun secara umum mungkin dipantau dan diantisipasi, tetapi sangat sulit dilakukan, termasuk oleh negara maju, dengan alasan sebagai berikut.

1. Perlu teleskop yang mampu mendeteksi objek sangat redup yang bergerak sangat cepat yaitu dengan kecepatan sekitar 100.000 km per jam.
2. Teleskop harus terintegrasi dengan sistem pengolah data cepat yang dilengkapi model orbit asteroid dan trayektorinya.
3. Perlu memperhitungkan efektivitas dan efisiensi karena jangka waktu deteksi dan kejatuhan di bumi sangat singkat untuk objek yang relatif kecil.

Itupun hanya bisa deteksi meteoroid besar.

Mengenai antispasi dan prediksi ini, Astronom Amatir Indonesia Marufin Sudibyo juga ikut menambahkan.

Ia menjelaskan bahwa meteorid berukuran kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 meter masih sangat sulit dideteksi karena ukurannya yang terlalu kecil.

Baca Juga: Waspada, Jangan Konsumi 5 Makanan Tinggi Purin ini, Karena Dapat Ganggu Ginjal dan Penyakit Asam Urat Kambuh

Sementara, meteorit yang berukuran sedang yaitu memiliki diameter lebih dari 5 meter, relatif lebih mudah dideteksi oleh sistem penyigian langit global saat ini, meskipun juga mengandung sejumlah batasan.

Dicontohkan Marufin adalah peristiwa Chelyabinsk pada tahun 2013 dengan meteor yang berasal dari asteroid bergaris tengah 20 meter, tidak ada yang sanggup mendeteksinya karena posisinya yang tidak memungkinkan.

"Untuk diameter lebih dari 30 meter, ia lebih mudah dideteksi sehingga kapan ia menumbuk Bumi dan di lokasi mana dapat diestimasikan," jelas Marufin Rabu (3/2/2021).

Hal ini juga disampaikan oleh LAPAN. Menurut LAPAN di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia saja, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu mengantisipasi meteorit kecil.

Baca Juga: Jadwal Rilis dan Spoiler Black Clover Chapter 295, Miss Charlotte vs Vanica

Sedangkan, untuk antisipasi meteorit besar, secara internasional sudah ada program pemantau asteroid sekitar bumi dengan biaya yang sangat mahal.

Program tersebut bernama Spaceguard yang ditujukan untuk mendeteksi asteroid dekat bumi dengan target capaian mendeteksi 90 persen asteroid berdiamater lebih dari 1 kilometer sampai 2008 yang kini terus berlanjut.

Bahkan, program NASA 2003 mengusulkan dana sekitar Rp2,5-Rp4,5 triliun untuk mendeteksi 90 persen asteroid dekat bumi yang berdiameter lebih dari 140 meter sampai 2028.***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah