Profesor Oxford Soroti Kasus Covid-19 dan Khawatir Indonesia Jadi Hotspot Varian Baru Corona

- 9 Agustus 2021, 06:55 WIB
Ilustrasi Covid-19
Ilustrasi Covid-19 /Pexels/

MANTRA SUKABUMI - Profesor Bidang Evolusi dan Genom di Universitas Oxford, Aris Katzouris mengkhawatirkan Indonesia menjadi "hotspot" munculnya varian baru SARS-CoV-2 yang berbahaya.

Menurut Aris Katzouris, penyebabnya adalah infeksi varian Delta yang banyak ditemukan dalam periode Juli-Agustus 2021 di Indonesia.

Katzourakis mengatakan, varian Delta kemungkinan berkaitan dengan tsunami kasus di India. Tren serupa bisa jadi muncul dari ledakan kasus di Indonesia.

Baca Juga: Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Bicara Covid-19: Menular Tidak Apa-apa, Asal Jangan Sampai Mati

Baca Juga: Bacaan Niat Puasa Bulan Muharram 1443 H Lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahnya

"Pandemi yang tak terkendali di suatu wilayah kemudian memunculkan varian virus baru yang makin berbahaya," ujarnya.

Soalnya, satu varian baru yang diduga berkaitan dengan Indonesia sudah merebak di Malaysia.

Juli 2021 lalu, otoritas kesehatan Malaysia mendeteksi tujuh kasus COVID-19 bervarian B.1.466.2 yang pertama kali merebak di Jakarta November 2020 kemarin.

Ketika gelombang kedua virus corona telah melanda pulau Jawa dan Bali yang berpenduduk padat di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir, rumah sakit mengalami tekanan karena banyaknya kasus.

Dengan sumber daya medis yang terbatas, masyarakat telah berjuang untuk mendapatkan tangki oksigen bagi anggota keluarga yang berjuang untuk bernapas di rumah sakit.

Baca Juga: BSU Subsidi Gaji Rp1,8 Juta untuk Guru Honorer dan Non PNS Hanya Dicairkan Pada 6 Golongan Berikut Ini

"Orang lain yang telah dites COVID-positif telah ditolak dari rumah sakit, telah diminta dalam beberapa kasus untuk mengasingkan diri di rumah-rumah kecil yang sering ramai," lanjutnya.

Hasilnya adalah korban jiwa yang tragis, dengan jumlah kematian di Indonesia melebihi 100.000 sejak pandemi dimulai.

Sebuah angka yang mengejutkan, dari data tersebut ternyata 40 persen dari mereka meninggal dalam lima minggu terakhir saja.

Tak hanya itu, total infeksi di negara terpadat keempat di dunia itu juga telah melewati 3,5 juta.***

Editor: Andriana

Sumber: abc.net.au


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah