dr Tirta Ungkap Penyebab Angka Positif Covid-19 Melonjak, Salah Satunya Musim Pancaroba

- 28 Juni 2021, 06:53 WIB
dr Tirta Ungkap Penyebab Angka Positif Covid-19 Melonjak, Salah Satunya Musim Pancaroba
dr Tirta Ungkap Penyebab Angka Positif Covid-19 Melonjak, Salah Satunya Musim Pancaroba /www.instagram.com/dr.tirta/

MANTRA SUKABUMI - Baru-baru ini kasus positif Covid di berbagai daerah di Indonesia sangat melonjak tajam. Bahkan angka kematian pun meroket, baik dari masyarakat mauoun petugas kesehatan.

Menanggapi melonjaknya kasus Covid di Indonesia, dr. Tirta menjelaskan penyebab kenapa Covid begitu melonjak.

Menjawab polemik tersebut, dr. Tirta mengungkapkan alasan mengapa angka kenaikan kasus Covid-19 melonjak tajam di Indonesia.

Baca Juga: Covid-19 Varian Delta Dikabarkan Lebih Cepat Menular Terpapar Hanya dengan Berpapasan, Begini Kata dr Tirta

"Dok kenapa angka Covid-19 bisa naik, apakah ini konspirasi karena sekolah mau buka?," ujar dr. Tirta, dikutip mantrasukabumi.com dari video yang diunggah di kanal Youtube, Senin, 28 Juni 2021.

Dengan tegas dr. Tirta menjawab bukan. Menurut dr. Tirta ada tiga faktor yang menjadi penyebab Covid-19 melonjak tajam, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mobilitas

dr. Tirta menilai akhir-akhir ini sedang terjadi mobilitas yang cukup tinggi, di mana semakin banyak masyarakat berlalu-lalang, maka potensi penyebaran virus Covid-19 pun semakin meningkat.

"Sudah bisa diprediksi dikarenakan mobilitas, semakin banyak mobilitas warga maka akan makin meningkat potensi infeksi," ujar dr. Tirta.

2. Musim Pancaroba

Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan musim pancaroba sebagai peralihan musim. Pada saat inilah juga ditemui penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh meningkatnya kelembapan.

Contohnya, populasi nyamuk meningkat seiring dengan perubahan suhu yang tak menentu.

Oleh karena itu banyak orang yang terjangkit penyakit yang dibawa oleh nyamuk seperti demam berdarah dengue (DBD) hingga cikungunya.

Baca Juga: dr Tirta Beri Alasan Penyebab Orang yang Belum Terkena Covid-19, Punya Keberuntungan Salah Satunya

"Juli-Agustus terjadi peralihan musim, musim panas dan musim hujan akibatnya terjadi kelembapan yang sangat tinggi sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan terjadinya penyakit-penyakit lain, seperti DBD, tifus, cikungunya," katanya.

Selain itu, perubahan cuaca yang mendadak berpengaruh kepada imun tubuh manusia yang cenderung mengalami penurunan.

"Otomatis imun rakyat Indonesia apalagi di masa pancaroba kayak gini tuh cenderung lebih lemah dari pada rata-rata," ucap dr. Tirta.

Oleh karena itu, di musim pancaroba seperti ini masyarakat Indonesia lebih rentan terinfeksi Covid-19 karena imun tubuh sedang melemah.

3. Keterbatasan Fasilitas Kesehatan

Akibat dari musim pancaroba, pasien dengan berbagai penyakit mulai beramai-ramai mencari ruang perawatan di rumah sakit.

"Biasanya yang ke rumah sakit itu yang gejalanya sedang atau berat, nah masing-masing rumah sakit itu ruang ICU dan ruang isolasinya tuh terbatas, tak hanya untuk Covid-19," kata dr. Tirta.

Sementara, untuk masuk ke ruang ICU pasien harus berebut dengan penderita Covid-19.

"Problem utamanya ICU terbatas," ujarnya.

"Ketika ICU tersebut terisi full oleh pasien Covid-19, yang terjadi pasien lain kesulitan cari kamar, akhirnya yang jadi sibuk adalah jam rujukan," tutur dr. Tirta.

Proses penanganan Covid-19 yang panjang mengakibatkan pasien dengan gejala sedang dialihkan ke ruang biasa.

Baca Juga: Sebut Covid-19 Makin Menggila, Deddy Corbuzier Bahas Covid Delta Bareng dr Tirta: Lebih Menular

"Karena ICU dan ruang isolasi terbatas nggak mungkin semua dimasukin, pasti gejala yang berat-berat, akhirnya yang gejala sedang ke kamar biasa," kata Tirta.

Setelah ICU maupun ruang isolasi terisi penuh oleh pasien gejala berat maupun sedang, pemilik gejala ringan tak punya pilihan selain menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.

Sehingga variabel inilah yang memicu munculnya klaster Covid-19 di lingkungan keluarga. Padahal yang seharusnya menjalani isolasi mandiri adalah pasien tanpa gejala.

"Gejala ringan tambah banyak, karena 80 persen gejala ringan, mobilitas, akhirnya gejala ringan ini di suruh isoman, padahal yang seharusnya disuruh isoman ini yang tanpa gejala, akibatnya terjadi klaster keluarga," kata dr. Tirta.

Di sisi lain, dr. Tirta menjelaskan bahwa pihak rumah sakit dihadapkan dengan dilema jika harus membangun ruang ICU tambahan.

"Nggak semudah itu, kita butuh ventilatornya, kita butuh tabung oksigennya, butuh kamar tekanan negatif, kita butuh dokter anestesi, butuh dokter jaga, butuh perawatnya," ucapnya.***

Editor: Robi Maulana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah